Indonesia
adalah Negara yang dimana kebanyakan adalah orang yang menganut agama Islam,
karena dalam agama ini tidak ada sistem kasta atau yang lainnya seperti dalam
agama Hindu maupun agama Budha yang dimana agama itu sudah berkembang sebelum
kedatangan agama Islam. Dalam agama Islam derajat seseorang itu sama, baik ia
kaya atau miskin, yang menjadikan derajat orang itu tinggi adalah keimanan dan
ketakwaan. Inilah yang menyebabkan kebanyakan orang memilih Islam sebagai agama
yang patut untuk di ikuti atau di yakini.
Dalam
agama Islam ini Allah telah berfirman kepada manusia agar ia saling
menyampaikan agama Islam kepada orang lain, yang dimana Firman itu berbunyi
“sampaikanlah ajaranku walau satu ayat”. Rasulullah SAW telah menyampaikan
ajaran Allah kepada seluruh penduduk Makkah selama berpuluhan tahun dengan
mendapatkan berbagai rintangan yang ia hadapi, sebenarnya masyarakat pada wakyu
itu sudah yakin dengan agama Islam , tapi para bangsawan kaum quraisy membuanh
jauh-jauh keyakinan itu, sebab dalam Islam ini tidak mengenal aakn system kasta
atau perbedaan yang lain, jadi kaum bangsawan sulit untuk di ajak masuk Islam,
dan dengan kesabaran dan dan akhirya
agama itu dapat di terima oleh orang-orang baik kaum bangsawan maupun rakyat
jelata.Akhirnya agama Islam pun semakin berkembang. Dari sinilah akhirnya Islam
dapat masuk dan berkembang di Indonesia ini.
Seiring
dengan berkembangnya Islam ini para sejarawan melakukan berbagai penelitian
tentang bagaimana cara masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia ini, yang
kemudian adanya berbagai teori yang muncul dalam penelitian-penelitian yang di
lakukan oleh para sejarawan.
Islam bukan
hanya sekedar agama atau keyakinan, tetapi merupakan asas dari sebuah
peradaban. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam kurun waktu 23, Nabi Muhammad
SAW mampu membangun peradaban Islam di jazirah Arabia yang berdasarkan pada
prinsip-prinsip persamaan dan keadilan. Dalam waktu yang singkat, pengaruh
peradaban Islam tersebut segera menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk ke
wilayah Nusantara.
Ada berbagai
macam teori yang menyatakan tentang masuknya Islam ke Nusantara. Beberapa teori
tersebut ada yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7,
abad ke-11, dan sebagainya. Dari teori tersebut, proses sentuhan awal
masyarakat Nusantara dengan Islam terjadi pada abad ke-7 melalui proses
perdagangan , kemudian pada abad selanjutnya Islam mulai tumbuh dan berkembang.
Selanjutnya melahirkan kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Seperti
kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, maupun
di NTB.
Semua kerajaan
tersebut memiliki andil dalam mengembangkan khazanah peradaban Islam di
Nusantara, khususnya peradaban Islam di wilayah kekuasaan kerajaan tersebut.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih spesifik dari uraian tersebut
yaitu mengenai proses masuknya islam di Sumatera.
1.
Bagaimana
teori masuknya Islam di Indonesia?
2.
Bagaimana
kondisi masyarakat Smaa masa kedatangan Islam
3.
Apa
bukti bahwa Islam masuk di Sumatera?
1.
Unuk
mengetahui Apa saja teori masuknya Islam
di Indonesia
2.
Untuk
mengetahui bagaimana kondisi masyarakat pada masa kedatangan Islam
3.
Untuk
mengetahui bukti bahwa Islam masuk di Sumatera
A. Teori Masuknya Islam
Di Indonesia
Berbagai
teori tentang masuknya Islam
di Indonesia ini terus muncul sampai saat ini, Fokus ini mengenai tempat asal
kedatangan Islam di Indonesia ini, siapa pembawanya, dan waktu
kedatangannya. Ada beberapa pendapat
tentang masuknya Islam di Indonesia ini.
