Tugas Sistem Pemerintahan Desa
MKBC-606
Dosen Pengajar : Dra Hj.Sandra Bhakti M., M.Si.
Drs. Apriansyah, M.Si.
|  | 
Disusun Oleh
Vicka Rayiagie June (D1B112012)
Muhammad Ridhoni (D1B112026)
Abid Harsono (D1B112057)
Rabiatul Adawiah (D1B112203)
Lia Masliah (D1B112201) tidak hadir saat
diskusi
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN 
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK 
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa)
            Desa memiliki hak membentuk Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes atau BUM Desa). Sesunguhnya sinyal itu mulai muncul
pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun, BUM Desa mulai menjamur setelah
secara eksplisit tertera dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten
cukup besar. Kementerian/Lembaga juga sudah mulai meresponnya dengan melibatkan
BUM Desa dalam program/kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat desa. Kendati
demikian upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah ini dinilai belum optimal. Lahirnya
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa diharapkan dapat menjadi sumber
spirit baru BUM Desa.
1.    
Pengertian
BUMDesa
      Pada
pasal 1 ayat 6 UU nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa,
yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa
pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat
Desa.
      Menurut
Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (2007), Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan
pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk
berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
      Sebagai
salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki
perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan
dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan kesejahteraan warga desa.
      Disamping
itu, supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat
mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat
Terdapat 7 (tujuh) ciri utama yang
membedakan BUMDes dengan lembaga ekonomi komersial pada umumnya yaitu[1]:
a.     
Badan usaha ini
dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;
b.    
Modal usaha bersumber
dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%) melalui penyertaan modal (saham atau
andil);
c.     
Operasionalisasinya
menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom);
d.    
Bidang usaha yang
dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar;
e.     
Keuntungan yang
diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal)
dan masyarakat melalui kebijakan desa (villagepolicy);
f.     
Difasilitasi oleh
Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;
g.    
Pelaksanaan
operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD,anggota).
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpukan bahwa yang dimaksud dengan BUMDes adalah suatu badan usaha yang
didirikan atau dibentuk secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa dan
pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam rangka
memperoleh keuntungan bersama sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa.
2.    
Tujuan
Pendirian BUMDes  
Empat tujuan utama pendirian BUMDes
adalah:  
a.      Meningkatkan
perekonomian desa;  
b.     Meningkatkan
pendapatan asli desa;  
c.      Meningkatkan  pengolahan 
potensi  desa  sesuai 
dengan  kebutuhan masyarakat;  
d.     Menjadi  tulang 
punggung  pertumbuhan  dan 
pemerataan  ekonomi pedesaan.  
      Pendirian  dan 
pengelolaan  Badan  Usaha 
Milik  Desa  (BUMDes) 
adalah merupakan  perwujudan  dari 
pengelolaan  ekonomi  produktif 
desa  yang dilakukan  secara kooperatif,  partisipatif, 
emansipatif,  transparansi,  akuntabel, dan  sustainable. 
Oleh  karena  itu, 
perlu  upaya  serius 
untuk  menjadikan pengelolaan  badan 
usaha  tersebut  dapat 
berjalan  secara  efektif, 
efisien, profesional dan mandiri.
      Untuk
mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan
konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa  yang 
dikelola  masyarakat  dan 
Pemdes.  Pemenuhan  kebutuhan 
ini diupayakan  tidak  memberatkan 
masyarakat,  mengingat  BUMDes 
akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi
desa. 
Lembaga ini juga dituntut mampu
memberikan pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga
dan pelayanan yang berlaku standar pasar. 
Artinya  terdapat  mekanisme 
kelembagaan/tata aturan  yang  disepakati bersama,  sehingga 
tidak  menimbulkan  distorsi 
ekonomi  di  pedesaan disebabkan  usaha 
yang  dijalankan  oleh 
BUMDes.  Dinyatakan  di 
dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan
dan potensi desa. Maksud kebutuhan dan potensi desa adalah:  
a.     
Kebutuhan masyarakat
terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; 
b.    
Tersedia  sumberdaya 
desa  yang  belum 
dimanfaatkan  secara  optimal terutama kekayaan desa dan terdapat
permintaan di pasar; 
c.     
Tersedia  sumberdaya 
manusia  yang  mampu 
mengelola  badan  usaha sebagai aset penggerak perekonomian
masyarakat;  
d.    
Adanya  unit-unit 
usaha  yang  merupakan 
kegiatan  ekonomi  warga masyarakat yang dikelola secara parsial
dan kurang terakomodasi;  
      BUMDes  merupakan 
wahana  untuk  menjalankan 
usaha  di  desa. 
Apa  yang dimaksud  dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang
meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain:  
a.      Usaha  jasa 
keuangan,  jasa  angkutan 
darat  dan  air, 
listrik  desa,  dan 
usaha 
b.     sejenis
lainnya;  
c.      Penyaluran
sembilan bahan pokok ekonomi desa;  
d.     Perdagangan
hasil pertanian meliputi tanaman pangan, 
e.      perkebunan,
peternakan, perikanan, dan agrobisnis;  
f.      Industri
dan kerajinan rakyat.  
