BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan masyarakat dunia
yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan
perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia.Gelombang besar kekuatan
internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan
mengasai eksistensi Negara-negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang
langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan
kebangsaan karena adanya perbenturan
kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme. Permasalahan
kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit
manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain
muncul masalah internal, yaitu maraknya tuntan rakyat, yang secara objektif
mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan sosial.
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambah komplik
internal seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik menarik
kepentingan yang secara langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru
yang masuk, baik secara sujektif maupun objektif, serta terjadinya pergeseran
nilai di tengah masyarakat yang pada akhirnya mengancam-prinsip-prinsip hidup
berbangsa masyarakat Indonesia. Prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak
dasar (The founding fathers) Negara Indonesia yang kemudian
diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat bernegara, itulah
pancasila. Dengan pemahaman demikian, maka pancasila sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai nilai baru dari nuar dan
pergeseran nilai-nilai yang terjadi Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu
masyarakat suatu bangsa, senantiasan memeliki suatu pandangan hidup atau
filsaat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain didunia. Inilah
yang disebut sebagai local genius
(kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan
local)
bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan
pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara Indonesi
merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang
fundamental “di atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini didirikan?”
jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur
utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu
bertolak ukur pada nilai-nilai pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila
yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistim filsafat.
1
Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek
ontology, epistemology, dan aksiologi dari kelima sila pancasila.
1.2 Rumusan masalah
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Bagaimana arti sebenarnya dari pancasila sebagai
sistem filsafat?
2. Apa fungsi utama filsafat pancasila?
1.3 Tujuan
Adapun Tujuan Umum dan
Khusus dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Agar kami mendapatkan nilai dari tugas Dosen
mata kuliah
2.
mengetahui aspek dari isi pencasila sebagai filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
A. PANCASILA SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT
Pengertian Sistem Filsafat:
1. Sistem
Sistem
adalah suatu rangkaian keseluruhan kebulatan unsur-unsur yang mempunyai kedudukan
dan peran terhadap keseluruhan itu menjadi tempat bersatunya semua unsur,
mengingat semua unsur menjadi satu sehingga rangkaian keseluruhan dan kebulatan
tersebut merupakan satu keutuhan yang organis.
2. Filsafat
Dari segi Etimologis istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia
mempunyai padanan “falsafah” dalam kata Arab. Sedangkan menurut kata
Inggris “philosophy”, kata Latin “philosophia”, kata belanda “philosophie”, kata Jerman “philosophier”, kata Perancis “philosophie”, yang kesemuanya itu
diterjemahkan dalam kata Indonesia “filsafat”. Menurut Harun Nasution, istilah
“falsafah” berasal dari bahasa Yunani
“philein” dan kata ini mengandung
arti “cinta” dan “sophos” dalam arti
hikmah (wisdom)(Nasution, 1973). Istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani,
bangsa Yunanilah yang mula-mula berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang. Kata ini bersifat majemuk, berasal dari kata “philos” yang berarti “sahabat” dan kata
“Sophia” yang berarti “pengetahuan yang bijaksana
(wished)” dalam bahasa Belanda, atau wisdom kata Inggris, dan hikmat
menurut kata Arab.
2
Maka philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada pengetahuan
yang bijaksana, oleh karena itu mengusahakannya. (Gazalba, 1977). Jadi terdapat sedikit perbedaan arti, disatu
pihak menyatakan bahwa fisafat merupakan bentuk majemuk dari “philein” dan sophos”, (Nasution, 1973) di lain pihak filsafat
dinyatakan dalam bentuk majemuk dari “philos”
dan “Sophia” (Gazalba,1977), namun secara semantis mengandung makna yang sama. Dengan demikian istilah “filsafat” yang dimaksudkan sebagai kata
majemuk dari “philein” dan “sophos” mengandung arti, mencintai
hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan “filsafat” yang merupakan bentuk
majemuk dari “philos” dan “Sophia” berkonotasi teman dari
kebijaksanaan. Sementara ahli ada yang menyatakan bahwa “Sophia” arti yang lebih luas dari kebijaksanan. Arti “Sophia” meliputi pula
kerajinan(craftsmanship) sampai kebenaran pertama (first truth), “Sophia” kadang kadang juga mengandung
makna pengetahuan yang luas (wide knowledge), kebijaksanaan (Inrelectual
virtues). Pertimbangan yang sehat (soundjudgement). Kecerdikan dalam memutuskan
hal-hal yang praktis (shrewdness in practical decision). Jadi
istilah “filsafat” pada mulanya merupakan suatu istilah yang secara umum
dipergunakan untuk menyebutkan usaha kearah keutamaan mental (the pursuit of
mental excellence) (A li Mudhofir, 1985). Lingkup Pengetian Filsafat.
