BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Belajar adalah suatu proses
perubahan pada diri individu yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan
tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya
penerimaanya.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu
didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori belajar
dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar
Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif, (3) Teori Belajar Sosial, dan (4)
Teori Belajar Humanistik.
Dari keempat teori yang telah
disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan dibahas salah satu dari
teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini mempelajari perilaku
belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya.
Untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai pemahaman tentang pengertian belajar menurut teori humanistik ini dan
para tokoh pengamatnya, akan dibahas lebih lanjut di bab selanjutnya.
- RUMUSAN MASALAH
1.1 Pengertian
belajar menurut Teori Humanistik
1.2 Pandangan Kolb
terhadap belajar
1.3 Pandangan Honey
dan Munford terhadap belajar
1.4 Pandangan Bloom
dan Krathwohl terhadap belajar
- TUJUAN
1.1 Mengetahui dan
memahami pengertian belajar menurut Teori Humanistik
1.2 Mengetahui
pandangan Kolb terhadap belajar
1.3 Mengetahui
pandangan Honey dan Munford terhadap belajar
1.4 Mengetahui
pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap belajar
BAB II
TEORI LANDASAN
- TEORI HUMANISTIK
Teori belajar humanistik pada
dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu
proses belajar dapa dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, si pembelajar dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. (Dr. M. Sukardjo& Ukim Komarudin, M.Pd, 2015: 56)
Tujuan utama para pendidik
adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik untuk
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. (Dr. M.
Sukardjo& Ukim Komarudin, M.Pd, 2015: 56)
Menurut aliran humanistik,
para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggidan merencanakan
pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa
psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk
berkembang, untuk menjadi lebih baik, dan juga belajar. (Dr. M. Sukardjo&
Ukim Komarudin, M.Pd, 2015: 56)
- TOKOH-TOKOH TEORI PEMBELAJARAN HUMANISTIK
1. Arthur W. Combs
Makna adalah konsep dasar
yang sering digunakan dalam teori belajar humansitik. Dengan demikian, belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak dapat memaksakan materi
yang tidak disukai atau relevan dengan kehidupan mereka.
Untuk itu, guru harus
memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut,
sehingga apabila ingin mengubah perilaku siswa tersebut, guru harus merubah
keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Combs berpendapat bahwa
banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Dalam hal ini
yang penting ialah bagaimana membawa persipsi siswa untuk memperoleh makna
belajar bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut yang menghubungkan
materi pelajaran dengan kehidupannya sehari-hari.
Combs memberikan lukisan
persipsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu.
Lingkaran kecil adalah gambaran diri persepsi diri dan lingkungan besar adalah
persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri, makin
berkurang pengaruhnya terhadap prilaku. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit
hubungan dengan diri, akan makin mudah hal itu terlupakan oleh siswa. (Dr. M.
Sukardjo& Ukim Komarudin, M.Pd, 2015: 57)
2. Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada
asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal: (1) suatu usaha yang positif
untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berprilaku dalam untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat pelbagai perasaan
takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki , dan sebagainya.
Tetapi di sisi lain,
seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan,keunikan
diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi
dunia luar, dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri.
3. Carl Rogers
Rogers
membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif (kebermaknaan) dan (pengalaman atau
signifikansi). Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan
terpakai, seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki mobil.
Pengalaman atau signifikansi
menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar melalui
pengalaman ini mencakup: keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif,
evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut
Rogers yang terpenting guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran.
(Dr. M. Sukardjo& Ukim Komarudin, M.Pd, 2015: 58)
- PRINSIP-PRINSIP TEORI HUMANISTIK
Selain
itu Teori Humasnistik juga memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai belajar alami.
2. Belajar signifikan terjadi apabila
materi pelajaran dirasakan.
3. Siswa mempunyai relevensi dengan maksud
tertentu.
4. Belajar menyangkut perubahan di dalam
persepsi mengenai dirinya.
5. Tugas belajar yang mengancam diri lebih
mudah dirasakan apabila ancaman itu kecil.
6. Bila ancaman itu rendah terdapat
pengalaman siswa dalam memperoleh cara belajar yang bermakna diperoleh jika
siswa melakukannya.
7. Belajar akan lancar jika siswa
dilibatkan dalam proses belajar .
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya
dapat memberikan hasil yang mendalam.
9. Kepercayaan
pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10. Belajar
sosial adalah adalah belajar mengenai proses belajar. (NurussakinahDaulay,M.Psi,2014:146)
- TUJUAN TEORI PEMBELAJARAN HUMANISTIK
1.
Tujuan
pembelajaran lebih dititikberatkan pada proses belajar daripada hasil belajar
.Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
2.
Merusmuskan
tujuan belajar yang jelas.
3.
Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas,jujur,dan
positif.
4.
Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
5.
Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis ,memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
6.
Siswa
didorong untuk bebas mengemukakan pendapat ,memilih pilihannya sendiri
,melakukan apa yang diinginkan dan menanggung risiko dari perilaku yang
ditunjukan. (NurussakinahDaulay,M.Psi ,2014:145)
7.
BAB III
PEMBAHASAN
- Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik
Menurut teori
humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian kajian psikologi belajar.
Teori humanistik sangat mementingkan si yang dipelajari dari pada proses
belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta
tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain,
teori ini lebih tertarik pada penertian belajar dalam bentuknya yang paling
ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar smebagaimana apa adanya,
seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya. (DR. C. Asri
Budiningsih, 2004: 68)
Dalam pelaksanaannya,
teori humanistik ini
antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.
Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful learning” yang juga
tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakanasmilasi
bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan
keinginan dari pihak si pelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan
baru ke dalam strujtur konitif yang telah dimilikinya. Teori humanstik
berpendapat bahwa belajar apapu dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk
memanusiakan manusia
yaitu mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara
optimal. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 68)
Pemahamanan
terhadap belajar yang diidealkan menjadikan teori humanistik dapat
memanfaatkan teori belajar apapun asal tujuannya untuk memanusiakan manusia.
Hal ini menjadikan teori humanistik bersifat elektik. Tidak dapat disangkal
lagi bahwa setiap pendirian atau pendekatan belajar tertentu akan ada kebaikan
dan ada pula kelemahannya. Dalam arti ini elektisisme bukanlah suatu sistem
dengan membiarkan unsur-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau
aslinya. Teori humanistik akan memanfaatkan teori-teori apapun, asal tujuannya
tercapai, yatu memanusiakan manusia. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 69)
Manusia adalah
makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam menyusun teorinya hanya terpaku
pada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya. Dengan
pertimbangan-pertimbangantertentu setiap ahli melakukan penelitiannya dari
sudut pandangnya masing-masing dan menganggap bahwa keterangannya tentang
bagaimana manusia itu belajar adalah sebagai keterangan yang paling memadai.
Maka akan terdapat berbagai teori tentang belajar sesuai dengan pandangan
masong-masing. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 69)
Dari penalaran
di atas ternyata bahwa perbedaan antara pandangan yang satu dengan pandangan
yang lain sering kali hanya timbul karena perbedaan sudut pandangan semata,
atau kadang-kadang hanya perbedaan aksentuasi. Jadi keterangan atau pandangan
yang berbeda-beda itu hanyalah keterangan mengenai hal yang satu dan sama
dipandang dari sudut yang berlainan. Dengan demikian teori humanistik dengan
pandangannya yang elektik yaitu dengan cara memanfaatkan atau merangkumkan
berbagai teori belajar dengan tujuan untuk
memanusiakan
manusia bukan saja mungkin untuk dilakukan, tetapi justru harus dilakukan. (DR.
C. Asri Budiningsih, 2004: 69)
Secara singkat, pendekatan humanistik dalam
pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,
menekmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketterampilan atau kemampuan
membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan
karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar
dianggap berhasil jika pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun dirinya mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandangan pelakunya, bukan dari sudut pandangan pengamatnya.
- Pandangan KOLB terhadap belajar
Kolb seorang ahli penganut aliran humanistic
membagi tahap-tahap belajar menjadi empat, yaitu:
1. Tahap
Pengalaman Konkrit
Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami
suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat
menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia
belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari peristiwa tersebut. Ia hanya
dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta
menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga
belum dapat memahami mengapa peristiwa
tersebut harus terjadi seperti itu. Kamamupan inilah yang terjadi dan dimiliki
seseorang pada tahap paling awal dalam proses belajar. (DR. C. Asri
Budiningsih, 2004: 70)
2. Tahap
Pengamatan Aktif dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan
semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang
dilaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian
tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa
hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin
berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap
kedua dalam proses belajar. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 70)
3.
Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk
membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur
tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif banyak
dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai
contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang diamati
tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang sama yang dapat
dijadikan dasar aturan bersama. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 71)
4.
Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap tarakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada
tahap ini seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep,
teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi yang nyata. Berpikir deduktif
banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta
konsep-konsep dilapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. (DR. C. Asri
Budiningsih, 2004: 71)
- Pandangan Honey dan Munford terhadap Belajar
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang
belajar kedalam empat macam golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan
reflector, kelompok teoris dan golongan pragmatis.
1. Kelompok Aktivis
Orang-orang yang tergolong dalam kelompok
aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif
dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman
baru. Orang-orang tipe ini mudah untuk diajak berdialog, memiliki pemikiran
terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya. Namun dalam
melakukan tindakan sering kali kurang mempertimbangkan secara matang dan lebih
banyak didorong oleh kesenangannya untuk melibatkan diri. Dalam kegiatan
belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sifatnya
penemuan-penemuan baru, seperti pemikiran baru, pengalaman baru. Namun mereka
cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama. (DR. C. Asri
Budiningsih, 2004: 72)
2.
Kelompok
Reflektor
Mereka yang termasuk kelompok ini
kecendrungan berlawanan dengan kelompok Aktivis. Dalam melakukan tindakan,
orang-orang tipe reflector sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
Pertimbangan baik-buruk, untung-rugi, selalu diperhitungkan dengan cermat dalam
memutuskan sesuatu. Orang-orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga
cenderung bersifat konservatif. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 72)
3.
Kelompok Teoris
Orang-orang tipe theorist memiliki
kecenderungan yang sangat kritis. Mereka suka menganalisis, berpikir rasional
dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu dikembalikan kepada teori dan
konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian
yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan memutuskan sesuatu kelompok teoris penuh dengan pertimbangan,
sangat skeptif dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. (DR. C. Asri
Budiningsih, 2004: 72-73)
4.
Kelompok
Pragmatis
Orang-orang tipe pragmatis memiliki
sifat-sifat yang praktis. Mereka tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil dan sebagainya. Bagi mereka yang
penting adalah aspek-aspek praktis. Sesuatu hanya bermanfaat jika dipraktikkan.
Bagi mereka, sesuatu adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan
bermanfaat dalam kehidupan. (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 73)
- Pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap Belajar
Bloom dan
Krathwohl juga
termasuk penganut aliran humanis. Mereka lebih menekankan perhatiannya pada apa
yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui
peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum ke
dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Melalui
taksonomi Bloom inilah telah brhasil memberikan ispirasi kepada banyak pakar
pendidikan dalam mengembangkan teori-teori maupun praktek pembelajaran. Pada
tataran praktis, taksonomi Bloom ini telah membantu para pendidik dan guru
untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang
mudah dipahami. Berpijak pada taksonomi Bloom ini pula para praktisi pendidikan
dapat merancang program-program pembelajarannya. Setidaknya di Indonesia,
taksonomi Bloom ini telah banyak dikenal dan paling populer di lingkungan
pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom adalah sebagai
berikut: (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 74-75).
1.
Domain koognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu
:
1.1 Pengetahuan
(mengingat, menghafal)
1.2 Pemahaman
(menginterprestasikan)
1.3 Aplikasi
(menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)
1.4 Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
1.5 Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh
1.6 Evaluasi
(membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb.)
(DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 75)
2. Domain
psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1.1 Peniruan
(menirukan gerak)
1.2 Penggunaan
(menggunakan konsep untuk melakukan gerak
1.3 Ketepatan
(melakukan gerak dengan benar)
1.4 Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
1.5 Naturalisasi
(melakukan gerak secara wajar)
(DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 75)
3.
Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu :
1.1 Pengalaman
(ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
1.2 Merespon
(aktif berprtisipasi)
1.3 Penghargaan
(menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu)
1.4 Pengorganisasan
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
1.5 Pengamalan
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya) (DR. C. Asri Budiningsih, 2004: 75)
BAB IV
PENUTUP
- SIMPULAN
Menurut Teori humanistik tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, siswa telah mampu
mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori Humanistik cenderung bersifat
eklektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya
tercapai.
Beberapa tokoh aliran Humanistik diantaranya adalah:
1.
Kolb, dengan konsepnya tentang empat
tahap dalam belajar, yaitu; pengalaman konkret, pengamatan aktif dan reflektif,
konseptualisasi, dan eksperinmentasi aktif.
2.
Honey dan Mumford, menggolongkan siswa
menjadi empat golongan, yaitu; aktifis, reflektor, teoris, dan pragmatis.
3.
Bloom dan Krathwohl, dengan 3 kawasan tujuan
belajar, yaitu; kognitif, psikomotor, dan afektif.
DAFTAR PUSTAKA
C. Asri Budiningsih. 2004, Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.
M. Sukardjo dan Ukim Komarudin. 2015,
Landasan
Pendidikan Konsep & Aplikasinya,
Jakarta: Rajawali Pers.
Nurussakinah Daulay. 2014, PENGANTAR PSIKOLOGI & PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG PSIKOLOGI, Jakarta: Phenadamedia Group
No comments:
Post a Comment