Tugas Sistem Pemerintahan Desa
MKBC-606
Dosen Pengajar : Dra Hj.Sandra Bhakti M., M.Si.
Drs. Apriansyah, M.Si.
Disusun Oleh
Vicka Rayiagie June (D1B112012)
Muhammad Ridhoni (D1B112026)
Abid Harsono (D1B112057)
Rabiatul Adawiah (D1B112203)
Lia Masliah (D1B112201) tidak hadir saat
diskusi
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa)
Desa memiliki hak membentuk Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes atau BUM Desa). Sesunguhnya sinyal itu mulai muncul
pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun, BUM Desa mulai menjamur setelah
secara eksplisit tertera dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
cukup besar. Kementerian/Lembaga juga sudah mulai meresponnya dengan melibatkan
BUM Desa dalam program/kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat desa. Kendati
demikian upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah ini dinilai belum optimal. Lahirnya
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa diharapkan dapat menjadi sumber
spirit baru BUM Desa.
1.
Pengertian
BUMDesa
Pada
pasal 1 ayat 6 UU nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa,
yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat
Desa.
Menurut
Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (2007), Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan
pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk
berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
Sebagai
salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki
perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan
dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan kesejahteraan warga desa.
Disamping
itu, supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat
mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat
Terdapat 7 (tujuh) ciri utama yang
membedakan BUMDes dengan lembaga ekonomi komersial pada umumnya yaitu[1]:
a.
Badan usaha ini
dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;
b.
Modal usaha bersumber
dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%) melalui penyertaan modal (saham atau
andil);
c.
Operasionalisasinya
menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom);
d.
Bidang usaha yang
dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar;
e.
Keuntungan yang
diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal)
dan masyarakat melalui kebijakan desa (villagepolicy);
f.
Difasilitasi oleh
Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;
g.
Pelaksanaan
operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD,anggota).
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpukan bahwa yang dimaksud dengan BUMDes adalah suatu badan usaha yang
didirikan atau dibentuk secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa dan
pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam rangka
memperoleh keuntungan bersama sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa.
2.
Tujuan
Pendirian BUMDes
Empat tujuan utama pendirian BUMDes
adalah:
a. Meningkatkan
perekonomian desa;
b. Meningkatkan
pendapatan asli desa;
c. Meningkatkan pengolahan
potensi desa sesuai
dengan kebutuhan masyarakat;
d. Menjadi tulang
punggung pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi pedesaan.
Pendirian dan
pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes)
adalah merupakan perwujudan dari
pengelolaan ekonomi produktif
desa yang dilakukan secara kooperatif, partisipatif,
emansipatif, transparansi, akuntabel, dan sustainable.
Oleh karena itu,
perlu upaya serius
untuk menjadikan pengelolaan badan
usaha tersebut dapat
berjalan secara efektif,
efisien, profesional dan mandiri.
Untuk
mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan
konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang
dikelola masyarakat dan
Pemdes. Pemenuhan kebutuhan
ini diupayakan tidak memberatkan
masyarakat, mengingat BUMDes
akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi
desa.
Lembaga ini juga dituntut mampu
memberikan pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga
dan pelayanan yang berlaku standar pasar.
Artinya terdapat mekanisme
kelembagaan/tata aturan yang disepakati bersama, sehingga
tidak menimbulkan distorsi
ekonomi di pedesaan disebabkan usaha
yang dijalankan oleh
BUMDes. Dinyatakan di
dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa. Maksud kebutuhan dan potensi desa adalah:
a.
Kebutuhan masyarakat
terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;
b.
Tersedia sumberdaya
desa yang belum
dimanfaatkan secara optimal terutama kekayaan desa dan terdapat
permintaan di pasar;
c.
Tersedia sumberdaya
manusia yang mampu
mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian
masyarakat;
d.
Adanya unit-unit
usaha yang merupakan
kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial
dan kurang terakomodasi;
BUMDes merupakan
wahana untuk menjalankan
usaha di desa.
Apa yang dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang
meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:
a. Usaha jasa
keuangan, jasa angkutan
darat dan air,
listrik desa, dan
usaha
b. sejenis
lainnya;
c. Penyaluran
sembilan bahan pokok ekonomi desa;
d. Perdagangan
hasil pertanian meliputi tanaman pangan,
e. perkebunan,
peternakan, perikanan, dan agrobisnis;
f. Industri
dan kerajinan rakyat.