      Keterlibatan  pemerintah 
desa  sebagai  penyerta 
modal  terbesar  BUMDes 
atau
sebagai  pendiri 
bersama  masyarakat  diharapkan 
mampu  memenuhi  Standar Pelayanan  Minimal 
(SPM),  yang  diwujudkan 
dalam  bentuk  perlindungan (proteksi)  atas 
intervensi  yang  merugikan 
dari  pihak  ketiga 
(baik  dari  dalam maupun 
luar  desa).  Demikian 
pula,  pemerintah  desa 
ikut  berperan  dalam pembentukan  BUMDes 
sebagai  badan  hukum 
yang berpijak  pada  tata 
aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang
terbangun di masyarakat desa.  
      Pengaturan
lebih  lanjut  mengenai 
BUMDes  diatur  melalui 
Peraturan  Daerah (Perda)  setelah 
memperhatikan  peraturan  di 
atasnya.  Melalui  mekanisme self help  dan 
member-base,  maka  BUMDes 
juga  merupakan  perwujudan partisipasi  masyarakat 
desa  secara  keseluruhan, 
sehingga  tidak  menciptakan model usaha yang dihegemoni oleh
kelompok tertentu ditingkat desa. Artinya, tata aturan ini terwujud dalam
mekanisme kelembagaan yang solid. Penguatan kapasitas  kelembagaan 
akan  terarah  pada 
adanya  tata  aturan 
yang  mengikat seluruh
anggota.  
      Berdasarkan  uraian 
di  atas  dapat disimpulkan  bahwa 
tujuan pendirian  BUMDes  adalah 
sebagai  suatu  badan 
usaha  yang  dapat memberdayakan  berbagai 
potensi  usaha  masyarakat 
di  desa,  mendukung pelaksanaan pembangunan di desa dan
menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan. 
Aktivitas yang harus dilakukan
dalam persiapan pendirian BUMDes, meliputi: 
1.     Mendisain
struktur organisasi  
BUMDes merupakan sebuah organisasi,
maka diperlukan  adanya struktur
organisasi  yang  menggambarkan 
bidang  pekerjaan  apa 
saja  yang  harus tercakup  di 
dalam  organisasi  tersebut. 
Bentuk  hubungan  kerja 
(instruksi, konsultatif,  dan  pertanggunganjawab)  antar 
personil  atau  pengelola BUMDes.  
2.     Menyusun
job deskripsi (gambaran pekerjaan) 
Penyusunan job deskripsi bagi
setiap pengelola BUMDes diperlukan agar dapat 
memperjelas  peran  dari 
masing-masing  orang.  Dengan 
demikian, tugas,  tanggungjawab,  dan 
wewenang  pemegang  jabatan 
tidak  terjadi duplikasi  yang 
memungkinkan  setiap  jabatan/pekerjaan  yang 
terdapat  di dalam BUMDes diisi
oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya.  
3.     Menetapkan
sistem koordinasi  
Koordinasi  adalah 
aktivitas  untuk  menyatukan 
berbagai  tujuan  yang bersifat 
parsial  ke  dalam 
satu  tujuan  yang 
umum.  Melalui  penetapan sistem koordinasi yang baik
memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas desa berjalan
efektif.   
4.     Menyusun
bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga 
Kerja  sama 
dengan  pihak  ketiga 
apakah  menyangkut  transaksi 
jual  beli atau  simpan 
pinjam  penting  diatur 
ke  dalam  suatu 
aturan  yang  jelas 
dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak
ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUMDes.   
5.     Menyusun
pedoman kerja organisasi BUMDes  
Agar  semua 
anggota  BUMDes  dan 
pihak-pihak  yang  berkepentingan memahami  aturan 
kerja  organisasi.  Maka 
diperlukan  untuk  menyusun AD/ART  BUMDes 
yang  dijadikan  rujukan 
pengelola  dan  sesuai 
dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes.   
6.     Menyusun
desain sistem informasi  
BUMDes merupakan lembaga ekonomi
desa yang bersifat terbuka. Untuk itu, 
diperlukan  penyusunan  desain 
sistem  pemberian  informasi 
kinerja BUMDes dan aktivitas lain 
yang memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat  umum. 
Sehingga  keberadaannya  sebagai 
lembaga  ekonomi desa memperoleh
dukungan dari banyak pihak.   
7.     Menyusun
rencana usaha (business plan)  
Penyusunan  rencana 
usaha  penting  untuk 
dibuat  dalam  periode 
1  sampai dengan  3 
tahun.  Sehingga  para 
pengelola  BUMDes  memiliki 
pedoman yang  jelas  apa 
yang  harus  dikerjakan 
dan  dihasilkan  dalam 
upaya mencapai  tujuan  yang 
ditetapkan  dan  kinerjanya 
menjadi  terukur. Penyusunan  rencana 
usaha  dibuat  bersama 
dengan  Dewan  Komisaris BUMDes.    
8.     Menyusun
sistem administrasi dan pembukuan
Bentuk administrasi dan pembukuan
keuangan harus dibuat dalam format yang 
mudah,  tetapi  mampu 
menggambarkan  aktivitas  yang 
dijalankan BUMDes.  Hakekat  dari 
sistem  administrasi  dan 
pembukuan  adalah pendokumentasian
informasi tertulis berkenaan dengan aktivitas BUMDes yang  dapat 
dipertanggungjawabkan.  Dan  secara 
mudah  dapat  ditemukan, disediakan ketika diperlukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.   