1. Teori Makkah
Islam yang
masuk dan berkembang di Indonesia berasal dari Jazirah Arab atau bahkan
dari Makkah pada abad ke7 M. Teori ini dikemukakan oleh Hamka (Haji Abdul Malik
bin Abdul Karim Amrullah), ia adalah seorang ulama’ sekaligus seorang sastrawan
Indonesia. Hamka mengemukakan pendapat ini pada tahun 1958, saat orasi yang
disampaikan pada dies natalis perguruan tinggi Islam Negri (PTIN) di
Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan
bahwa Islam datang di Indonesia ini tidak langsung dari Arab. Bahkan
argumentasi yang dijadikan rujukan Hamka adalah sumber lokal Indonesia dan
sumber Arab. Selain itu yang tidak boleh diabaikan adalah fakta menarik lainnya
adalah bahwa orang-orang Arab sudah berlayar mencapai Cina pada abad ke-7 M dalam rangka berdagang.
Hamka percaya dalam perjalanan inilah mereka singgah di kepulauan Nusantara
saat itu (Budiyanto, 2012).
2.
Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia ini berasal dari Gujarat pada abad ke-13, Islam dibawa dan disebarkan
oleh pedagang-pedagang Gujarat yang singgah di kepulauan Nusantara. Mereka
menempuh jalur perdagangan yang sudah terbentuk antara India dan Nusantara.
Pendapat ini dkemukakan oleh Snouck Hurgronje. Ia mengambil pendapat ini dari
Pijnapel, seorang pakar dari Universitas Leiden Belanda, yang sering meneliti
artefak-artefak peninggalan di Indonesia. Pendapat Pijnapel ini juga dibenarkan
oleh J.P Moquette yang pernah meneliti bentuk nisan kuburan-kuburan raja-raja
pasai. Kuburan Sultan Malik Ash-Shalih. Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di
Gresik, Jawa Timur juga ditelitinya. Dan ternyata sangat mirip dengan bentuk nisan-nisan kuburan yang ada di Cambay,
Gujarat. Rupanya pendapat ini disanggah oleh S.Q. Fatimi. Pendapat Fatimi ini
adalah bahwa nisan-nisan kuburan yang ada di Aceh dan Gresik justru lebih mirip
dengan nian-nisan kuburan yang ada di Benggala, sekitar Bangladhes sekarang
(Mujahid, 2012).
3.
Teori Cina
Teori ini mengungkapkan tentang
agama Islam yang disebarkandi Indonesia oleh orang-orang Cina. Mereka bermadhab
Hanafi, pendapat ini disimpulkan oleh salah seorang pegawai Belanda pada masa
pemerintahan kolonial Belanda dulu. Hal
ini diperkuat dengan berita Jepang (784 M), yang menceritakan tentang perjalanan
berita Kashin. (Mujahid, 2012).
Teori ini beranggapan bahwa proses
kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indonesia. Pada masa Hindu Buddha etnis
Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia, terutama melalui
kontak dagang. Bahkan ajaran Islam telah masuk ke Cina pada abad ke-7 M, masa
dimana agama ini baru berkmbang (Budiyanto, 2012).
4.
Teori Persia
Teori
Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia beasal dari daerah
Persia atau Parsi (Iran). Pencetus dari teori inni adalah Hosein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hosein
lebih menitik beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang
berkembang antara masyarakat Parsi dsn Indonesia. Tradisi tersebut antara lain : tradisi
merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syi’ah atas kematian
Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat.
Istilah “tabut” (keranda) diambil
dari bahasa Arab yang ditranslit melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah
ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar
dari JawaTenggah dengan ajaran Sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan
keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai
bertentangan dengan ketauhitan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas
politik dan social. Alasan lain yang dikemukakan Hosein yang sejalan dengan
teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat batu-batu nisan yang
dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan ini adalah bahwa umat
Islam Indonesia menganut mahzab Syafi’i sama seperti kebanyakan muslim (Budiyanto, 2012).