Keterlibatan pemerintah
desa sebagai penyerta
modal terbesar BUMDes
atau
sebagai pendiri
bersama masyarakat diharapkan
mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal
(SPM), yang diwujudkan
dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas
intervensi yang merugikan
dari pihak ketiga
(baik dari dalam maupun
luar desa). Demikian
pula, pemerintah desa
ikut berperan dalam pembentukan BUMDes
sebagai badan hukum
yang berpijak pada tata
aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang
terbangun di masyarakat desa.
Pengaturan
lebih lanjut mengenai
BUMDes diatur melalui
Peraturan Daerah (Perda) setelah
memperhatikan peraturan di
atasnya. Melalui mekanisme self help dan
member-base, maka BUMDes
juga merupakan perwujudan partisipasi masyarakat
desa secara keseluruhan,
sehingga tidak menciptakan model usaha yang dihegemoni oleh
kelompok tertentu ditingkat desa. Artinya, tata aturan ini terwujud dalam
mekanisme kelembagaan yang solid. Penguatan kapasitas kelembagaan
akan terarah pada
adanya tata aturan
yang mengikat seluruh
anggota.
Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendirian BUMDes adalah
sebagai suatu badan
usaha yang dapat memberdayakan berbagai
potensi usaha masyarakat
di desa, mendukung pelaksanaan pembangunan di desa dan
menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan.
Aktivitas yang harus dilakukan
dalam persiapan pendirian BUMDes, meliputi:
1. Mendisain
struktur organisasi
BUMDes merupakan sebuah organisasi,
maka diperlukan adanya struktur
organisasi yang menggambarkan
bidang pekerjaan apa
saja yang harus tercakup di
dalam organisasi tersebut.
Bentuk hubungan kerja
(instruksi, konsultatif, dan pertanggunganjawab) antar
personil atau pengelola BUMDes.
2. Menyusun
job deskripsi (gambaran pekerjaan)
Penyusunan job deskripsi bagi
setiap pengelola BUMDes diperlukan agar dapat
memperjelas peran dari
masing-masing orang. Dengan
demikian, tugas, tanggungjawab, dan
wewenang pemegang jabatan
tidak terjadi duplikasi yang
memungkinkan setiap jabatan/pekerjaan yang
terdapat di dalam BUMDes diisi
oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya.
3. Menetapkan
sistem koordinasi
Koordinasi adalah
aktivitas untuk menyatukan
berbagai tujuan yang bersifat
parsial ke dalam
satu tujuan yang
umum. Melalui penetapan sistem koordinasi yang baik
memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas desa berjalan
efektif.
4. Menyusun
bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga
Kerja sama
dengan pihak ketiga
apakah menyangkut transaksi
jual beli atau simpan
pinjam penting diatur
ke dalam suatu
aturan yang jelas
dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak
ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUMDes.
5. Menyusun
pedoman kerja organisasi BUMDes
Agar semua
anggota BUMDes dan
pihak-pihak yang berkepentingan memahami aturan
kerja organisasi. Maka
diperlukan untuk menyusun AD/ART BUMDes
yang dijadikan rujukan
pengelola dan sesuai
dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes.
6. Menyusun
desain sistem informasi
BUMDes merupakan lembaga ekonomi
desa yang bersifat terbuka. Untuk itu,
diperlukan penyusunan desain
sistem pemberian informasi
kinerja BUMDes dan aktivitas lain
yang memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat umum.
Sehingga keberadaannya sebagai
lembaga ekonomi desa memperoleh
dukungan dari banyak pihak.
7. Menyusun
rencana usaha (business plan)
Penyusunan rencana
usaha penting untuk
dibuat dalam periode
1 sampai dengan 3
tahun. Sehingga para
pengelola BUMDes memiliki
pedoman yang jelas apa
yang harus dikerjakan
dan dihasilkan dalam
upaya mencapai tujuan yang
ditetapkan dan kinerjanya
menjadi terukur. Penyusunan rencana
usaha dibuat bersama
dengan Dewan Komisaris BUMDes.
8. Menyusun
sistem administrasi dan pembukuan
Bentuk administrasi dan pembukuan
keuangan harus dibuat dalam format yang
mudah, tetapi mampu
menggambarkan aktivitas yang
dijalankan BUMDes. Hakekat dari
sistem administrasi dan
pembukuan adalah pendokumentasian
informasi tertulis berkenaan dengan aktivitas BUMDes yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dan secara
mudah dapat ditemukan, disediakan ketika diperlukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.
