Popular Posts

Monday, November 15, 2021

Teori Belajar Konstruktivistik

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.                Latar Belakang

Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diingikannya untuk menghasilkan sebuah prilaku , pengetahuan , atau teknologi atau apa pun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut.

Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivistik. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. 

 

Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.

 

Maka dari permasalahan tersebut, pemakalah tertarik melakukan penelitian konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivistik ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan


yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.

 

B.                 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1.      Bagaimana menciptakan karakteristik manusia masa depan ?

2.      Apa pengertian konstrtuksi pengetahuan ?

3.      Bagaimana proses belajar menurut Teori Konstruktivistik ?

 

C.                Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, tujuan yang dapat di capai adalah :

1.    Untuk mengetahui karakteristik manusia masa depan

2.    Untuk mengetahui pengertian dari konstruksi pengetahuan

3.    Untuk mengetahui proses belajar menurut Teori Konstruktivistik


BAB II

LANDASAN TEORI

 

A.  TOKOH-TOKOH DALAM TEORI KONTRUKTIVISTIK

1.         Jean Piaget

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivistik adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan.

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama yang menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan.

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut:

1)      Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,

2)      Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,

3)      Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,

4)      Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,

5)      Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skema yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;

a.       perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,

b.      tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan

c.       gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

2.      Vygotsky

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Beberapa ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa pembelajaran yang bermakna itu bermula dengan pengetahuan atau pengalaman sedia ada murid. Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai ide mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika kepahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, kepahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam pemeriksaan mereka mungkin memberi jawaban seperti yang dikehendaki oleh guru.

John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini mengatakan bahawa pendidik yang cekap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berterusan. Beliau juga menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.

Dari persepektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penyelidikan dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaedah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kejayaan murid meniru dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru kepada kaedah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kejayaan murid membina skema pengkonsepan berdasarkan kepada pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah tumpuan penyelidikan daripada pembinaan model daripada kaca mata guru kepada pembelajaran sesuatu konsep daripada kaca mata murid. (Trianto, 2010)


BAB III

PEMBAHASAN

A.                Pengertian Teori Belajar Kontruktivistik

Teori Belajar Kontruktivistik merupakan suatu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuannya dengan menggunakan pengetahuan yang ada dalam diri mereka masing-masing. Peserta akan mengaitkan materi pembelajaran baru dengan materi pembelajaran lama yang telah ada. (Lapono, 2009)

 

B.                 Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diharapkan

Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses (to) learn to be. Mampu melakukan kaloborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya

            Kepekaan, berarti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya, maupun kemudah tersentuhan hati nurani di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, mulai dari kepentingan orang lainsampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan sang pencipta. Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berpikir sendiri di samping proses dan hasil berpikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu.

Tanggungjawab, berarti kesediaan untuk menerima segala konsekuensi keputusan serta tindakan sendiri.

            Student active learning atau pendekatan cara belajar siswa aktif di dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang mengakui sentralitas peranan siswa di dalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan.

            Penerapan ajaran tut wuri handayani  merupakan wujud nyata yang bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategispendekatan yang tepat ketika individu belajar. Dengan kata lain,  pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik. (Trianto, 2010)

 

C.                Konstruksi Pengetahuan

Untuk memperbaiki pendidikan terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana belajar dan bagaimana cara mengajarnya. Ke dua kegiatan tersebut dalam rangka memahami cara manusia mengkonstruksi pengetahuannya tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai selama kehidupannya. Manusia akan mencari dan menggunakan hal-hal atau peralatan yang dapat membantu memahami pengalamannya. Demikian juga, manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari dirinya. Pada bagian ini akan dibahas teoi belajar konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman tentang apa pengetahuan itu, proses mengkonstruksi pengetahan, serta hubungan antara pengetahuan , realitas, dan kebenaran

Apa pengetahuan itu ?  Menurut pedekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pengalaman-pengalaman baru.

            Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada sisw, pentransferan itu akan diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.

            Proses mengkonstruksi pengetahuan. Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan mnggunakan indranya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan  bukanlah sesuat yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek  tersebut akan meningkat dan lebih rinci.

            Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkontruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaann dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.

Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkontruksi pengetahuan adalah kontruksi pengetahuan sesorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya. (Budiningsih, 2004)

 

D.                Ciri-ciri Pembelajaran Teori Belajar Kontruktivistik

Adapun ciri-ciri pemebelajarn kontruktivistik adalah sebagai berikut :

1.    Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.

2.    Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.