B.
Kondisi Masyarakat Sebelum Masuknya Islam di Sumatera
Sumatera Utara memiiki letak
geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi pelabuhan yang
ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi
salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum masuk agama Islam ke
Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini
dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh,
Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan
oleh Syekh Ismael.
Sama halnya dengan Sumatera Utara,
Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis. Sehingga
pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan menjadi salah
satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak
saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera
Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha. Kerajaan ini
memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya bercorak Buddha,
maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut Agama Buddha.
Letak yang strategis menyebabkan
interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi. Hal ini
membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya dan
mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya. Termasuk
masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman
nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat menghormati
perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang
berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat masuk
dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera
umumnya.
C.
Proses masuknya Islam di Sumatera
Sejak zaman prasejarah, penduduk
kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi
lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan
perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia
Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka, sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama hasil bumi yang dijual disana
menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan
India. Sementara itu, buah pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku,
dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual pada pedagang asing.
Pedagang-pedagang muslim asal
Arab, Persia dan India sudah sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang
sejak abad ke- 7M (abad 1 H). Menurut J.C Van Leur, berdasarkan berbagai cerita
perjalanan dapat diperkirakan bahwa sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di barat
laut Sumatera, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur Barus terkenal. Dari
berita Cina, diketahui bahwa di masa Dinasti Tang (abad ke 9-10). Orang-orang
Ta-shin sudah ada dikanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-shin adalah sebutan untuk
orang-orang Arab dan Persia , yang ketika itu jelas sudah mejadi muslim.
Perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat Internasional antara negeri-negeri di Asia bagian
Barat dan Timur mungkin disebakan oleh kerajaan Islam. Akan tetapi belum ada
bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para
pedagang muslim itu yang beragama Islam. Baru pada zaman-zaman berikutnya
penduduk kepulauan ini, tentu bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni
pedagang muslim itu. Sumber sejarahya Shahih yang memberikan kesaksian sejarah
yang dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di
Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita
asing, baru terdapat ketika “komonitas Islam“ berubah menjadi kekuasaan. Sampai
berdirinya kerajaan-kerajaan itu.
Dari data-data ilmiyah dari
berbagai sumber tersebut tentang masuknya Islam ke Indonesia dapatlah
disimpulkan bahwa perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi
tiga fase yaitu :
Fase pertama, Singgahnya pedagang
Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara, termasuk di Sumatera,
sumbernya adalah berita luar Negeri
terutama Cina.
Fase kedua, Adanya komunitas-komunitas Islam
di beberapa daerah kepulauan Indonesia sumbernya di samping berita-berita
asing, juga makam-makam Islam.
Fase ketiga, Berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam.
D. Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera
1. Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak
berdiri pada abad ke-3 H (9 M). Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar
berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda
khalifah. Kerajaan Perlak didirrikan oleh Sayid Abdul Aziz (Raja Pertama
Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Pada akhir abad ke 12, di pantai timur Sumatera terdapat negara Islam bernama
Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh para pedagang
asingg dari Mesir, Maroko, Persia, Gujarat, yang menetap di wilayah itu sejak
awal abad ke 12. Pendirinya adalah orang Arab suku Quraisy. Pedagang Arab itu
menikah dengan putri pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan tersebut
ia mendapat seorang anak bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz adalah
sultan pertama negeri Perlak. Setelah dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak,
bernama Alaudin Syah. Demikian ia dikenal sebagai sultan Alaidin Syah dari
negeri Perlak.
Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda khalifah
berjumlah 100 orang, yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Mereka
ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga istana. Salah seorang
dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan seorang putri yakni
Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir
Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab Perlak
pada tahun 225 H.