9. Melakukan
proses rekruitmen
Untuk menetapkan
orang-orang yang bakal
menjadi pengelola BUMDes
dapat dilakukan secara
musyawarah. Namun pemilihannya
harus didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria itu dimaksudkan agar
pemegang jabatan di BUMDes
mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan
baik. Untuk itu, persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUMDes
penting dibuat oleh Dewan
Komisaris. Selanjutnya dibawa
ke dalam forum rembug
desa untuk disosialisasikan dan
ditawarkan kepada masyarakat. Proses selanjutnya
adalah melakukan seleksi
terhadap pelamar dan memilih serta menetapkan orang-orang yang
paling sesuai dengan kriteria yang dibuat.
10. Menetapkan
sistem penggajian dan pengupahan
Agar pengelola BUMDes termotivasi
dalam menjalankan tugas- tugasnya, maka
diperlukan adanya sistem
imbalan yang dirasakan
bernilai. Pemberian imbalan bagi
pengelola BUMDes dapat
dilakukan dengan berbagai macam
cara seperti, pemberian
gaji yang berarti
pengelola BUMDes menerima sejumlah
uang dalam jumlah
yang tetap setiap bulannya. Pemberian upah yang
didasarkan pada kerja borongan. Sehingga jumlah
yang diterima dapat
bervariasi tergantung dari
banyak sedikitnya beban pekerjaan
yang harus diselesaikan
melalui cara penawaran. Pemberian insentif jika pengelola
mampu mencapai target yang ditetapkan selama
periode tertentu. Besar
kecilnya jumlah uang
yang dapat dibayarkan kepada
pengelola BUMDes juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan yang
kemungkinan dapat dicapai.
Pemberian imbalan kepada pengelola BUMDes
harus semenjak awal
disampaikan agar mereka memiliki tanggungjawab
dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebab pemberian imbalan
merupakan ikatan bagi
setiap orang untuk
memenuhi kinerja yang diminta.
Berdasarkan uraian
di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
upaya pengembangan dan pengelolaan
BUMDes harus dilaksanakan
dengan langkah-langkah yang terencana serta terpadu antara satu dengan
yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
3.
Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Menurut Pusat
Kajian Dinamika Sistem
Pembangunan (2007), pengelolaan BUMDes harus
diljalankan dengan menggunakan
prinsip kooperatif,
partisipatif, emansipatif, transparansi,
akuntable, dan sustainable,
dengan mekanisme member-base dan self
help yang dijalankan
secara profesional, dan mandiri.
Berkenaan dengan hal
itu, untuk membangun
BUMDes diperlukan informasi yang
akurat dan tepat
tentang karakteristik ke-lokal-an, termasuk ciri
sosial-budaya masyarakatnya dan
peluang pasar dari
produk (barang dan jasa) yang dihasilkan.
BUMDes sebagai
badan usaha yang dibangun
atas inisiatif masyarakat
dan menganut asas mandiri, harus mengutamakan perolehan modalnya berasal
dari masyarakat dan Pemdes.
Meskipun demikian, tidak
menutup kemungkinan BUMDes dapat
memperoleh modal dari
pihak luar, seperti
dari Pemerintah Kabupaten atau
pihak lain, bahkan
dapat pula melakukan
pinjaman kepada pihak ke
tiga, sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pengaturan lebih lanjut mengenai BUMDes tentunya akan diatur
melalui Peraturan Daerah (Perda).
BUMDes didirikan
dengan tujuan yang
jelas. Tujuan tersebut,
akan direalisir diantaranya dengan
cara memberikan pelayanan
kebutuhan untuk usaha produktif terutama bagi
kelompok miskin di
pedesaan, mengurangi praktek ijon
(rente) dan pelepasan
uang, menciptakan pemerataan
kesempatan berusaha, dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
Hal penting
lainnya adalah BUMDes
harus mampu mendidik
masyarakat membiasakan menabung, dengan
cara demikian akan
dapat mendorong pembangunan ekonomi
masyarakat desa secara
mandiri. Pengelolaan BUMDes, diprediksi
akan tetap melibatkan
pihak ketiga yang
tidak saja berdampak pada
masyarakat desa itu sendiri,
tetapi juga masyarakat
dalam cakupan yang lebih luas (kabupaten). Oleh sebab itu, pendirian
BUMDes yang diinisiasi oleh masyarakat harus tetap mempertimbangkan keberadaan
potensi ekonomi desa yang
mendukung, pembayaran pajak
di desa, dan
kepatuhan masyarakat desa terhadap
kewajibannya. Kesemua ini
menuntut keterlibatan pemerintah
kabupaten.