Filsafat memiliki bidang bahasan yang sangat luas yaitu segala sesuatu baik
yang bersifat kongkrit maupun yang bersifat
abstrak. Maka untuk mengetahui lingkup pengertian filsafat , terlebih
dahulu perlu dipahami objek material dan formal ilmu filsafat sebagai berikut:
a. Objek
material filsafat, yaitu objek pembahasan
filsafat yang meliputi segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit
seperti , manusia, alam, benda, binatang dan lain sebagainya, maupun sesuatu yang bersifat abstrak misalnya nilai,
ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.
b. Objek
formal filsafat, adalah cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut, suatu objek material
tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda. Oleh
karena itu terdapat berbagai macam sudut
pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat , antara lain dari sudut
pandang nilai terdapat bidang aksiologi, dari sudut pandang pengetahuan
terdapat bidang epistemology,keberadaan bidang ontologi, tingkah laku baik dan
buruk bidang etika, keindahan bidang estetika dan masih terdapat sudut padang
lainnya yang lebih khusus misalnya filsafat sosial, filsafat hokum, filsafat bahasa dan sebagainya. Berikut ini dijelaskan berbagai bidang
lingkup pengertian filsafat.
3
Secara
keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah dapat di kelompokkan
menjadi ;
1.
Filsafat sebagai produk
yang mencakup pengertian.
a.
Filsafat sebagai jenis
pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman
dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu,
misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatism dan lain sebagainya.
b.
Filsafat sebagai suatu
jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas
berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan
yang bersumber pada akal manusia.
2.
Filsafat sebagai suatu
proses yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas
berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu
cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam pengertian ini
filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat
dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan suatu kumpulan dogma yang hanya
diyakini di tekuni dan dipahami sebagai suatu nilai tertentu tetapi lebih
merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan
menggunakan suatu metode tersendiri.
Cabang-cabang
filsafat yang pokok adalah metafisika, epistemlogi, metodelogi, logika, etika,
estetika.
B. Rumusan Kesatuan
Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
1.
Susunan kesatuan sila-sila
pancasila yang bersifat organis
2.
Susunan pancasila yang
bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal
3.
Hubungan sila-sila
pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi
Rumusan pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal:
1. Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai oleh
sila Ketuhanan yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawatan/perwakilan serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai sila Ketuhanan
yang Maha Esa, kemanusianan yang adil dan beradab, meliputi dan menjiwai sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. 4
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyaratan/perwakilan adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan
yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, serta
meliputi dan menjiwai sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi
dan dijiwai oleh sila-sila Ketahuan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Rumusan
hubungan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling
mengkualifikasi
C. Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan system
filsafat memiliki, dasar antologis, dasar epistemologis dasar aksiologis
sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme,
liberalism, pragmatisme, komunisme dan idealism.
1. Dasar
antropologis sila-sila pancasila
Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia
yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini
juga disebut sebagai dasar antropologis.
Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila
secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas kodrat, raga
dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia ialah sebagai makhluk
individu dan makhluk social dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Hakikat kesatuan sila-sila pancasila yang bertingkat dan
berbentuk piramidal dapat dijelaskan sebagai berikut ,
Sila
pertama Ketuhanan yang Maha Esa pada hakikatnya bahwa pendukung pokok Negara
adalah manusia, karena Negara adalah sebagai lembaga hidup bersama sebagai
lembaga kemanusiaan dan manusia adalah seb agai
makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Sila
kedua kemanusiaan yang adil dan beradab, Negara adalah lembaga kemanusiaan,
manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok Negara.
Sila
ketiga persatuan Indonesia pada hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh
sila ketuhanan dan kemanusiaan, manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa
yang pertama harus direalisasikan adalah
mewujudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut
Negara.
5
Sila
keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, makna pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu
kesesuainnyadengan hakikat rakyat. Hakikat sila keempat ini adalah penjumlahan
manusia-manusia,semua orang, semua warga dalam suatu wilayah Negara tertentu.
Sila
kelima keadilaan social bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki makna pokok
keadilan yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil, mengandung makna
bahwa keadilan adalah sebagai akibat adanya Negara kebangsaan dari
manusia-manusia yang berkeTuhanan yang Maha Esa. Sila keadilan social adalah
merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan
social juga ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung
dalam sila kedua kemanusiaan yang adil beradab. Menurut Notonagoro hakikat
keadilan yang terkandung dala sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam
sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis,
yaitu kemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesame dan terhadap
Tuhan.