Kerajaan ini mengalami
masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin
Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).Pada masa pemerintahannya,
Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang pendidikan Islam
dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang
Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri
Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang).
Perkawinan ini dengan
parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah.Sultan
Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan
oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692
H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak
disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir
yang adalah Putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini
terlihat dari adanya mata uang sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat
dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan dari tembaga atau kuningan.
2.
Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dan
terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai
belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih menjadi perdebatan para ahli
sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam buku Badri Yatim,
menyatakan bahwa kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan
mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi
daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad
ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan berita dari Ibnu
Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam, yaitu
kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan makam
Sultan Malik Al Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra Pasai.
Malik Al-Saleh, raja pertama
kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan tersebut. Dalam Hikayat
Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah
Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam setelah mendapat mendapatkan seruan
dakwah dari Syaikh Ismail beserta rombongan yang datang dari Mekkah.
Pendapat bahwa Islam sudah
berkembang di sana sejak awal abad ke-13 M, didukung oleh berita China dan
pendapat Ibn Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai pada pertengahan abad ke
14 M (tahun 746 H/1345 M). Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah
menggambarkan Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah,
rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah
menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Zhahir tidak pernah bersikap sombong.
Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan
tempat berkumpul ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi
berbagai masalah keagamaan dan keduniaan. Selain itu, Sultan Maliku Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah
ke berbagai wilayah Nusantara.
Kehidupan masyarakat Samudera
Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam. Pemerintahnya bersifat Theokrasi
(berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk agama Islam. Raja
raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit dan
Malaka.
Selama abad 13 sampai awal abad
16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota dengan bandar pelabuhan yang
sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan
lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan hanya perdagangan ekspor
impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan
mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal
sebagai uang dirham.
3.
Kerajaan Aceh
Kurang diketahui kapan kerajaan
ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, sebagaimana yang dikutip
dalam buku Badri Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas
puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang
membangun kota Aceh Darussalam. Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh
ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali
Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia
berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya,
termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan
kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di
Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera
Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal
sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk menghambat pengaruh Portugis,
kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan dan masukkan ke dalam
wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama
Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan
kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan
Alauddin Riayat Syah. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Aceh
Darussalam semakin meluas sampai di Bengkulu di pantai Barat, seluruh Pantai
Timur Sumatera, dan Tanah Batak di pedalaman. Kegiatan perdagangan berkembang
dengan pesat, terutama dengan Gujarat, Arab, dan Turki.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). Pada masa ini merupakan masa
paling gemilang bagi Aceh, di mana kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran
Islam hampir di seluruh Sumatera.
Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh
Darussalam menjadi salah satu pusat pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh
dibangun masjid Baiturrahman, rumah-rumah ibadah, dan lembaga-lembaga
pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang terkenal, seperti
Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf
As-Sinkili.
4.
Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan
Minangkabau yang merupakan salah satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri,
meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya.
Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347. Dan sekitar
tahun 1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam. Munculnya nama Pagaruyung
sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun dari
beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa
Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut.
Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada
abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang
dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh
Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah
ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada
abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja
Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok
dalam adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang
terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang
artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam
bersendikan pada Al-Quran.
Pengaruh agama Islam membawa perubahan secara fundamental
terhadap adat Minangkabau. Tetapi sejak kapan pengaruh Islam memasuki tubuh
adat Minangkabau secara pasti, masih sukar dibuktikan.
Islam juga membawa pengaruh pada sistem pemerintahan
kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi
dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan nagari Sumpur
Kudus yang mengandung kata kudus yang berasal dari kata Quduus (suci) sebagai
tempat kedudukan Rajo Ibadat dan Limo Kaum yang mengandung kata qaum
jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam.
Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam,
Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu'alim) yang merupakan pengganti dari
istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang dipakai sebelumnya.