9.     Melakukan
proses rekruitmen 
Untuk  menetapkan 
orang-orang  yang  bakal 
menjadi pengelola  BUMDes
dapat  dilakukan  secara 
musyawarah.  Namun  pemilihannya 
harus didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria itu dimaksudkan agar
pemegang jabatan  di  BUMDes 
mampu  menjalankan  tugas-tugasnya  dengan 
baik. Untuk itu, persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUMDes
penting dibuat  oleh  Dewan 
Komisaris.  Selanjutnya  dibawa 
ke  dalam  forum rembug 
desa  untuk  disosialisasikan  dan 
ditawarkan  kepada  masyarakat. Proses  selanjutnya 
adalah  melakukan  seleksi 
terhadap  pelamar  dan memilih serta menetapkan orang-orang yang
paling sesuai dengan kriteria yang dibuat. 
 
10.  Menetapkan
sistem penggajian dan pengupahan  
Agar pengelola BUMDes termotivasi
dalam menjalankan tugas- tugasnya, maka 
diperlukan  adanya  sistem 
imbalan  yang  dirasakan 
bernilai. Pemberian  imbalan  bagi 
pengelola  BUMDes  dapat 
dilakukan  dengan berbagai  macam 
cara  seperti,  pemberian 
gaji  yang  berarti 
pengelola BUMDes  menerima  sejumlah 
uang  dalam  jumlah 
yang  tetap  setiap bulannya. Pemberian upah yang
didasarkan pada kerja borongan. Sehingga jumlah 
yang  diterima  dapat 
bervariasi  tergantung  dari 
banyak  sedikitnya beban  pekerjaan 
yang  harus  diselesaikan 
melalui  cara  penawaran. Pemberian insentif jika pengelola
mampu mencapai target yang ditetapkan selama 
periode  tertentu.  Besar 
kecilnya  jumlah  uang 
yang  dapat dibayarkan kepada
pengelola BUMDes juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan  yang 
kemungkinan  dapat  dicapai. 
Pemberian  imbalan  kepada pengelola  BUMDes 
harus  semenjak  awal 
disampaikan  agar  mereka memiliki  tanggungjawab 
dalam  melaksanakan  tugas-tugasnya.  Sebab pemberian  imbalan 
merupakan  ikatan  bagi 
setiap  orang  untuk 
memenuhi kinerja yang diminta.  
      Berdasarkan  uraian 
di  atas  maka 
dapat  disimpulkan  bahwa 
upaya pengembangan  dan  pengelolaan 
BUMDes  harus  dilaksanakan 
dengan langkah-langkah yang terencana serta terpadu antara satu dengan
yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.  
3.    
Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)  
      Menurut  Pusat 
Kajian  Dinamika  Sistem 
Pembangunan  (2007),  pengelolaan BUMDes  harus 
diljalankan  dengan  menggunakan 
prinsip  kooperatif,
partisipatif,  emansipatif,  transparansi, 
akuntable,  dan  sustainable, 
dengan mekanisme  member-base  dan self 
help  yang  dijalankan 
secara  profesional, dan  mandiri. 
Berkenaan  dengan  hal 
itu,  untuk  membangun 
BUMDes diperlukan  informasi  yang 
akurat  dan  tepat 
tentang  karakteristik  ke-lokal-an, termasuk  ciri 
sosial-budaya  masyarakatnya  dan 
peluang  pasar  dari 
produk (barang dan jasa) yang dihasilkan.  
BUMDes  sebagai 
badan  usaha yang  dibangun 
atas  inisiatif  masyarakat 
dan menganut asas mandiri, harus mengutamakan perolehan modalnya berasal
dari masyarakat  dan  Pemdes. 
Meskipun  demikian,  tidak 
menutup  kemungkinan BUMDes  dapat 
memperoleh  modal  dari 
pihak  luar,  seperti 
dari  Pemerintah Kabupaten  atau 
pihak  lain,  bahkan 
dapat  pula  melakukan 
pinjaman  kepada pihak  ke 
tiga,  sesuai  peraturan 
perundang-undangan. 
Pengaturan  lebih  lanjut mengenai BUMDes tentunya akan diatur
melalui Peraturan Daerah (Perda).  
BUMDes  didirikan 
dengan  tujuan  yang 
jelas.  Tujuan  tersebut, 
akan  direalisir diantaranya  dengan 
cara  memberikan  pelayanan 
kebutuhan  untuk  usaha produktif terutama  bagi 
kelompok  miskin  di 
pedesaan,  mengurangi  praktek ijon 
(rente)  dan  pelepasan 
uang,  menciptakan  pemerataan 
kesempatan berusaha, dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa.  
      Hal  penting 
lainnya  adalah  BUMDes 
harus  mampu  mendidik 
masyarakat membiasakan  menabung,  dengan 
cara  demikian  akan 
dapat  mendorong pembangunan  ekonomi 
masyarakat  desa  secara 
mandiri.  Pengelolaan BUMDes,  diprediksi 
akan  tetap  melibatkan 
pihak  ketiga  yang 
tidak  saja berdampak  pada 
masyarakat  desa  itu sendiri, 
tetapi  juga  masyarakat 
dalam cakupan yang lebih luas (kabupaten). Oleh sebab itu, pendirian
BUMDes yang diinisiasi oleh masyarakat harus tetap mempertimbangkan keberadaan
potensi ekonomi  desa  yang 
mendukung,  pembayaran  pajak 
di  desa,  dan 
kepatuhan masyarakat  desa  terhadap 
kewajibannya.  Kesemua  ini 
menuntut  keterlibatan pemerintah
kabupaten.  