Karakteristik masyarakat
desa yang perlu
mendapat pelayanan utama
BUMDes adalah:
1) Masyarakat desa
yang dalam mencukupi
kebutuhan hidupnya berupa pangan, sandang dan
papan, sebagian besar
memiliki matapencaharian di sektor
pertanian dan melakukan kegiatan
usaha ekonomi yang
bersifat usaha informal;
2) Masyarakat desa
yang penghasilannya tergolong
sangat rendah, dan
sulit menyisihkan sebagian penghasilannya untuk
modal pengembangan usaha selanjutnya;
3) Masyarakat desa
yang dalam hal
tidak dapat mencukupi
kebutuhan hidupnya sendiri, sehingga
banyak jatuh ke
tangan pengusaha yang memiliki modal lebih kuat;
4) Masyarakat desa
yang dalam kegiatan
usahanya cenderung diperburuk oleh sistem
pemasaran yang memberikan
kesempatan kepada pemilik modal
untuk dapat menekan
harga, sehingga mereka
cenderung memeras dan menikmati
sebagian besar dari hasil kerja masyarakat desa.
Berdasarkan penjelasan
di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
BUMDes sangat bermanfaat bagi
masyarakat desa, baik
memiliki usaha produktif maupun yang
belum memiliki untuk
sama-sama mengembangkan ekonomi masyarakat desa secara
bersama-sama.
Karakter BUMDes
sesuai dengan ciri-ciri
utamanya, prinsip yang
mendasari,
mekanisme dan
sistem pengelolaanya. Secara
umum pendirian BUMDes
dimaksudkan untuk:
a.
Meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat (standar pelayanan minimal), agar berkembang usaha masyarakat
di desa.
b.
Memberdayakan desa
sebagai wilayah yang
otonom berkenaan dengan usaha-usaha produktif bagi upaya
pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan PADesa.
c.
Meningkatkan kemandirian
dan kapasitas desa
serta masyarakat dalam melakukan
penguatan ekonomi di desa.
Berdasarkan penjelasan
di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
BUMDes memiliki peran yang
penting dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat desa
dan sebagai kontribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa sehingga
menunjang program pembangunan di desa.
Prinsip-prinsip
pengelolaan BUMDes penting untuk dielaborasi atau diuraikan
agar difahami dan dipersepsikan
dengan cara yang sama oleh pemerintah desa,
anggota (penyerta modal), BPD,
Pemkab, dan masyarakat. Terdapat 6 (enam)
prinsip dalam mengelola BUMDes
yaitu:
1.
Kooperatif
Semua komponen
yang terlibat di
dalam BUMDes harus mampu melakukan kerjasama
yang baik demi
pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya. BUMDes
merupakan pilar kegiatan
ekonomi di desa
yang berfungsi sebagai lembaga
sosial (social institution)
dan komersial (commercial institution) sehingga
membutuhkan kerjasama yang
sinergis antara pengurus, pemerintah
desa, masyarakat serta
instansi terkait. BUMDes sebagai lembaga
sosial berpihak kepada
kepentinganmasyarakat melalui
kontribusinya dalam penyediaan
pelayanan sosial. Sedangkan
sebagai lembaga komersial bertujuan
mencari keuntungan melalui
penawaran sumberdaya lokal (barang
dan jasa) ke
pasar. Dalam menjalankan usahanya prinsip kooperatif harus selalu ditekankan. BUMDes
sebagai badan hukum, dibentuk
berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang
terbangun di masyarakat desa.
2.
Partisipatif
Semua
komponen yang terlibat
di dalam BUMDes
harus bersedia secara sukarela atau
diminta memberikan dukungan
dan kontribusi yang
dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes.
Partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan BUMDes sangat diharapkan dan peran pemerintah
dalam melakukan sosialisasi dan
penyadaran kepada masyarakat desa
melalui pemerintah provinsi
dan/atau pemerintah
kabupaten tentang arti
penting berpartisipasi dalam
BUMDes bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Melalui pemerintah
desa masyarakat dimotivasi,
disadarkan dan dipersiapkan
untuk membangun kehidupannya
sendiri.
BUMDes sebagai
suatu lembaga ekonomi
modal usahanya dibangun
atas inisiatif masyarakat dan
menganut prinsip partisipasi.
Ini berarti pemenuhan modal
usaha BUMDes harus
bersumber dari masyarakat.
Meskipun demikian,
tidak menutup kemungkinan
BUMDes dapat mengajukan pinjaman
modal kepada pihak
luar, seperti dari
Pemerintah Desa atau pihak
lain, bahkan melalui
pihak ketiga. Ini
sesuai dengan peraturan per
undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 213 ayat
3). Penjelasan ini
sangat penting untuk
mempersiapkan pendirian BUMDes,
karena implikasinya akan bersentuhan dengan
pengaturannya dalam Peraturan
Daerah (Perda) maupun Peraturan
Desa (Perdes).