3.        Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekankan pada hasil, penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.

4.    Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.

5.    Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.

6.    Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.

7.    Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif.

8.    Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.

9.        Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata, dalam kata lain Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata. (Mariana, 2010)        

 

E.                 Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik

Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dan pandangan kontruksivistik, dan dari aspek-aspek si-belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.

1.    Proses belajar konstruktivistik.

Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai pemerolehan infomasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang brmuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi pemerolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “... ..constructing and reconstructing of knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency... ..” Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dalam dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi atau belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya.

 

2.    Peranan Siswa (Si-belajar).

 Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan sesuatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak ,sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.

 

3.        Peranan Guru

Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancer. Guru tidak menstransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepata adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.

        Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi;

a.              Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan         dan bertindak.

b.             Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan          pengetahuan dan keterampilan siswa.

c.              Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai          peluang optimal untuk berlatih.

 

4.        Sarana Belajar

Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama  dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberikebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional.

 

5.        Evaluasi Belajar

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan ,serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik. Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar antara pandangan behavioristik  (tradisional)  yang obyektifis dan Konstruktivistik. Pembelajaran yang di programkan dan didesain banyak mengacu pada obyektifis, sedangkan Piagetian dan tugas-tugas belajardiscovery lebih mengarah pada konstruktivistik.

                        Pandangan Konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterprestasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam mengenterprestasikan kejadian,objek,dan pandangan terhadap dunia nyata,di mana interprestasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.

                        Teori belajar konstrukivistik mengakui bahwa siswa akan dapat mengenterprestasikan informasi ke dalam pikirannya,hanya pada kebutuhan,latar belakang dan minatnya.Guru dapat mebantu siswa mengkonstruksi pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal.Jika hasil belajar dikonstruksi secara individual,bagaimana mengevaluasinya?

                        Evaluasi belajar pandangan behavioristik tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar.Sedangkan  pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation ,yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik.Evaluasi akan lebih obyektif jika evaluator tidak diberi informasi tentang tujuan selanjutnya.Jika tujaun belajar diketahaui sebelum proses beljar dimulai,proses belajar dan evaluasi mengakibatkan pengatauran pada pembelajaran.Tujuan belajar mengarahkan pembelajaran yang juga akan mengontrol aktiftas belajar siswa.

                        Pembelajaran dan evaluasi yang mengguanakan kriteria merupakan prototipe obyektifis/ behavioristik,yang tidak sesuai bagi teori konsrtuktivistik.Hasil belajar konstruktivistik lebih tepat dimualai metode evaluasi goal-free.Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar kostruktivistik,memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik.

Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik dapat daiarahakan pada tugas-tugas autentik,mengkonsttuksi pengetahuanyang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi sepertitingkat “penemuan” pada taksonomi Merrill,atau “strategi kognitif” dari Ggne,serya “sentesis” pada taksonomi Bloom.Juga mengkonstruksi pengalaman siswa,dan mengarahkan evaluasi pada konteks yang luas dengan berbagai perspektif. (Budiningsih, 2004)

 

F.        Kelebihan dan Kekurangan Teori  Belajar Konstruktivistik

Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan kekurangan.

1. Kelebihan

     Adapun kelebihan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:

a.     Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

b.    Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.

c.     Memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.

d.    Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.

e.     Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.

g.    Memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.

 

 

 

2. Kekurangan

     Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan konstruktivistik adalah sebagai berikut:

a.     Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.

b.    Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.

c.     Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa. (Prastowo, 2014)


BAB IV

PENUTUP

 

A. Simpulan

Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, madiri, bertanggungjawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu melihat kaitan antara ciri-ciri manusia tersebut, dengan praktek-praktek pendidikan dan pembelajaran untuk mewujudkan. Pandangan kontruktivistik yang mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa.

Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu kontruksi pengetahuan dalam menuju pada kemutahiran struktur kognitifnya. Guru-guru kontruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia/siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan sendiri, kegiatan pembelajaran yang dilakukan akan diarahkan agar terjadi aktivitas kontruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, D. A. 2004. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Pt. Rineka Cipta.

Lapono, N. 2009. Belajar Dan Pembelajaran SD 2. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Mariana, R. 2010. Pengelolaan Lingkungan Belajar . Bandung: Katalog Dalam Terbitan ( KDT ).

Prastowo, A. 2014. Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Perpustakaan Nasional.

Trianto. 2010. Model pembelajaran terpadu. jakarta: Pt. Bumi Aksara.

No comments:

Post a Comment