Karakteristik  masyarakat 
desa  yang  perlu 
mendapat  pelayanan  utama 
BUMDes adalah:  
1)     Masyarakat  desa 
yang  dalam  mencukupi 
kebutuhan  hidupnya  berupa pangan, sandang  dan 
papan,  sebagian  besar 
memiliki  matapencaharian  di sektor 
pertanian dan  melakukan  kegiatan 
usaha  ekonomi  yang 
bersifat usaha informal;  
2)     Masyarakat  desa 
yang  penghasilannya  tergolong 
sangat  rendah,  dan 
sulit menyisihkan  sebagian  penghasilannya  untuk 
modal  pengembangan  usaha selanjutnya;  
3)     Masyarakat  desa 
yang  dalam  hal 
tidak  dapat  mencukupi 
kebutuhan hidupnya  sendiri,  sehingga 
banyak  jatuh  ke 
tangan  pengusaha  yang memiliki modal lebih kuat;  
4)     Masyarakat  desa 
yang  dalam  kegiatan 
usahanya  cenderung  diperburuk oleh  sistem 
pemasaran  yang  memberikan 
kesempatan  kepada  pemilik modal 
untuk  dapat  menekan 
harga,  sehingga  mereka 
cenderung  memeras dan menikmati
sebagian besar dari hasil kerja masyarakat desa.  
      Berdasarkan  penjelasan 
di  atas  maka 
dapat  disimpulkan  bahwa 
BUMDes sangat  bermanfaat  bagi 
masyarakat  desa,  baik 
memiliki  usaha  produktif maupun  yang 
belum  memiliki  untuk 
sama-sama  mengembangkan  ekonomi masyarakat desa secara
bersama-sama.  
      Karakter  BUMDes 
sesuai  dengan  ciri-ciri 
utamanya,  prinsip  yang 
mendasari, 
mekanisme  dan 
sistem  pengelolaanya.  Secara 
umum  pendirian  BUMDes 
dimaksudkan untuk:  
a.     
Meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat (standar pelayanan minimal), agar berkembang usaha masyarakat
di desa.  
b.    
Memberdayakan  desa 
sebagai  wilayah  yang 
otonom  berkenaan  dengan usaha-usaha produktif bagi upaya
pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan PADesa.  
c.     
Meningkatkan  kemandirian 
dan  kapasitas  desa 
serta masyarakat  dalam melakukan
penguatan ekonomi di desa.  
      Berdasarkan  penjelasan 
di  atas  maka 
dapat  disimpulkan  bahwa 
BUMDes memiliki  peran  yang 
penting  dalam  memberikan 
pelayanan  kepada masyarakat desa
dan sebagai kontribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa sehingga
menunjang program pembangunan di desa.  
      Prinsip-prinsip
pengelolaan BUMDes penting untuk dielaborasi atau diuraikan 
agar difahami dan dipersepsikan
dengan cara yang sama oleh pemerintah desa, 
anggota (penyerta modal), BPD,
Pemkab, dan masyarakat. Terdapat 6 (enam) 
prinsip dalam mengelola BUMDes
yaitu:  
1.    
Kooperatif 
Semua  komponen 
yang  terlibat  di 
dalam  BUMDes harus  mampu melakukan  kerjasama 
yang  baik  demi 
pengembangan  dan  kelangsungan hidup usahanya.  BUMDes 
merupakan  pilar  kegiatan 
ekonomi  di  desa 
yang  berfungsi sebagai  lembaga 
sosial  (social  institution) 
dan  komersial  (commercial institution)  sehingga 
membutuhkan  kerjasama  yang 
sinergis  antara pengurus,  pemerintah 
desa,  masyarakat  serta 
instansi  terkait.  BUMDes sebagai  lembaga 
sosial  berpihak  kepada 
kepentinganmasyarakat  melalui
kontribusinya  dalam  penyediaan 
pelayanan  sosial.  Sedangkan 
sebagai lembaga  komersial  bertujuan 
mencari  keuntungan  melalui 
penawaran sumberdaya  lokal  (barang 
dan  jasa)    ke 
pasar.  Dalam  menjalankan usahanya  prinsip kooperatif harus  selalu ditekankan.  BUMDes 
sebagai badan  hukum,  dibentuk 
berdasarkan 
perundang-undangan  yang  berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang
terbangun di masyarakat desa.   
2.    
Partisipatif 
Semua
komponen  yang  terlibat 
di  dalam  BUMDes 
harus  bersedia  secara sukarela  atau 
diminta  memberikan  dukungan 
dan  kontribusi  yang 
dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes. 
Partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan BUMDes sangat diharapkan dan peran pemerintah
dalam melakukan  sosialisasi  dan 
penyadaran  kepada masyarakat  desa 
melalui  pemerintah  provinsi 
dan/atau  pemerintah
kabupaten  tentang  arti 
penting  berpartisipasi  dalam 
BUMDes  bagi peningkatan  kesejahteraan 
masyarakat.  Melalui  pemerintah 
desa masyarakat dimotivasi, 
disadarkan  dan  dipersiapkan 
untuk  membangun kehidupannya
sendiri.  
            BUMDes  sebagai 
suatu  lembaga  ekonomi 
modal  usahanya  dibangun 
atas inisiatif  masyarakat  dan 
menganut  prinsip  partisipasi. 
Ini  berarti pemenuhan  modal 
usaha  BUMDes  harus 
bersumber  dari  masyarakat. 