3.
Emansipatif
Semua komponen
yang terlibat di
dalam BUMDes harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan,
suku, dan agama.
Mekanisme operasionalisasi BUMDes diserahkan sepenuhnya
kepada masyarakat desa tanpa
memandang latar belakang
perbedaan apapun. Untuk itu,
masyarakat desa perlu
dipersiapkan terlebih dahulu
agar dapat menerima gagasan
baru tentang lembaga
ekonomi yang memiliki
dua fungsi yakni bersifat sosial
dan komersial. Dengan tetap berpegang
teguh pada karakteristik desa
dan nilai-nilai yang
hidup dan dihormati.
Maka persiapan yang dipandang
paling tepat adalah
berpusat pada sosialisasi, pendidikan, dan
pelatihan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap
peningkatan standar hidup masyarakat desa.
4.
Transparan
Aktivitas
yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui
oleh segenap lapisan
masyarakat dengan mudah
dan terbuka. Transparansi dalam
pengelolaan BUMS sangat
diperlukan mengingat BUMDes merupakan lembaga ekonomi
yang beroperasi di pedesaan di mana nilai-nilai
yang harus dikembangkan
adalah kejujuran dan keterbukaan. Kinerja
BUMDes mampu memberikan
kontribusi yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya tidak
berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan
terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.
Keberadaan BUMDes
diharapkan mampu mendorong
dinamisasi kehidupan ekonomi di
pedesaan. Peran pemerintah
desa adalah membangun relasi
dengan masyarakat untuk
mewujudkan pemenuhan standar pelayanan
minimal sebagai bagian
dari upaya pengembangan komunitas (development based
community) desa yang
lebih berdaya dan memenuhi
prinsip transparansi dalam pengelolaannya.
5.
Akuntabel
Seluruh
kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun
administratif. Pendirian dan
pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) adalah merupakan perwujudan
dari pengelolaan ekonomi
produktif desa yang dilakukan secara
akuntabel. Oleh karena
itu, perlu upaya
serius untuk menjadikan pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan
secara efektif, efisien, professional,
mandiri dan
bertanggungjawab. Untuk
mencapai tujuan BUMDes
dilakukan dengan cara
memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui
pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes. Pemenuhan kebutuhan
ini diupayakan tidak
memberatkan masyarakat, mengingat
BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi
desa. Lembaga ini
juga dituntut mampu memberikan pelayanan
kepada non anggota
(di luar desa)
dengan menempatkan harga dan
pelayanan yang berlaku
standar pasar. Artinya terdapat mekanisme
kelembagaan/tata aturan yang
disepakati bersama, sehingga tidak
menimbulkan distorsi ekonomi
di pedesaan disebabkan usaha yang dijalankan oleh
BUMDes.
6.
Sustainabel
Kegiatan usaha
harus dapat dikembangkan
dan dilestarikan oleh masyarakat dalam
wadah BUMDes. BUMDes
didirikan dengan tujuan yang jelas yaitu pemberdayaan ekonomi
masyarakat desa.
Tujuan tersebut,
akan dicapai diantaranya dengan
cara memberikan pelayanan kebutuhan
untuk usaha produktif
terutama bagi kelompok miskin di pedesaan, mengurangi
praktek ijon (rente) dan pelepasan uang,
menciptakan pemerataan kesempatan
berusaha, dan meningkatkan pendapatan masyarakat
desa. Hal penting
lainnya adalah BUMDes
harus mampu mendidik masyarakat
membiasakan menabung, dengan
cara demikian akan dapat mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa secara mandiri dan
berkelanjutan.
Terkait dengan
implementasi Alokasi Dana
Desa (ADD), maka
proses penguatan ekonomi desa
melalui BUMDes diharapkan
akan lebih berdaya. Hal ini disebabkan adanya penopang
yakni dana anggaran desa yang semakin besar.
Sehingga memungkinkan ketersediaan
permodalan yang cukup
untuk pendirian BUMDes. Jika
ini berlaku sejalan,
maka akan terjadi
peningkatan PADesa yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan
pembangunan desa.
Berdasarkan uraian
di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
hal yang penting dalam
upaya penguatan ekonomi
desa adalah memperkuat
kerjasama, membangun kebersamaan/menjalin kerekatan
disemua lapisan masyarakat desa, sehingga
itu menjadi daya
dorong (steam engine)
dalam upaya
pengentasan kemiskinan,
pengangguran, dan membuk akses pasar.
4.
Prinsip-Prinsip
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Prinsip-prinsip pengelolaan
Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) yang dimaksud
dalam penelitian ini
adalah mengacu pada Pedoman
Umum Good Corporate Governance (GCG) Indonesia Tahun 2006 sebagai berikut:
1.