2..Dasar Epistemologis
sila-sila Pancasila
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem
pengetahuan. Sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki tiga unsur pokok
agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu logos (rasionalitas atau
penalarannya), pathos (penghayatannya) dan ethos(kesusilaanya).
Terdapat
tiga persoalan yang mendasar dalam epistemology tentang sumber pengatahuan
manusia, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia dan tentang watak
pengetahuan manusia. Persoalan epistemologi dalam hubungannya dengan pancasila
dapat dirinci sebagai berikut.
Pancasila sebagai suatu
objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan pancasila
dan susunan pengetahuan pancasila. Sumber pengetahuan pancasila adalah bangsa
Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai, adat istiadat serta kebudayaan dan
nilai religious maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila
pancasila dengan pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki
kesusaian yang bersifat korespondensi, susunan pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengatuan maka pancasila memiliki susunan
yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun
isi arti sila-sila pancasila. Susunan kesatuan sila-sila pancasila adalah
bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal. Susunan isi arti pancasila
meliputi tiga hal yaitu isi arti pancasila yang umum universal, isi arti
pancasila yang umum kolektif da nisi arti pancasila yang bersifat khusus dan
kongkrit.
Pandangan
pancasila tentang pengetahuan manusia, menurut
pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat
manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri dari
raga (jasmani) dan jiwa (rohani).
6
Pancasila
mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia. Selain itu manusia
memiliki indra sehingga dalam proses reseptif indra merupakan alat untuk
mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris terutama dalam
kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat positif.
3.Dasar Aksiologis
Sila-sila Pancasila
Sila-sila
sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga
merupakan suatu kesatuan , tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada
titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan dalam
pengertian nilai dan hierarkhisnya.
Max
scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama
tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi empat
tingkatan yaitu nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai kehidupan, nilai-nilai
kejiwaan dan nilai-nilai kerohanian. Pandangan dan tingkatan nilai tersebut
menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga macam yaitu nilai material, nilai
vital dan nilai-nilai kerohanian. Nilai-nilai kerohanian dapat dibedakan atas
empat tingkatan yaitu nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau
nilali moral dan nilai religious.
Isi arti
sila-sila pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat pancasila yang
umum universal yang merupakan substansi sila-sila pancasila, sebagai pedoman
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara yaitu sebagai dasar Negara yang bersifat
umum kolektif serta realisasi pengamalan pancasila yang bersifat khusus dan
kongkrit. Hakikat pancasila adalah merupakan nilai, adapun sebagai pedoman
Negara adalah norma adapun aktualisasi atau pengamalannya adalah merupakan
realisasi kongkrit pancasila.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila satu sampai lima adalah cita-cita, harapan dan dambaan bangsa
Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Bangsa Indonesia dalam hal
ini merupakan pendukung nilai-nilai
pancasila. Sebagai pendukung nilai bangsa Indonesia itu menghargai, mengakui
dan menerima pancasila sebagai dasar-dasar nilai. Nila-nilai yang terkandung
dalam pancasila yang tertinggi adalah nilai kerohanian karena nilai Ketuhanan
bersifat mutlak.
D.Pancasila sebagai
Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1.Dasar Filosofis
Dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila,
dijelasakan sebagai berikut. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara
Repukblik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan
kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
7
Pemikiran filsafat
kenegaraanbertolak dari suatu pandangan bahwa Negara adalah merupakan suatu
persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan
masyarakat hokum(legal society). Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu
berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga Negara sebagai persekutuan
hidup adalah berkedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(hakikat sila pertama). Negara yang merupakan pesekutuan hidup manusia sebagai makhlukTuhan
Yang Maha Esa,pada hakikatnya bertujuan
untuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya
atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu Negara
sebagai suatu organisasi hidup manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai
suatu bangsa(hakikat sila ketiga). Terwujudnya persatuan dalam suatu Negara
akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah
Negara tertentu. Konsekuensinya dalam hidup kenegaraan itu haruslah mendasarkan
pada nilai bahwa rakyat merupakan asal pula kekuasaan Negara. Maka Negara harus
bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai
individu maupun secara bersama(hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan
negara sebagai tujuan bersama, maka dalam hidup kenegaraan harus mewujudkan
jaminan perlindungan bagi seluruh warga, sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin berdasarkan
suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama(kehidupan sosial)
(hakikat sila kelima). Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi
kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Dalam hubungannya dengan pengertian nilai sebagaimana tersebut
diatas maka Pancasila tergolong nilai kerokhanian, akan tetapi kerokhanian yang
mengakui adanya nilai materialdan nilai
vital karena pada hakikatnya menurut Pancasila bahwa Negara adalah jasmani
rokhani. Selain itu dalam Pancasila yang merupakan nilai-nilai kerokhanianitu
didalamnya terkandung nilai-nilai lainya secara lengkap dan harmonis, baik
nilai material,vital, kebenaran(kenyataan), estetis, etis maupun nilai
religious. Hal ini dapat dibuktikan pada nilai-nilai Pancasila yang tersusun
secara hierarkhis pyramidal yang bulat dan utuh. Selain itu secara kausalitas bahwa
nilai-nilai Pancasila adalah besifat objektif dan jga subjektif. Artinya esensi
nilai-nilai Pancasila adalah besifat universal yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan keadilan. Sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada
Negara lain walaupun barangkali namanya bukan Pancasila artinya jika kalau
Negara menggunakan prinsip filosofi bahwa Negara Berketuhanan, Kemanusiaan,
Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya
menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
8
1. Rumusan dari sila-sila
Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam menunjukkan
adanya sifat-sifat yang umumnya universal dan abstrak, karena merupakan suatu
nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga
merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu dalam
hierarkhi suatu tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum yang
tertinggi. Maka secara objektif tidsk dapat diubah secara hukum sehingga
terlekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai konsekuensinya jika kalau
nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu diubah maka
sama halnya dengan pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini sebagaimana
terkandung dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.
Sebaliknya nilai-nilai
subjektif Pancasila Dapat diartikan
bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terletak pada
bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Nilai-nilai Pancasila
timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kuasa
materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis,
serta hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
2.
Nilai-nilai Pancasila
merupakan filsafat(pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati
diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan,
keadilan, dan kebijaksanaandalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3.
Nilai-nilai Pancasila di
dalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran,
keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis estetisdan nilai religious, yang
manifestasinya sesuai denganbudi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Nilai-nilai Pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi
landasan, dasar serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraa. Dengan pekataan lain bahwa
nilai-nilai Pancasila merupakan das
Sollen atau cita-citatentang kebaikanyang harus diwujudkan menjdi suatu
kenyataan atau das Sein.
9
2.Nilai-nilai
Pancasila sebagai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara
yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok
Kaidah Negara yang Fundamental. Adapun
Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung
empat Pokok Pikiran yang bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya
tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai
Pancasila.
Pokok pikiran pertama
menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala
paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan
bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi
seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok
pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga
menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini
menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan di
tangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat
menyatakan bahwa, Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaanyang adil dan beradab. Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan
yang adil dan beradab ini, merupakan sumber moral dalam kehidupan kenegaraan
dan kebangsaan. Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam
pergaulan hidup negara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Hal itu dapat disimpulkan
bahwa keempat pokok pikiran tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari
sila-sila pancasila. Pokok pikiran ini sebsgai dasar, fundamental dalam
pendirian negara, yang realisasi berikutnya perlu diwujudkan atau dijelmakan
lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945. Dengan perkataan lain bahwa dalam
penjabaran sila-sila Pancasila dalam peraturan perundangan-undangan bukanlah
secara langsung dari sila-sila Pancasila
melainkan melalui Pembukaan UUD 1945. Empat pokok pikiran dan barulah
dikongkritisasikan dalam pasal UUD 1945. Selanjutnya dijabarkan lebih lanjut
dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan serta hukum positif
dibawahnya.
10
Dalam pengertian inilah
maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar yang
fundamental bagi Negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Selain itu dasar fundamental moral dalam kehidupan
kenegaraan tersebut juga meliputi moralitas para penyelenggara negara dan
seluruh warga negara. Bahkan dasar fundamental moral dituangkan dari
nilai-nilai Pancasila tersebut juga harus mendasari moral dalam kaitannya dengan
politikluar negeri Indonesia. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia dalam era
reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam
upaya untuk memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini hendaklah didasarkan pada
moralitas yang tertuang dalam pokok pikiran keempat tersebut yaitu moral
Ketuhanan dan kemanusiaan agar kehidupan rakyat menjadi semakin bertambah
sejahtera.
11
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2014. pendidikan pancasila.
yogyakarta : paradigma
Zubaidi,achmad. 2012. pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta : paradigma
Wreksosuhardjo,
sunarjo. 2004. filsafat ilmiah dan aplikatif. Yogyakarta : andi
Santoso, Heru. 2002. Sari
pendidikan pancasila dan undang-undang dasar berdasarkan perubahannya. Yogyakarta
: Tiara wacana
No comments:
Post a Comment