            Meskipun  demikian, 
tidak  menutup  kemungkinan 
BUMDes  dapat mengajukan  pinjaman 
modal  kepada  pihak 
luar,  seperti  dari 
Pemerintah Desa  atau  pihak 
lain,  bahkan  melalui 
pihak  ketiga.  Ini 
sesuai  dengan peraturan per
undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah 
Pasal  213  ayat 
3).  Penjelasan  ini 
sangat  penting  untuk 
mempersiapkan  pendirian  BUMDes, 
karena  implikasinya  akan bersentuhan  dengan 
pengaturannya  dalam  Peraturan 
Daerah  (Perda) maupun Peraturan
Desa (Perdes).   
3.    
Emansipatif 
Semua  komponen 
yang  terlibat  di 
dalam  BUMDes harus  diperlakukan sama tanpa memandang golongan,
suku, dan agama.  
Mekanisme  operasionalisasi  BUMDes diserahkan  sepenuhnya 
kepada masyarakat  desa  tanpa 
memandang  latar  belakang 
perbedaan  apapun. Untuk  itu, 
masyarakat  desa  perlu 
dipersiapkan  terlebih  dahulu 
agar  dapat menerima  gagasan 
baru  tentang  lembaga 
ekonomi  yang  memiliki 
dua fungsi yakni   bersifat sosial
dan  komersial. Dengan tetap berpegang
teguh pada  karakteristik  desa 
dan  nilai-nilai  yang 
hidup  dan  dihormati. 
Maka persiapan  yang  dipandang 
paling  tepat  adalah 
berpusat  pada  sosialisasi, pendidikan,  dan 
pelatihan  kepada  pihak-pihak 
yang  berkepentingan terhadap
peningkatan standar hidup masyarakat desa. 
4.    
Transparan 
Aktivitas
yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat  diketahui 
oleh  segenap  lapisan 
masyarakat  dengan  mudah 
dan terbuka.  Transparansi  dalam 
pengelolaan  BUMS  sangat 
diperlukan  mengingat BUMDes  merupakan lembaga  ekonomi 
yang  beroperasi  di pedesaan di mana  nilai-nilai 
yang  harus  dikembangkan 
adalah  kejujuran  dan keterbukaan.  Kinerja 
BUMDes  mampu  memberikan 
kontribusi  yang signifikan
terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya tidak
berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan
terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. 
Keberadaan  BUMDes 
diharapkan  mampu  mendorong 
dinamisasi kehidupan  ekonomi  di 
pedesaan.  Peran  pemerintah 
desa  adalah membangun  relasi 
dengan  masyarakat  untuk 
mewujudkan  pemenuhan standar  pelayanan 
minimal    sebagai  bagian 
dari  upaya  pengembangan komunitas    (development  based 
community)  desa  yang 
lebih  berdaya dan memenuhi
prinsip transparansi dalam pengelolaannya.  
5.    
Akuntabel 
Seluruh
kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun
administratif.  Pendirian  dan 
pengelolaan  Badan  Usaha 
Milik  Desa  (BUMDes) adalah merupakan  perwujudan 
dari  pengelolaan  ekonomi 
produktif  desa  yang dilakukan  secara   
akuntabel.  Oleh  karena 
itu,  perlu  upaya 
serius untuk menjadikan pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan
secara efektif,  efisien,  professional, 
mandiri dan 
bertanggungjawab.  Untuk
mencapai  tujuan  BUMDes 
dilakukan  dengan  cara 
memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui
pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes.    Pemenuhan  kebutuhan 
ini  diupayakan  tidak 
memberatkan  masyarakat, mengingat
BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan  ekonomi 
desa.  Lembaga  ini 
juga  dituntut  mampu memberikan  pelayanan 
kepada  non  anggota 
(di  luar  desa) 
dengan menempatkan  harga  dan 
pelayanan  yang  berlaku 
standar  pasar.  Artinya terdapat  mekanisme 
kelembagaan/tata    aturan  yang 
disepakati  bersama, sehingga  tidak 
menimbulkan  distorsi  ekonomi 
di  pedesaan  disebabkan usaha yang dijalankan oleh
BUMDes.   
6.    
Sustainabel 
Kegiatan  usaha 
harus  dapat  dikembangkan 
dan  dilestarikan  oleh masyarakat  dalam 
wadah  BUMDes.  BUMDes 
didirikan  dengan  tujuan yang jelas yaitu pemberdayaan ekonomi
masyarakat desa.  
Tujuan  tersebut, 
akan   dicapai diantaranya  dengan 
cara  memberikan pelayanan  kebutuhan 
untuk  usaha  produktif 
terutama  bagi  kelompok miskin di pedesaan, mengurangi
praktek ijon  (rente) dan pelepasan uang,
menciptakan  pemerataan  kesempatan 
berusaha,  dan  meningkatkan pendapatan  masyarakat 
desa.  Hal  penting 
lainnya  adalah  BUMDes 
harus mampu  mendidik  masyarakat 
membiasakan  menabung,  dengan 
cara demikian akan dapat mendorong pembangunan  ekonomi masyarakat desa secara mandiri dan
berkelanjutan.   
Terkait  dengan 
implementasi  Alokasi  Dana 
Desa  (ADD),  maka 
proses penguatan  ekonomi  desa 
melalui  BUMDes  diharapkan 
akan  lebih  berdaya. Hal ini disebabkan adanya penopang
yakni dana anggaran desa yang semakin besar. 
Sehingga  memungkinkan  ketersediaan 
permodalan  yang  cukup 
untuk pendirian  BUMDes.  Jika 
ini  berlaku  sejalan, 
maka  akan  terjadi 
peningkatan PADesa yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan
pembangunan desa.  