Transparansi
(Transparency)
Untuk menjaga
obyektivitasnya dalam menjalankan
bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses
dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga
hal yang penting untuk
pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Prinsip transparansi dilaksanakan pengurus BUMDes
Wirakarya dengan menyediakan
informasi yang material
dan relevan dengan
cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh anggota dan masyarakat
2.
Akuntabilitas
(accountability) Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu
perusahaan harus dikelola
secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan
pemegang saham dan
pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas
merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Prinsip akuntabilitas dilaksanakan pengurus
BUMDes Wirakarya mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar.
3.
Responsibilitas
(Responsibility)
Perusahaan harus
mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawab terhadap masyarakat
dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
Prinsip responsibilitas dilaksanakan
pengurus BUMDes Wirakarya melaksanakan usaha sesuai
dengan peraturan undang-undang
serta melaksanakan usaha untuk memelihara kesinambungan usaha
4.
Independensi
(Independency)
Untuk melancarkan
pelaksanaan asas GCG,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga
masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain. Prinsip
independensi dilaksanakan pengurus
BUMDes Wirakarya mengelola usaha
secara independen dan
tidak ada dominasi
usaha dan diintervensi oleh pihak
lain.
5.
Kewajaran dan
Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Prinsip
kewajaran dan kesetaraan
dilaksanakan pengurus BUMDes Wirakarya dengan operasionalisasi kegiatan
yang berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
5.
Uraian
UU Nomor 6 Tahun 2014
Undang-undang
No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa.
BUM Desa yang merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa
dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal,
yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa
Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang
dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat
dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa
disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
BUM Desa
dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan masyarakatnya secara
lebih proporsional. Bila bercermin kepada peran Pemerintah Desa dalam
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat selama ini, maka melalui model BUM
Desa ini diharapkan terjadi revitalisasi peran Pemerintah Desa dalam
pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan masyarakat.
Secara teknis
BUM Desa yang ada sekarang masih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6
Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa
mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam
pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUM Desa dapat menjadi
instrumen dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal
yang berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pendapatan desa.
Saat ini BUM
Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesusai dengan
kebutuhan dan potensi desa. Adapun jenis-jenis usaha tersebut meliputi: 1) jasa
2) penyaluran sembilan bahan pokok, 3) perdagangan hasil pertanian; dan/atau 4)
industri kecil dan rumah tangga.
Contoh dari
usaha jasa adalah jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa
konstruksi, dan jasa energi. Usaha penyaluran sembilan bahan pokok, antara lain
beras, gula, garam, minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lainnya
yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Usaha perdagangan hasil
pertanian meliputi jagung, buah-buahan, dan sayuran. Terakhir usaha industri
kecil dan rumah tangga, seperti makanan, minuman, kerajinan rakyat, bahan bakar
alternatif, dan bahan bangunan.
Jenis usaha yang
banyak diusahakan oleh BUM Desa yang sudah ada sekarang baru jenis usaha jasa,
itupun baru sebatas jasa keuangan mikro. Dari ketentuan yang ada, BUM Desa
dapat mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa. Sebagai rintisan, unit usaha keuangan mikro sangat potensial dijadikan
cikal bakal pembentukan BUM Desa. Strategi inilah yang tampaknya dikembangkan
oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Dalam hal ini, keberadaan
UED-SP (Usaha Ekonomi Desa–Simpan Pinjam) yang sehat menjadi syarat pembentukan
BUM Desa di Kabupaten Rokan Hulu.
Di Pusat salah
satunya Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang memiliki komitmen
untuk mengembangkan lembaga perekonomian desa, termasuk BUM Desa. Sejak tahun
2009 KPDT telah memberikan kepercayaan kepada BUM Desa untuk mengelola Moda
Transportasi yang diadakan melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan
Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT). Hal ini ditegaskan dalam Petunjuk
Teknis DAK SPDT yang dikeluarkan oleh KPDT.
Salah satu
target yang ingin dicapai dari keberadaan sarana dan prasarana perdesaan yang
didanai oleh DAK SPDT adalah meningkatnya pergerakan barang/penumpang dari
pusat-pusat produksi menuju pusat-pusat pemasaran, dan meningkatnya akses
masyarakat di perdesaan daerah tertinggal terhadap pelayanan publik.
Inisiatif KPDT
untuk memberikan kepercayaan kepada BUM Desa dalam pengelolaan Moda
Transportasi bantuan DAK SPDT tampaknya tidak serta merta disambut oleh
Pemerintah Kabupaten Tertinggal. Salah satu kendalanya karena sebagian besar
dari kabupaten tertinggal tersebut belum memiliki BUM Desa.