E. Bukti-Bukti
Masuknya Islam di Sumatera
Ø Makam Sultan Malik
Al-Saleh
Makam Sultan Malik
Al-Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan
berkembang di daerah Aceh pada abad XIII. Mengingat Malik Al-Salaeh adalah
seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh
jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan Kesultanan Samudera Pasai.
Ø Cerita Marco Polo
Pada tahun 1092, Marco
Polo seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberap tempat
di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venetia ke
negeri Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad XI, Islam telah berkembang di
Sumatera bagian Utara. Ia juga menceriterakan bahwa Islam telah berkembang
sangat pesat diJawa.
Ø Cerita Ibn Battuta
Pada tahun 1345, Ibn
Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia menceriterakan bahwa Sultan Samudera
Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Di samping itu, ia
menceriterakan bahwa Samudera Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat
maju. Di sana, Ibn Battuta bertemu dengan para pedagang dari India, Cina, dan para
pedagang dari Jawa.
Ø Pendapat lain
Beberapa waktu terakhir ini berkembang pendapat baru bahwa Islam sebenarnya
telah datang dan berkembang di kawasan Nusantara pada abad VII-VIII atau abad I
tahun hijrah. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat Indonesia
telah menjalin hubungan dagang dengan bangsa-bangsa India, Cina, dan Arab
(khususnya Persia). Bahkan kalau ditelusur pada awal abad Masehi orang-orang
Yunani telah mengenal Nusantara. Tercatat dalam peta yang disusun oleh
Ptolomeus, nama-nama seperti Tabih, Argue, Posi Lam Wuli, Rommi, dan Lameri.
BAB
III
PENUTUP
Berbagai
teori tentang masuknyaIslam di Indonesia ini terus muncul sampai saat ini,
Fokus ini mengenai tempat asal kedatangan Islam di Indonesia ini, siapa
pembawanya, dan waktu kedatangannya. Ada
beberapa pendapat tentang masuknya Islam di Indonesia ini. Ada teori Makkah,
teori Gujarat, teori Cina, dan teori Persia.
Pada
abad ke-12 situasi dan kondisi politik bahkan ekonomi kerajaan-kerajaan
Indonesia-Hindu pada masa kedatangaan orang-orang muslim ke daerah Sumatera dan
Jawa, Sriwijaya dan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Dan pada waktu
Srwijaya memgalami kemunduran inilah terjadi perluasan Islam di Sumatera.
Kehadiran
Islam secara lebih nyata terjadi sekitar akhir abad 13 M, yakni dengan adanya
makam Sultan Malik al-Saleh, terletak di kecamatan Samudra di Aceh utara. Pada
makam tersebut tertulis bahwa dia wafat pada Ramadhan 696 H/1297 M. Ia
digambarkan sebagai penguasa pertama Kerajaan Samudra Pasai.
Masuknya Islam ke wilayah Nusantara,
khususnya ke Sumatera telah memberikan sebuah warna baru dalam peradaban
diwilayah tersebut. Islam tidak hanya dianggap sebagai sebuah agama saja, akan
tetapi lebih jauh daripada itu, telah mampu memasuki aspek-aspek kehidupan
manusia, salah satunya dalam bidang budaya. Hal ini menyebabkan akulturasi
antara peradaban dengan Islam, dan salah satu hasilnya adalah berupa
kerajaan-kerajaan. Pada tahap selanjutnya, kerajaan-kerajaan inilah yang
berperan penting dalam pembentukan budaya Islam.
B. Saran
Demikian
pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah ini
dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian
dan terima kasih.
Dengan adanya
makalah ini kami berharap para pembaca dapat mempelajari isi dari makalah ini
untuk menambah pengetahuan atau pengamalan dalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam bidang pendidikan.
Kami berharap
ada kritik dan saran yang membangun dari para pembaca apabila dalam makalah
kami terdapat kekurangan ataupun kesalahan guna untuk memotivasi kami untuk
membuat makalah lebih baik baik lagi dan juga lebih bermanfaat bagi setiap
pembacanya.
No comments:
Post a Comment