            Berdasarkan  uraian 
di  atas  maka 
dapat  disimpulkan  bahwa 
hal  yang  penting dalam 
upaya  penguatan  ekonomi 
desa  adalah  memperkuat 
kerjasama,  membangun  kebersamaan/menjalin  kerekatan 
disemua  lapisan  masyarakat desa,  sehingga 
itu  menjadi  daya 
dorong  (steam  engine) 
dalam  upaya 
pengentasan kemiskinan,
pengangguran, dan membuk akses pasar.  
4.    
Prinsip-Prinsip
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) 
      Prinsip-prinsip  pengelolaan 
Badan  Usaha  Milik 
Desa  (BUMDes)  yang dimaksud 
dalam  penelitian  ini 
adalah mengacu  pada  Pedoman 
Umum Good Corporate Governance (GCG) Indonesia Tahun 2006 sebagai berikut:
1.    
Transparansi
(Transparency) 
Untuk  menjaga 
obyektivitasnya  dalam  menjalankan 
bisnis,  perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah  diakses 
dan  dipahami  oleh 
pemangku  kepentingan.  Perusahaan harus  mengambil 
inisiatif  untuk  mengungkapkan 
tidak  hanya masalah yang  diisyaratkan oleh  peraturan 
perundang-undangan,  tetapi  juga 
hal yang  penting  untuk 
pengambilan  keputusan  oleh 
pemegang  saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya. 
Prinsip  transparansi dilaksanakan pengurus  BUMDes 
Wirakarya dengan menyediakan 
informasi  yang  material 
dan  relevan  dengan 
cara  yang mudah diakses dan
dipahami oleh anggota dan masyarakat  
2.    
Akuntabilitas
(accountability) Perusahaan  harus  dapat 
mempertanggungjawabkan  kinerjanya  secara transparan  dan 
wajar.  Untuk  itu 
perusahaan  harus  dikelola 
secara  benar, terukur  dan 
sesuai  dengan  kepentingan 
perusahaan  dengan  tetap memperhitungkan  kepentingan 
pemegang  saham  dan 
pemangku kepentingan  lain.  Akuntabilitas 
merupakan  prasyarat  yang 
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 
Prinsip  akuntabilitas dilaksanakan  pengurus 
BUMDes  Wirakarya  mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya
secara transparan dan wajar. 
3.    
Responsibilitas
(Responsibility) 
Perusahaan  harus 
mematuhi  peraturan  perundang-undangan  serta melaksanakan  tanggung 
jawab  terhadap  masyarakat 
dan  lingkungan sehingga  dapat 
terpelihara  kesinambungan  usaha 
dalam  jangka  panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen. 
Prinsip  responsibilitas  dilaksanakan 
pengurus  BUMDes  Wirakarya melaksanakan usaha  sesuai 
dengan  peraturan  undang-undang 
serta melaksanakan usaha untuk memelihara kesinambungan usaha 
4.    
Independensi
(Independency) 
Untuk  melancarkan 
pelaksanaan  asas  GCG, 
perusahaan  harus  dikelola secara independen sehingga
masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain. Prinsip 
independensi  dilaksanakan  pengurus 
BUMDes  Wirakarya mengelola  usaha 
secara  independen  dan 
tidak  ada  dominasi 
usaha  dan diintervensi oleh pihak
lain. 
5.    
Kewajaran dan
Kesetaraan (Fairness) 
Dalam  melaksanakan 
kegiatannya,  perusahaan  harus 
senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. 
Prinsip
kewajaran  dan  kesetaraan 
dilaksanakan  pengurus  BUMDes Wirakarya dengan  operasionalisasi  kegiatan 
yang  berdasarkan  asas kewajaran dan kesetaraan.
5.    
Uraian
UU Nomor 6 Tahun 2014 
Undang-undang
No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa.
BUM Desa yang merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha
lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.  Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa
dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal,
yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa
Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang
dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat
dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa
disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. 
BUM Desa
dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan masyarakatnya secara
lebih proporsional. Bila bercermin kepada peran Pemerintah Desa dalam
pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat selama ini, maka melalui model BUM
Desa ini diharapkan terjadi revitalisasi peran Pemerintah Desa dalam
pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan masyarakat. 
Secara teknis
BUM Desa yang ada sekarang masih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6
Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa
mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam
pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUM Desa dapat menjadi
instrumen dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal
yang berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pendapatan desa.
Saat ini BUM
Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesusai dengan
kebutuhan dan potensi desa. Adapun jenis-jenis usaha tersebut meliputi: 1) jasa
2) penyaluran sembilan bahan pokok, 3) perdagangan hasil pertanian; dan/atau 4)
industri kecil dan rumah tangga.
Contoh dari
usaha jasa adalah jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa
konstruksi, dan jasa energi. Usaha penyaluran sembilan bahan pokok, antara lain
beras, gula, garam, minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lainnya
yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Usaha perdagangan hasil
pertanian meliputi jagung, buah-buahan, dan sayuran. Terakhir usaha industri
kecil dan rumah tangga, seperti makanan, minuman, kerajinan rakyat, bahan bakar
alternatif, dan bahan bangunan.