Beberapa
kabupaten tertinggal yang memberanikan diri memberikan mandat kepada BUM Desa
ternyata juga belum mendapatkan hasil yang menggembirakan. Faktor kesiapan BUM
Desa dalam mengelola usaha masih menjadi kendala.
Kondisi ini
menjadi pertanda bahwa masih dibutuhkan upaya panjang untuk menjadikan BUM Desa
sebagai pelaksana pembangunan perekomian perdesaan. Dibutuhkan sinergi dan
dukungan yang sepadan dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Ada 4 (empat) agenda
pokok yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peran BUM Desa, yaitu :
1.
Pengembangan dan Penguatan
Kelembagaan. Tahapan ini meliputi: perumusan regulasi/pengaturan, dan penataan
organisasi. Pemerintah harus merivisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2010 dalam hal ini perlu menyesuaikan dengan Undang-undang No. 6 Tahun
2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014. Jika mengacu kepada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010, maka Daerah diharapkan
untuk:
a)
Menyusun Peraturan Daerah tentang
Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUM Desa yang minimal memuat tentang:
bentuk organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil,
keuntungan dan kepailitan, kerja sama dengan pihak ketiga, mekanisme
pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan masyarakat;
b)
Mengoptimalkan peran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa)
dalam pembinaan terhadap BUM Desa;
2.
Penguatan kapasitas (capacity
building). Mencakup pemberdayaan, pelatihan, dan fasilitasi secara berjenjang.
Pemerintah melakukannya kepada Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah
melakukannya kepada Pemerintah Desa dan BUM Desa;
3.
Penguatan Pasar. Setelah BUM Desa
berdiri diharapkan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, perluasan pasar,
dan mendapatkan fasilitasi akses terhadap berbagai sumber daya;
4.
Keberlanjutan. Mencakup
pengorganisasian, forum advokasi, dan promosi sehingga mendapatkan wujud BUM
Desa yang ideal serta semakin mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan
terutama masyarakat dan dunia usaha.
Masalah terbesar yang dihadapi Pemerintah Desa dalam
mendukung kehadiran dan mengoptimalkan peran BUM Desa adalah cengkraman
Kementerian/Lembaga yang sudah kecanduaan mengelola kegiatan yang langsung ke
tingkat desa.
Kehadiran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
diharapkan mampu memaksa seluruh pihak terkait untuk konsisten memberikan peran
yang lebih besar kepada Pemerintah Desa didalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat istiadat Desa. Termasuk dalam memberikan peran yang maksimal kepada
BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan.
“Kesemrawutan” kelembagaan ekonomi masyarakat desa yang
muncul akibat ego sektoral dan tidak berdayanya Pemerintah Desa dalam memutus
mata rantai ini diharapkan dapat terjawab dengan hadirnya BUM Desa dan
paradigma baru pengelolan desa sesuai spirit UU Desa.
6.
Pelaksanaan
BUM-des Menurut PP no 43 Tahun 2014
a. Pendirian
dan Organisasi Pengelola
Menurut pasal 132. 133, dan 134
Desa dapat mendirikan BUM Desa. Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dilakukan melalui
musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Organisasi pengelola
BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
Organisasi pengelola BUM Desa paling
sedikit terdiri atas:
·
penasihat Penasihat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala
Desa.
·
pelaksana
operasional. Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud merupakan perseorangan
yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa atau Pelaksana operasional sebagaimana
dimaksud dilarang
merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa
dan lembaga kemasyarakatan Desa.
·
Penasihat
mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana
operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
·
Penasihat
tugas mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai
pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
·
Pelaksana
operasional
mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga.
b.
Modal dan Kekayaan Desa
Modal
awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
Kekayaan BUM Desa
merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
Modal BUM Desa terdiri
atas:
1.
penyertaan
modal Desa berasal
dari APB Desa dan sumber lainnya.
·
dana
segar;
·
bantuan
Pemerintah;
·
bantuan
pemerintah daerah; dan
·
aset
Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
2.
Penyertaan
modal masyarakat Desa.
c.
Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
1.
Pelaksana
operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa.
2.
Anggaran
dasar memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal,
kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta
tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan.
3.
Anggaran
rumah tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara
pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis
usaha, dan sumber modal.
4.
Kesepakatan
penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui musyawarah Desa. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
ditetapkan oleh kepala Desa.
d.
Pengembangan
Kegiatan Usaha
1. Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM
Desa dapat:
a. menerima pinjaman
dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan
b.
mendirikan unit usaha BUM Desa.
2. BUM Desa yang melakukan pinjaman harus
mendapatkan persetujuan Pemerintah
Desa.
3.
Pendirian,
pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pelaksana operasional
dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di
luar pengadilan.
5.
Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan
pengelolaan BUM Desa kepada kepala
Desa secara berkala.
7.
Kerugian
yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM
Desa.
8.
Kepailitan
BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.
9.
Kepailitan
BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
d.
Pendirian
BUM Desa Bersama
1.
Dalam
rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat membentuk BUM Desa
bersama.
2.
Pembentukan
BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian,
penggabungan, atau peleburan BUM Desa.
3.
Pendirian,
penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran
BUM Desa diatur dengan Peraturan Menteri.
Kemudian
pada Pasal 142 masih di PP Nomor 43 Tahun 2014 disebutkan bahwa Ketentuan lebih
lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM
Desa diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah
juga harus melakukan beberapa strategi agar BUM Desa ini dapat berjalan
sebagaimana yang diharapkan salah satu strategi tersebut adalah melakukan
pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat desa tentang pentingnya BUM Des
ini, karena tanpa adanya sosialisasi dapat diaktakan pemerintah hanyadapat
membuat kebijakan tanpa memperdulikan masyarakat selain sosialisasi pemerintah
juga harus melakukan pelatihan dan pendampingan agar BUM Des ini bisa
mensejahterakan masyarakat pedesaan, seperti yang kita ketahui selama ini bahwa
anggapan terhadap masyarakat desa itu selalu mengarah kepada ketidakmampuan
masyarakat atau ketidakberdayaan masyarkat dengan alasan pendidikan mereka yang
rendah, oleh karena itu pemerintah dalam hal ini juga harus turun tangan untuk
melakukan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat desa.
BUM
Des sendiri sebenarnya juga dapat kita samakan dengan koperasi, hal ini
dikarenakan masyarakat secara bergotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka, banyak koperasi di indonesia yang saat ini tidak berjalan sebagai mana
mestinya, hal ini juga dikarenakan kurangnya sumber daya yang mumpuni dari
masyarakat desa dan kurangnya pendampingan yang dilakukan pemerintah terhadap
masyarakat.
Pemerintah
juga harus memikirkan kendala-kendala lain untuk mendirikan sebuah BUM Des di
desa, selain sumber daya ada beberapa hal yang patut diperhatikan seperti
kesiapan masyarakat untuk mengelola BUM Des. Seperti yang sudah dikatakan di
atas tadi bahwa sosialisasi itu penting guna mempersiapkan masyarakt desa untuk
mengelola BUM Des ini. Selain itu kendala lahan juga harus menjadi perhatian
pemerintah karena tidak sedikit desa yang hganya mempunyai lahan sedikait
bahkan sudah dipenuhi oleh masyarakat desa itu sendir, tentunya ini juga akan
menjadi rawan konflik atau perseliihan antara pemerintah desa dengan
masyarakatnya sendiri, karena pemerintah desa juga harus membebaskan lahan yang
ditempati warga tersebut untuk dijadikan BUM Des.
Namun,
disisi lain BUM Des ini juga sangat diperluakan dalam pembangunan dan
kesejahteraan desa, hal ini dikarekan BUM Des dapat digunakan sebagai salah
satu sumber pendapatan desa yang tentunya juga akan berpengaruh terhadap
pembangunan desa. Selain itu, BUM Des juga dapat meningkatkan daya saing desa
yang akan mengarah kepada kemajuan desa itu sendiri sehingga dapat mewujudkan
desa yang mandiri dan otonom. Kesejahteraan masyarakat tentunya juga akan
meningkat, hal dikarenakan BUM Des itu sendiri akan dikelola langsung oleh
masyarakat desa yang artinya masyarakat desa juga dituntut untuk berperan aktif
dalam pengembangan usaha BUM Des ini. Selain itu, kreatifitas masyarakat desa
juga akan tersalurkan untuk memajuakan BUM Des di desa mereka.
7. Kendala
yang dihadapi saat mendirikan BUMDes
} Apakah
Desa tersebut memilih bentuk koperasi atau perusahaan (PT) ?
} Bagaimana
masalah pemodalan didesa tersebut, apakah bisa mengalihkan aset-aset PNPM?
} Bagaimana
tata cara kerjasama dengan pihak ketiga?
} Bagaimana
memancing warga desa yang tidak punya inisiatif untuk membuat badan usaha?
} Bagaimana
melakukan studi kelayakan usaha sederhana ?
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete