Popular Posts

Wednesday, November 17, 2021

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)”

 

 

A.    Latar Belakang

Abad ke-21 ini, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat dipandang dan seyogyanya berfungsi sebagai alat untuk membangun SDM yang bermutu tinggi adalah pendidikan.

“Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan” (Syah, 2010:10).

Pendidikan Nasional pada saat ini bertujuan untuk menciptakan manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang cerdas, sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan, harkat, dan martabatnya. Searah dengan hal tersebut di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB II pasal 3 menyatakan bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2010:6).

Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, tentunya diperlukan manusia-manusia yang berkualitas. Hal ini dapat ditempuh melalui jalur pendidikan, yaitu dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Melalui ini anak dapat dididik agar menjadi cerdas dan memperoleh prestasi yang baik, sehingga akhirnya mereka tergolong menjadi manusia yang berkualitas (Depdiknas, 2008:6).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 tahun 2004, yakni kualitas manusia yang dibutuhkan bangsa indonesia pada masa depan adalah mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain. Kualitas manusia indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu oleh pendidik profesional.

Tugas pendidik yang berlangsung disekolah adalah mengembangkan manusia menjadi subjek yang aktif yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dimilikinya agar mereka dapat hidup dan dapat mengembangkan kehidupannya di masyarakat yang selalu berubah. Semua itu hanya mungkin terjadi manakala guru sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses pendidikan di sekolah memahami siswa sebagai makhluk yang unik, yang berbeda dengan makhluk lainnya dimuka bumi ini (Sanjaya, 2006:252).

Proses belajar mengajar bukan hanya melingkupi aktivitas dari segi aspek fisik semata yang perlu dikembangkan oleh guru tetapi juga mencakup aspek mental siswa, dalam belajar siswa dilatih untuk berani bertanya, mengajukan pendapat, berdiskusi dengan siswa yang lain, selain dari membaca, menulis dan mencatat hal-hal penting yang disampaikan oleh guru dan mengerjakan tugas, sehingga aktivitas fisik dan mentalnya dapat dilatih.

Untuk penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, maka pemerintah dalam hal ini menteri pendidikan nasional mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Kompetensi Lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan, tidak terkecuali mata pelajaran IPA pada SD/MI. (Depdiknas, 2006: 58).

Mata Pelajaran IPA (Sains) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD. Secara umum istilah sains memiliki arti sebagai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sains didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, secara khusus istilah sains dimaknai sebagai Ilmu Pengetahuan Alam atau “Natural Science”. Menurut conant sains diartikan sebagai bangunan atau deretan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi Cambell mendifinisikan sains sebagai pengetahuan yang bermanfaat dan cara bagaimana atau metode untuk memperolehnya (Penyusun, 2007:35).

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah (KTSP, 2006:106), di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran IPA dan diarahkan pada pengalaman untuk merancang dan memuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja secara ilmiah. Hal ini seperti dinyatakan dalam tujuan pembelajaran IPA pada standar isi KTSP tahun 2006 pada kutipan berikut, bahwa :

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, sereta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Siswa seringkali mengalami kesulitan pada mata pelajaran IPA disebabkan karena pembelajaran masih menekankan pada konsep-konsep yang terdapat di dalam buku, belum memanfaatkan pendekatan, model dan media dalam pembelajarannya, serta pembelajaran masih bersifat monoton. Hal ini membuat pembelajaran tidak efektif dan efisien, karena siswa kurang termotivasi terhadap pelajaran yang disampaikan, maka pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa yang menyebabkan menurunnya atau rendahnya hasil belajar siswa.

Keadaan seperti ini jika dibiarkan akan membawa dampak negatif bagi siswa, dampak negatif tersebut antara lain siswa kurang berminat untuk mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh guru, yang akan mempengaruhi prestasi dan hasil belajar belajarnya. Oleh karena itu dikhawatirkan mutu dari pendidikan di sekolah akan menurun. Dari masalah yang ada diharapkan ada model atau metode yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa dengan lebih bisa mendayagunakan siswa untuk aktif dan semangat dalam mengikuti pelajaran, jadi siswa dapat memperoleh hasil yang diinginkan.

Pembelajaran kooperatif (cooperatif learing) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kalaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran dituntut interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa, dan siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan adanya komunikasi banyak arah yang memungkinkan akan terjadinya aktivitas dan kreativitas yang diharapkan. (Rusman, 2012:202) menurut Shaw satu ciri yang dipunyai oleh semua kelompok yaitu anggotanya saling mempengaruhi antara satu dengan lain (Suprijono, 2012:57).

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan guru dalam memecahkan masalah mata pelajaran IPA adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif (berkelompok), dimana guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen. Siswa yang pandai (sudah mengerti dengan materi yang dipelajari) mengajari temannya yang belum mengerti. Kemudian diadakan kuis yang mana setiap siswa tidak boleh saling membantu untuk mengetahui apakah siswa telah memahami materi yang dipelajari. Sehingga diharapkan dalam penerapan pembelajaran seperti ini akan meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa, dan dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa” (Depdiknas, 2010:6). Lebih dari itu, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini sesuai dengan psikologi perkembangan bahwa pengelompokan sosial dan prilaku sosial pada masa kanak-kanak sering ditandai dengan adanya minat terhadap aktifitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

                 

Agus, Suprijono. (2012). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Sekolah Dasar / MI. Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Dikmenum Depdiknas.

Depdiknas. (2010). Model Pembelajaran IPS. Malang : Pusat Kurikulum Baltibang Depdiknas.

Rusman. (2012). Model – Model Pembelajaran. Depok : PT Rajagrafindo Persada.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Tim Penyusun KBBI. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

No comments:

Post a Comment