Jenis usaha yang
banyak diusahakan oleh BUM Desa yang sudah ada sekarang baru jenis usaha jasa,
itupun baru sebatas jasa keuangan mikro. Dari ketentuan yang ada, BUM Desa
dapat mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa. Sebagai rintisan, unit usaha keuangan mikro sangat potensial dijadikan
cikal bakal pembentukan BUM Desa. Strategi inilah yang tampaknya dikembangkan
oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Dalam hal ini, keberadaan
UED-SP (Usaha Ekonomi Desa–Simpan Pinjam) yang sehat menjadi syarat pembentukan
BUM Desa di Kabupaten Rokan Hulu. 
Di Pusat salah
satunya Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang memiliki komitmen
untuk mengembangkan lembaga perekonomian desa, termasuk BUM Desa. Sejak tahun
2009 KPDT telah memberikan kepercayaan kepada BUM Desa untuk mengelola Moda
Transportasi yang diadakan melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan
Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT). Hal ini ditegaskan dalam Petunjuk
Teknis DAK SPDT yang dikeluarkan oleh KPDT. 
Salah satu
target yang ingin dicapai dari keberadaan sarana dan prasarana perdesaan yang
didanai oleh DAK SPDT adalah meningkatnya pergerakan barang/penumpang dari
pusat-pusat produksi menuju pusat-pusat pemasaran, dan meningkatnya akses
masyarakat di perdesaan daerah tertinggal terhadap pelayanan publik. 
Inisiatif KPDT
untuk memberikan kepercayaan kepada BUM Desa dalam pengelolaan Moda
Transportasi bantuan DAK SPDT tampaknya tidak serta merta disambut oleh
Pemerintah Kabupaten Tertinggal. Salah satu kendalanya karena sebagian besar
dari kabupaten tertinggal tersebut belum memiliki BUM Desa. 
Beberapa
kabupaten tertinggal yang memberanikan diri memberikan mandat kepada BUM Desa
ternyata juga belum mendapatkan hasil yang menggembirakan. Faktor kesiapan BUM
Desa dalam mengelola usaha masih menjadi kendala. 
Kondisi ini
menjadi pertanda bahwa masih dibutuhkan upaya panjang untuk menjadikan BUM Desa
sebagai pelaksana pembangunan perekomian perdesaan. Dibutuhkan sinergi dan
dukungan yang sepadan dari pemerintah dan pemerintah daerah. 
Ada 4 (empat) agenda
pokok yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peran BUM Desa, yaitu :
1.      
Pengembangan dan Penguatan
Kelembagaan. Tahapan ini meliputi: perumusan regulasi/pengaturan, dan penataan
organisasi. Pemerintah harus merivisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2010 dalam hal ini perlu menyesuaikan dengan Undang-undang No. 6 Tahun
2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014. Jika mengacu kepada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010, maka Daerah diharapkan
untuk:
a)    
Menyusun Peraturan Daerah tentang
Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUM Desa yang minimal memuat tentang:
bentuk organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil,
keuntungan dan kepailitan, kerja sama dengan pihak ketiga, mekanisme
pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan masyarakat;
b)    
Mengoptimalkan peran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa)
dalam pembinaan terhadap BUM Desa; 
2.      
Penguatan kapasitas (capacity
building). Mencakup pemberdayaan, pelatihan, dan fasilitasi secara berjenjang.
Pemerintah melakukannya kepada Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah
melakukannya kepada Pemerintah Desa dan BUM Desa;
3.      
Penguatan Pasar. Setelah BUM Desa
berdiri diharapkan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, perluasan pasar,
dan mendapatkan fasilitasi akses terhadap berbagai sumber daya;
4.      
Keberlanjutan. Mencakup
pengorganisasian, forum advokasi, dan promosi sehingga mendapatkan wujud BUM
Desa yang ideal serta semakin mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan
terutama masyarakat dan dunia usaha. 
Masalah terbesar yang dihadapi Pemerintah Desa dalam
mendukung kehadiran dan mengoptimalkan peran BUM Desa adalah cengkraman
Kementerian/Lembaga yang sudah kecanduaan mengelola kegiatan yang langsung ke
tingkat desa. 
Kehadiran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
diharapkan mampu memaksa seluruh pihak terkait untuk konsisten memberikan peran
yang lebih besar kepada Pemerintah Desa didalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat istiadat Desa. Termasuk dalam memberikan peran yang maksimal kepada
BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan.
“Kesemrawutan” kelembagaan ekonomi masyarakat desa yang
muncul akibat ego sektoral dan tidak berdayanya Pemerintah Desa dalam memutus
mata rantai ini diharapkan dapat terjawab dengan hadirnya BUM Desa dan
paradigma baru pengelolan desa sesuai spirit UU Desa. 
6.    
Pelaksanaan
BUM-des Menurut PP no 43 Tahun 2014
a.      Pendirian
dan Organisasi Pengelola
Menurut pasal 132. 133, dan 134
Desa dapat mendirikan BUM Desa. Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dilakukan melalui
musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Organisasi pengelola
BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. 
Organisasi pengelola BUM Desa paling
sedikit terdiri atas: 
·    
penasihat Penasihat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala
Desa. 
·    
pelaksana
operasional. Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud merupakan perseorangan
yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa atau Pelaksana operasional sebagaimana
dimaksud dilarang
merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa
dan lembaga kemasyarakatan Desa. 
·    
Penasihat
mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana
operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa. 
·    
Penasihat
tugas mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai
pengurusan dan pengelolaan usaha Desa. 
·    
Pelaksana
operasional
mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar
dan anggaran rumah tangga. 
b.    
Modal dan Kekayaan Desa
Modal
awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. 
Kekayaan BUM Desa
merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. 
Modal BUM Desa terdiri
atas: 
1.    
penyertaan
modal Desa berasal
dari APB Desa dan sumber lainnya.  
·         
dana
segar; 
·         
bantuan
Pemerintah; 
·         
bantuan
pemerintah daerah; dan 
·         
aset
Desa yang diserahkan kepada APB Desa. 
2.    
Penyertaan
modal masyarakat Desa. 
c.     
Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
1.      
Pelaksana
operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa. 
2.      
Anggaran
dasar memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal,
kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta
tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan. 
3.      
Anggaran
rumah tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara
pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis
usaha, dan sumber modal. 
4.      
Kesepakatan
penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui musyawarah Desa. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
ditetapkan oleh kepala Desa. 
d.    
Pengembangan
Kegiatan Usaha
1.  Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM
Desa dapat: 
a. menerima pinjaman
dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan 
b.
mendirikan unit usaha BUM Desa. 
2.  BUM Desa yang melakukan pinjaman harus
mendapatkan persetujuan Pemerintah
Desa. 
3.    
Pendirian,
pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
4. Pelaksana operasional
dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di
luar pengadilan. 
5.
Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan
pengelolaan BUM    Desa kepada kepala
Desa secara berkala. 
7.  
Kerugian
yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM
Desa. 
8.  
Kepailitan
BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa. 
9.  
Kepailitan
BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 
d.    
Pendirian
BUM Desa Bersama
1.    
Dalam
rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat membentuk BUM Desa
bersama. 
2.    
Pembentukan
BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian,
penggabungan, atau peleburan BUM Desa. 
3.    
Pendirian,
penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 
4.    
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran
BUM Desa diatur dengan Peraturan Menteri.
Kemudian
pada Pasal 142 masih di PP Nomor 43 Tahun 2014 disebutkan bahwa Ketentuan lebih
lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM
Desa diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah
juga harus melakukan beberapa strategi agar BUM Desa ini dapat berjalan
sebagaimana yang diharapkan salah satu strategi tersebut adalah melakukan
pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat desa tentang pentingnya BUM Des
ini, karena tanpa adanya sosialisasi dapat diaktakan pemerintah hanyadapat
membuat kebijakan tanpa memperdulikan masyarakat selain sosialisasi pemerintah
juga harus melakukan pelatihan dan pendampingan agar BUM Des ini bisa
mensejahterakan masyarakat pedesaan, seperti yang kita ketahui selama ini bahwa
anggapan terhadap masyarakat desa itu selalu mengarah kepada ketidakmampuan
masyarakat atau ketidakberdayaan masyarkat dengan alasan pendidikan mereka yang
rendah, oleh karena itu pemerintah dalam hal ini juga harus turun tangan untuk
melakukan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat desa.
BUM
Des sendiri sebenarnya juga dapat kita samakan dengan koperasi, hal ini
dikarenakan masyarakat secara bergotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka, banyak koperasi di indonesia yang saat ini tidak berjalan sebagai mana
mestinya, hal ini juga dikarenakan kurangnya sumber daya yang mumpuni dari
masyarakat desa dan kurangnya pendampingan yang dilakukan pemerintah terhadap
masyarakat.
Pemerintah
juga harus memikirkan kendala-kendala lain untuk mendirikan sebuah BUM Des di
desa, selain sumber daya ada beberapa hal yang patut diperhatikan seperti
kesiapan masyarakat untuk mengelola BUM Des. Seperti yang sudah dikatakan di
atas tadi bahwa sosialisasi itu penting guna mempersiapkan masyarakt desa untuk
mengelola BUM Des ini. Selain itu kendala lahan juga harus menjadi perhatian
pemerintah karena tidak sedikit desa yang hganya mempunyai lahan sedikait
bahkan sudah dipenuhi oleh masyarakat desa itu sendir, tentunya ini juga akan
menjadi rawan konflik atau perseliihan antara pemerintah desa dengan
masyarakatnya sendiri, karena pemerintah desa juga harus membebaskan lahan yang
ditempati warga tersebut untuk dijadikan BUM Des.
Namun,
disisi lain BUM Des ini juga sangat diperluakan dalam pembangunan dan
kesejahteraan desa, hal ini dikarekan BUM Des dapat digunakan sebagai salah
satu sumber pendapatan desa yang tentunya juga akan berpengaruh terhadap
pembangunan desa. Selain itu, BUM Des juga dapat meningkatkan daya saing desa
yang akan mengarah kepada kemajuan desa itu sendiri sehingga dapat mewujudkan
desa yang mandiri dan otonom. Kesejahteraan masyarakat tentunya juga akan
meningkat, hal dikarenakan BUM Des itu sendiri akan dikelola langsung oleh
masyarakat desa yang artinya masyarakat desa juga dituntut untuk berperan aktif
dalam pengembangan usaha BUM Des ini. Selain itu, kreatifitas masyarakat desa
juga akan tersalurkan untuk memajuakan BUM Des di desa mereka.
7. Kendala
yang dihadapi saat mendirikan   BUMDes
}  Apakah
Desa tersebut memilih bentuk koperasi atau perusahaan (PT) ?
}  Bagaimana
masalah pemodalan didesa tersebut, apakah bisa mengalihkan aset-aset PNPM?
}  Bagaimana
tata cara kerjasama dengan pihak ketiga?
}  Bagaimana
memancing warga desa yang tidak punya inisiatif untuk membuat badan usaha?
}  Bagaimana
melakukan studi kelayakan usaha sederhana ?
 
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete