Popular Posts

Wednesday, November 17, 2021

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH “PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI DALAM MBS”

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sekolah/Madrasah merupakan lembaga khusus (formal) yang menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sekolah/madrasah semestinya diurus dengan sebaik-baiknya. Pengurusan yang baik terhadap sekolah/madrasah dapat dilihat indikasinya dari manajeman pendidikan/pembelajaran  dan manajemen lembaga yang dikelola dengan baik dan profesional oleh Kepala Sekolah/Madrasah berikut tenaga kependidikan lainnya.

Manajemen pendidikan dan lembaga mutlak dilakukan karena hal tersebut mencerminkan keunggulan sekolah. Manajemen atau pengelolaan sekolah merupakan komponen integral  yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena tidak mungkin tujuan pendidikan baik tujuan institusional, instruksional, lebih-lebih tujuan pendidikan nasional akan tercapai secara optimal, efektif dan efisien.

Akan tetapi tampaknya, masih banyak sekolah/madrasah yang  diurus tanpa manajemen pendidikan. Sekolah/madrasah berjalan apa adanya, tanpa perencanaan, yang mencakup perencanaan jangka pendek, menengah apalagi perencanaan jangka panjang. Proses pembelajarannya pun terseok-seok seperti akar tumbuh di batu. Guru-guru yang tidak berkompeten dalam bidangnya dan kualifikasi akademik yang tidak memadai, masih banyak ditemukan pada sekolah-sekolah maupun madrasah-madrasah. Belum lagi jika tintinjau dari kompetensi lulusannya yang tidak mampu bersaing di tengah-tengah kehidupan global karena tidak sesuai apa  yang diajarkan dengan kebutuhan di masyarakat.Belum lagi jika ditinjau dari kompetensi lulusan sekolah/madrasah yang tidak sesuai antara yang diajarkan di sekolah/madrasah dengan tuntutan kebutuhan di masyarakat. Persoalan ini tentu berkaitan dengan pengembangan kurikulum di sekolah/madrasah bersangkutan.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menawarkan suatu pencerahan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang lebih ditekankan pada keleluasaan pada sekolah/madrasah untuk mengelola pendidikan secara lebih mandiri. Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan suatu bentuk manajemen/pengelolaan sekolah yang sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah untuk mencapai tujuan. Tujuan penyelenggaran pendidikan disekolah,sesuai dengan aturan perundang-undangan pendidikan yang berlaku. MBS muncul sejalan dengan keinginan pemerintah pusat yang membagi kekuasaan dalam bentuk sentralisasi dan desentralisasi berupa otonomi daerah kabupaten/kota. Dalam bidang pendidikan, otonomi ini berupa kewenangan yang diberikan kepada sekolah.

Dengan pembagian kekuasaan tersebut, pemerintah  pusat hanya menerbitkan berbagai macam aturan. Khususnya aturan aturan dibidang pendidikan, seperti perundang undangan pendidikan, keputusan presiden dan menteri pendidikan menyangkut pendidikan, keputusan presiden dan menteri pendidikan menyangkut pendidikan, menerbitkan kurikulum, dan menerbitkan izin penggunaan buku teks peserta didik.selanjutnya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menerbitkan  aturan aturan pelengkap dibidang pendidikan lainnya. Berdasarkan aturan aturan tersebut, sekolah kemudian menyelenggarakan kegiatan pendidikan disekolah secara otonom. Dalam artian, sekolah memiliki otonomi/kewenangan untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka mencapai prestasi-prestasi sekolah, baik prestasi sekolah sebagai lembaga, peserta didik, dan tenaga kependidikan maupun prestasi yang dicapai oleh para peserta didik disekolah. Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu, perlu dipahami pengembangan dan perencanaan dalam MBS.

 

 

B.     Rumusan Masalah

                  1.         Bagaimana menyusun rencana pengembangan sekolah?

                  2.         Bagaimana mengelola perubahan di sekolah?

                  3.         Bagaimana perubahan bagian perjuangan sekolah?

                  4.         Bagaimana perencanaan pengembangan sekolah?

                  5.         Bagaimana konsep perencanaan?

                  6.         Bagaimana tahap dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah?

C.    Tujuan Masalah

                  1.         Untuk mengetahui cara menyusun rencana pengembangan sekolah.

                  2.         Untuk mengetahui cara mengelola perubahan di sekolah.

                  3.         Untuk mengetahui perubahan bagian perjuangan sekolah.

                  4.         Untuk mengetahui perencanaan pengembangan sekolah.

                  5.         Untuk mengetahui konsep perencanaan.

                  6.         Untuk mengetahui tahap dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah

Pengembangan dwkolah direncanakan secara terpadu dan berjenjang, melalui beberapa tahapan. Setiap kepala sekolah, guru, Siswa dan orang tua, bahkan masyarakat tertentu berharap sekolahnya berkembang. Untuk itu perlu disusun rencana pengembangannya. Rencana pengembangan sangat penting, karena aka dijadikan landasan kerja sekuruh stap, sehingga harus disusun dengan baik.

1.        Kepala sekolah harus menyusun dengan melibatkan berbagai orang atau bagian yang terkait dengan sekolah. Sebaiknya di sekolah dibentuk tim penyusun program sekolah yang secara teknis bertugas menyusun program sekolah.

2.        Anggota tim perencana pengembangan sekolah idealnya setiap unsur harus terwakili dalam tim tersebut. Tetapi, jika tidak mungkin paling tidak ada insur guru, stap administrasi, wakil orang tua (BP3), dan bahkan jika mungkin wakil siswa (OSIS).

Anggota tim sebaiknya dipilih yang memiliki: (a) wawasan kependidikan secara memadai, dan (b) memiliki minat dalam kegiatan perencanaan. Jumlah tim tidak perlu terlalu banyak agar lebih efisien, misalnya 5-8 orang. Jika perlu informasi atau data, tim dapat meminta/mencari dari sumber-sumber yang relevan.

3.        Idealnya sekolah harus memiliki perencanaan: (a) rencana jangka panjang, untuk 8 tahun, (b) rencana jangka menengah, untuk 4 tahun, dan (c) rencana jangka pendek, untuk 1 tahun.

Rencana jangka panjang bersifat  umum dan hanya menyebutkan arah pengembangan atau visi, misalnya dalam waktu 8 tahun pengembangan sekolah diarahkan untuk peningkatan mutu dengan ditandai naiknya NEM dan diperolehnya prestasi, misalnya dalam karya ilmiah remaja.

Rencana jangka menengah sudah harus lebih operasional dengan menyebut target. Misalkan NEM harus naik dari 6.0 menjadi 7.0. Diasertai penjabaran garis besar programnya, misalnya kualitas pembelajaran dengan pemenuhan sarana belajar siswa.

Rencana jangka pendek, sudah harus rinci dengan tahapan kegiatannya, dan dapat dipedomani dalam kegiatan sekolah sehari-hari.

4.      Prinsip-prinsip dalam perencanaan pengembangan sekolah

Ada lima prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengembangan sekolah, yaitu:

a.       Mengacu pada tujuan. Artinya rencana pengembangan harus disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya untuk meningkatkan rata-rata NEM dari 5,5 menjadi 6,0. Tujuan yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan secara spesifik, sehingga dapat dijadikan pedoman penyusunan program dan mengukur kketercapaiannya

b.      Dapat dilaksanakan. Dapat dilaksanakan dengan kondisi tenanga, sarana, dan dana yang ada atau dapat digali. Jadi renca pengembangan sekolah harus realistik, sesuai dengan kondisi dan potensi setempat.

c.       Komprehensif dan integrated. Komprehensif artinya menyeluruh. Sebagai suatu sistem, sekolah memiliki berbagai komponen yang saling terkait. Jika salah satu komponen diubah, komponen lain akan terpengaruh. Misalnya, jika untuk meningkatkan NEM, jam pelajaran ditambah, maka komponen guru, ruang kelas, anggaran, dan daya tahan siswa akan terpengaruh.

Integrated artinya terpadu. Setiap komponen atau bagian atau orang yang terkait harus dirancang dapat saling mendukung (terpadu). Dalam contoh diatas,komponen guru, anggaran dan orang tua harus dirancang untuk saling mendukung peningkatan NEM siswa.

d.      Efektif dan efisien. Efektif artinya mencapai tujuan. Efisien artiny menggunakan tenaga, sarana atau dana minimal. Agar efektif, rencana pengembangan harus benar- benar diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Agar efisien, maka dalam perencanaan penggunaan tenaga, waktu, dana, sarana harus diperhitungkan secara hemat. Sebagai contoh tidak perlu menggunakan dua orang jika tugas dapat dikerjakan oleh satu orang.

5.      Langkah-langkah menyusun rencana pengembangan sekolah

Ada 7 tahap dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah yaitu:

a.       Mengkaji kebijakan yang relevan. Pengembangan sekolah tidak tidk boleh bertentangan dengan kebijakan umum yang berlaku, baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Oleh karena itu sebelum mulai menyusun rencana perlu dikaji kebijakan-kebijaan yang terkait. Sebagai contoh dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tidak mungkin kita menggunakan kurikulum selain kurikulum yang berlaku, karena kebijakan Depdikbud menyatakan kurikulum berlaku secara nasional.

b.      Menganalisis kondisi sekolah. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui keadaan, kekuatan, kelemahan atau kekurangan sekolah. Lebih baik jika dilakukan dengan teknik SWOT (streng-weakness-opportunity-threat), sehingga dapat diketahui betul apa kekuatan, kelemahan, peluang/kesempatan, dan ancaman yang dihadapi sekolah. Langkah ini memerlukan data dan keahlian khusus. Oleh karena itu, jika diperlukan sekolah dapat meminta bantuan ahli.

c.       Merumuskan tujuan. Berdasarkan kebijakan yang berlaku dan hasil analisis kondisi sekolah, berikutnya dirumuskan tujua yang ingin dicapai oleh sekolah. Rumusan tujuan yabg baik harus menggambarkan kondisi atau perilaku, serelah program selesai dilaksanakan. Jika tujuan jangka menengah sudah ada, maka tujuan jangka pendek dijabarkan dari tujuan jangka menengah tersebut.

d.      Mengumpulkan data dan informasi. Data yang dikumpulkan adalah yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu komponen-komponen atau faktor-faktor yang diduga berkait dengan tujuan tersebut. Misalnya untuk menaikkan NEM diperlukan data tentang guru, siswa, kurikulum, perpustakaan, jadwal pelajaran, pola EBTANAS, dan sebagainya. Data harus mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif, misalnya jumlah siswa per kelas (kuantitatif), kualitas siswa (kualitatif, yang dapat dilihat dari NEM SLTP dan motivasi belajar sehari-hari).

e.       Menganalisis data dan informasi. Data yang sudah terkumpul perlu dianalisis secara cermat dan komprehensif. Dalam analisis dicoba ditafsirkan, baik masing-masing komponen secara terpisah maupun hubungan antarkomponen. Misalnya, komponen siswa, guru, perpustakaan dianalisis secara terpisah, dan selanjutnya dicari hubungan satu dengan lainnya.

f.       Merumuskan dan memilih alternatif program. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kemudian dikembangkan beberapa alternatif program kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sebaliknya dikembangkan lebih dari satu program.

Alternatif program tersebut kemudian dievaluasi untuk dipilih salah satu, paling besar untuk mencapai tujuan, tetapi yang paling hemat dalam menggunakan tenaga, waktu, dan dana.

g.      Menetapkan langkah-langkah kegiatan pelaksanaan. Sebelum dilaksanakan alternatif program dipilih perlu dijabarkan secara rinci, sampai dengan tahap-tahap pelaksanaannya. Dalam setiap tahap harus jelas: (1) sasaran yang ingin dicapai, (2) kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut, (3) siapa pelaksanaan dan penanggung jawabnya, (4) kapan waktu pelaksanaan, dan (5) sarana/prasarana, (6) serta dana yang diperlukan.

Keenam tahap inilah yang secara nyata menjadi wujud rencana pengembangan sekolah. Sebaiknya diwujudkan dalam bentuk matriks, sehingga mudah dibaca.

 

B.     Mengelola Perubahan Di Sekolah

1.    Makna perubahan sekolah

Sekolah berkembang artinya berubah menjadi lebih baik misalnya sekolah berubah dari kurang disiplin menjadi sekolah yang memiliki disiplin tinngi. Perubahan di sekolah selalu melibatkan banyak pihak, guru, siswa, tenaga administrasi, orang tua siswa dan sebagainya. Tugas kepala sekolah adalah sebagai agen utama perubahan yang mendorong dan mengelola agar semua pihak yang terkait, termotivasi dan berperan aktif dalam perubahan tersebut.

2.    Peran agen perubahan

Setiap perubahan memerlukan agen perubahan, yaitu orang-orang yang membantu teman dalam perubahan tersebut. Ada 4 peran agen perubahan, yaitu sebagai (a) catalyst, (b) solution giver, (c) process helper, dan (d) resources linkers.

Catalyst berperan meyakinkan orang lain tentang perlunya perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Misalnya kepala sekolah meyakinkan orang tua siswa untuk memupuk disiplin anak didiknya.

Solution givers berperan untuk mengingatkan akan tujuan akhir dari perubahan yang dilaksanakan. cara boleh berubah, tapi tujuan akhir harus tetap dipertahankan.

Process helpers berperan membantu kelancaran proses perubahan, khususnya menyelesaikan masalah yang timbul dan membina hubungan antar pihak-pihak terkait.

Resources linkers berperan untuk menghubungkan orang dengan pemilik sumber dana/alat yang diperlukan.

Sebagai kepala sekolah sudah sepantasnya anda memahami fungsi anda yang telah disampaikan tadi diatas agar sekolah menjadi sebuah lembaga yang memiliki fungsi sebagai agen perubahan ke arah yang lebih baik yaitu prestasi.

3.    Tahap yang diperlukan dalam mengelola perubahan di sekolah

a.       Tahap penemuan. Misalnya guru atau kepala sekolah menemukan siswa yang tidak disiplin

b.      Tahap pengkomunikasian. Temuan tersebut dikomunikasikan dengan pihak terkait, untuk mendapatkan konfirmasi apakah hal itu benar-benar terjadi

c.       Tahap pengkajian. Masalah tersebut dikaji untuk ditemukan penyebabnya. Untuk itu perlu digali data yang relevan, kemudian dianalisis secara cermat.

d.      Tahap mencari sumber pendukung. Artinya mencari sumber, baik orang maupun sarana untuk melaksanakan perubahan yang dirancang.

e.       Mencoba. Dalam tahap ini ditentukan langkah perubahan yang akan ditempuh, termasuk personalia pelaksanaanya.

f.       Mempeluas dukungan. Artinya mencari dukungan dari berbagai pihak terkait untuk pelaksanaan perubahan tersebut.

g.      Pembaharuan. Pada tahap ini perubahan/pembaharuan dimulai. Selanjutnya merupakan problem solving yaitu memecahkan problem yang muncul akibat perubahan tersebut.

4.    Peran kepala sekolah agar perubahan dapat berjalan dengan baik

Agar perubahan dapat terjadi dan berjalan dengan baik, maka kepala sekolah harus berperan sebagai pemimpin yang memiliki visi jelas, yaitu gambaran sekolah yang dicita-citakan. Kepala sekolah harus mampu membimbing, mendorong dan mengorganisasikan staf dengan baik.

5.    Hambatan dalam melaksanakan perubahan disekolah.

Beberapa di antaranya :

a.       Target kurang spesifik, sehingga sulit menyusun program pelaksanaan dan mengevaluasinya.

b.      Jadwal kerja yang tidak realistik.

c.       Staf kurang terlatih.

d.      Peran yang terlalu berat bagi seorang atau beberapa orang staf.

e.       Kurang sarana.

f.       Tidak ada evaluasi.

g.      Manajemen kurang baik.

6.    Cara mempertahankan dukungan untuk perubahan di sekolah

Dukungan staf dan pihak terkait sangat penting dalam mengelola perubahan. Cara mempertahankannya antara lain :

a.       Mengundang umpan balik dari semua pihak, sehingga yang bersangkutan merasa ikut memiliki program perubahan tersebut

b.      Memberikan masukan yang konstruktif ke pihak pelaksana

c.       Melibatkan sebanyak mungkin pihak terkait, agar merasa dihargai

7.    Cara menangani kritik yang sering muncul

Setiap ada upaya perubahan dapat dipastikan akan muncul kritik. Cara mengelola kritik adalah :

a.       Perhatikan setiap kritik. Jika perlu undang mereka yang mengkritik untuk berdialog dan menjelaskan maksudnya.

b.      Tunjuk juru bicara, agar informasi segera tersampaikan kepada pihak-pihak yang dituju dan tidak terjadi salah pengertian.

c.       Siapkan laporan tertulis yang dapat dibaca oleh pihak-pihak yang berkepentingan

d.      Kendalikan diri dan tidak emosional dalam menanggapi kritik.

C.    Perubahan Bagian Perjuangan Sekolah

Sebagai organisasi hidup, maka konsekuensinya sekolah selalu mengalami dinamika baik berupa perkembangan maupun1 perubahan. Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa sekolah sebagai organisasi, dan setiap organisasi, menurut Stoner dkk. (1996: 104), perlu membuat perubahan struktural kecil-kecilan sebagi reaksi terhadap perubahan dalam lingkungan tindakan-langsung dan tindakan-tidak langsung. Dalam setiap semester, pendidik perlu mengubah pola evaluasi supaya menghindari penjiplakan bagi peserta didik angkatan berikutnya. Panitia penerimaan siswa baru mengubah pola sistem ujian masuk dan lain-lain. John P. Kotter dan Leonard A. Schlesinger, dalam Stoner (1992: 2), mengatakan, banyak perusahaan atau devisi perusahaan yang besar berpendapat bahwa mereka palung tidak harus setahun sekali mengadakan perubahan kecil di dalam organisasi dan mengagendakan perubahan besar setiap empat atau lima tahun sekali. Mengadakan perubahan efektif atau pengembangan semacam itu bukan saja merupakan keharusan demi kelangsungan hidup organisasi, tetapi juga merupakan tantangan (challenge).

Teori perubahan organisasi dilatarbelakangi pada konsep bahwa organisasi tergantung pada dan harus berinteraksi dengan lingkungan luar demi kelangsungan hidupnya. Tiap faktor lingkungan luar yang mencampuri kemampuan organisasi untuk menarik sumber sumber daya manusia, dana dan sarana-prasarana yang dibutuhkan menjadi kekuatan untuk adanya suatu perubahan (a_force of change). Tiap faktor di dalam lingkungan internal yang memengaruhi mm organisasi melakukan aktivitasnya, juga merupakan kekuatan untuk perubahan, yang didukung oleh change agent (pemimpin) yang mumpuni. Jadi, menurut teori perubahan, seperti yang dikemukakan Stoner (1992: 2-3), setidaknya ada tiga kekuatan yang mendorong organisasi melakukan perubahan, yaitu kekuatan eksternal (external forces), kekuatan internal (internal forces) dan change agent (pemimpin, manajer dan atau konsultan).

Seperti yang diungkap Drucker dalam Stoner (1992: 2), terdapat banyak sekali corak kekuatan eksternal untuk perubahan. Demikian pula, banyak faktor eksternal yang mendorong Sekolah sebagai lembaga sosial maupun pendidikan melakukan perubahan, antara lain pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, perubahan peranan sekolah dalam masyarakat serta pergumulan sekolah di era global. Sedangkan kekuatan internal yang mendorong sekolah melakukan perubahan adalah strategi baru, teknologi baru seperti komputerisasi dalam sistem administrasi, sikap dan perilaku civitas sekolah, manajemen baru dalam sistem pengelolaan sekolah dan lain-lain. Selanjutnya, kekuatan tersebut didukung adanya change agent yang mumpuni. Change agent adalah individu yang memegang peranan pimpinan dan bertanggung jawab untuk mengelola proses perubahan. Individu, kelompok atau orginasasi yang menjadi sasaran (target) usaha perubahan itu dinamakan sistem klien (client system). Para change agent dapat terdiri dari anggota organisasi itu sendiri, atau konsultan dari luar yang didatangkan oleh organisasi. Kekuatan-kekuatan inilah yang mendorong sekolah melakukan perubahan yang terencana (planned organizational change).

Program perubahan selalu diperlukan karena pergeseran dalam waktu dan hubungan yang terjadi di seluruh organisasi dunia. Dengan teknologi pemrosesan informasi canggih, bersama dengan bertambahnya globalisasi organisasi, ini berarti bahwa manajer disuguhi dengan lebih banyak ide baru, produk baru, tantangan baru. Untuk menangani pertambahan informasi demikian, ditambah dengan semakin sempitnya waktu membuat keputusan yang dapat diambil oleh manajer, manajer harus memperbaiki kemampuannya  untuk mengelola perubahan (Stoner, dkk., 1996: 104).

Dalam perubahan yang terencana, menurut Lewin dalam Stoner (1992: 7-8), change agent perlu melakukan proses-proses perubahan (the process of change) sebab ia sering kali menghadapi dua tantangan besar. Pertama, ia tidak mampu untuk mengubah sikap atau perilaku yang sudah tertanam sejak lama. Kedua, perubahan itu hanya berlangsung singkat, setelah melalui periode singkat dalam usahanya dengan cara yang lain, individu tersebut kerap kembali kepada pola perilakunya yang tradisional. 

Untuk mengatasi rintangan-rintangan semacam itu, Lewin yang kemudian dilanjutkan oleh Edgar H. Schein dan kawankawan, dalam Stoner dkk. (1996: 1089), mengembangkan model tiga langkah secara berurutan dalam proses perubahan. Model itu mencakup “pencairan” (unfreezing) pola perilaku yang sekarang, “pengubahan" (changing) atau mengembangkan pola perilaku yang baru, serta “membekukan kembali” (refreezing) atau mengukuhkan perilaku yang baru itu. Ketiga proses perubahan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

 

 

 

PENCAIRAN

 

PERUBAHAN

 
Oval: PEMBEKUAN
 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dalam perubahan yang terencana, menurut Lewin dalam Stoner (1992: 7-8), change agent perlu melakukan proses-proses perubahan (the process of change) sebab ia sering kali menghadapi dua tantangan besar. Pertama, ia tidak mampu untuk mengubah sikap atau perilaku yang sudah tertanam sejak lama. Kedua, perubahan itu hanya berlangsung singkat, setelah melalui periode singkat dalam usahanya dengan cara yang lain, individu tersebut kerap kembali kepada pola perilakunya yang tradisional.

Untuk mengatasi rintangan-rintangan semacam itu, Lewin yang kemudian dilanjutkan oleh Edgar H. Schein dan kawan-kawan, dalam Stoner dkk. (1996: 108), mengembangkan model tiga langkah secara berurutan dalam proses perubahan. Model itu mencakup “pencairan” (unfreezing) pola perilaku yang sekarang “pengubahan” (changing) atau mengembangkan pola perilaku yang baru itu. Ketiga proses perubahan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.      Pencairan (unfreezing), meliputi usaha untuk menjelaskan bahwa perubahan itu benar-benar diperlukan sehingga individu atau kelompok dapat segera memahami atau menerimanya. Pencairan dapat dilaksanakan dengan memperkenalkan informasi baru yang menegaskan perbedaan antara tujuan dan prestasi kerja sekarang dengan mengurangi kekuatan nilai-nilai lama dan yang tidak sesuai lagi, atau dengan menunjukkan tidak efektifnya lagi kebiasaan yang lama tadi. Dengan sendirinya pencairan dijalankan dalam keadaan yang benar-benar sudah tidak serasi, di mana pola perilaku yang sudah berurat-akar tidak berfungsi lagi.

2.      Pengubahan (changing)  berarti menemukan dan mengadopsi sikap, nilai dan tingkah laku baru dengan bantuan agen perubaha terlatih, yang memimpin individu, kelompok, atau seluruh organisasi melewati proses tersebut. Change agent yang telah terlatih memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pola perilaku yang baru (perubahan). Melalui kerja sama dengan para anggota organisasi, change agent membantu menciptakan situasi di mana nilai, sikap dan perilaku yang baru dibuat menjadi cocok dan memberikan pula contoh tentang masing-masing. Nilai, sikap dan perilaku ini diperoleh pada anggota organisasi melalui proses identifikasi dan internalisasi. Dalam identifikasi, para anggota organisasi berkenalan dengan nilai-nilai dan sikap change agent, menyesuaikan perilaku mereka kepada yang dikenalkan oleh change agent.  Dalam internalisasi, para anggota organasasi belajar kenal dengan nilai-nilai baru, sikap dan perilaku, ketika mereka menghadapi  situasi yang menuntut mereka untuk memberikan hasil yang efektif.

3.      Pembekuan kembali (refreezing) berarti mengukuhkan pola perilaku yang baru dengan perantaraan mekanisme penopang. Individu, kelompok atau organisasi yang mengalami perubahan kini dapat mengenyam keuntungan-keuntungan yang dibawakan oleh pola perilaku atau struktur yang baru itu. Pujian, penghargaan dan tindakan pengukuhan lainnya dari manajer memegang peranan penting selama tahap permulaan dari pembekuan kembali perilaku dalam individu. Jika diakui dan diterima, maka banyak hasil yang efektif dapat mencapai tujuan yang sama pada tingkat organisasi atau kelompok. Sekali dibekukan kembali, pola perilaku yang baru itu menjadi norma yang baru.

Berdasarkan teori perubahan diatas, agar sekolah tetap survive, maka setiap pengelola sekolah harus melakukan program untuk melakukan perubahan dalam lembaga sekolahnya, baik berupa perubahan kecil yang dilakukan setiap setahun sekali dan perubahan besar yang dilakukan lima tahun sekali. Dengan selalu melakukan perubahan tersebut, sekolah akan tetap up to date untuk perkembangan zamannya maupun lingkungannya. Namun demikian, untuk melakukan perubahan tersebut, sekolah perlu didukung oleh tiga faktor. Pertama, kekuatan eksternal (external force), seperti kebijakan pemerintah, dukungan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, kekuatan internal (internal forces) berupa SDM sekolah yang berkualitas, menyatukan visi, misi dan tujuan serta membina kerja sama yang baik antar komponen sekolah. Ketiga, adanya change agent (pemimpin, manajer, dana tau konsultan) yang mampu merencanakan, menggerakkan dan mengendalikan perubahan di sekolah. Agar perubahan dalam sekolah tetap terarah dan terkendali serta mengalami dinamika yang terus menerus, maka antara kepemimpinan, manajemen, administrasi dan budaya sekolah harus selalu terintegrasi.

Namun dalam realitasnya melakukan perubahan di sekolah tidak mudah, karena warga sekolah sering terjebak pada budaya kerja rutinitas sebelumnya yang sudah berurat akar dan dianggap benar. Oleh karena itu, walaupun pemerintah selalu melakukan pembaruan kurikulum, setidaknya setiap sepuluh tahun sekali, maupun perubahan dalam manajemennya, seperti berlakuya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), perubahan tersebut sering kali hanya bersifat “hangat-hangat tahi ayam”.Setelah dilakukan penataran dan pelatihan, beberapa waktu kemudian pengelola sekolah kembali kepada cara kerja lama. Hal inilah yang membuat kurang berhasilnya KBK (Kurikulum berbasis kompetensi) 2004, di mana para guru selalu kembali kepada gaya pengajaran lama yang dianggap sudah benar.

Untuk mengatasi rintangan-rintangan semacam itu, bedasarkan teori perubahan yang ditawarkan Lewin yang kemudian dilanjutkan mengembangkan model tiga langkah. Pertama, pencairan (unfreezing)  terhadap budaya kerja yang berlaku sekarang. Kedua, melakukan pengubahan (changing) atau mengembangkan budaya kerja yang baru. Ketiga, membekukan kembali (refreezing) atau mengukuhkan budaya kerja yang baru itu. Ketiga proses perubahan itu setidaknya akan dapat mendukung perubahan maupun pengembangan yang terjadi di sekolah agar tetap survive.

D.    Perencanaan Pengembangan Sekolah

Salah satu aspek penting dalam implementasi MBS adalah perencanaan. Perencanaan merupakan titik tolak pengembangan sekolah ke depan. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi Anda untuk mengkaji konsep perencanaan dan tahap-tahap perencanaan pegembangan sekolah. Masalah perencanaan inilah yang akan dikaji.

Dalam sajian tentang tahap-tahap perencanaan pengembangan sekolah, Anda akan diajak untuk secara praktis menyusun perencanaan pengembangan sekolah berdasarkan kondisi yang ada disekolah Anda. Dengan demikian diharapkan Anda dapat menerapkan konsep MBS dan implementasinya dalam kerangka pengembangan sekolah Anda ke depan.

E.     Konsep Perencanaan

Setiap sekolah harus mempunyai perencanaan dalam meningkatkan kualtas sekolah. Contoh sederhananya adalah program sekolah unyuk ditetapkan berdasarkan kondisi sekolah, melibatkan skateholder, terdokumentasi dengan baik, apakah dijalankan dengan benar, adakah dilakukan monitoring dan evaluasi? Jawabannya bisa kita temukan dari sekolah.

Selama ini kelemahan kita dalam mencapai tujuan yang sudah dutetapkan adalah masalah perencanaan dan dokumen, arsip, atau catatan kegiatan. Perencanaan jarang kita lakukan, kalaupun ada biasanya tidak terdokumentasi dengan baik, dilanggar, atau bahkan tidak dilaksanakan. Sebuah pepatah bijak menyatakan, “kerjakan apa yang Anda tulis dan tulis apa yang Anda kerjakan”. “kerjakan apa yang Anda tuls,” berkaitan dengan implementasi atau pelaksanaan sesuai dengan perencanaan; sedangkan “tulis apa yang Anda kerjakan”berkaitan dengan pendokumentasian, pengarsipan, dan pencatatan kegiatan.

Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, berapa lama, berapa orang yang diperlukan, dan berapa banyak biayanya. Nawawi (1997:10) mengatakan dasarnya perencanaan berarti persiapan menyusun suatu keputusan berupa langkah- langkah penyelesaian sutu masalah atau pelaksanaan suatu berupa langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.

Jadi, perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan sumber-sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secraa efisien dan efektif dalam mencapai tujuan (Sagala, 2004:19). Sebagai salah satu fungsi manajemen, perencanaan menempati fungsi pertama dan utama diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Saudara juga dapat mengatakan bahwa, perencanaan adalah proses menentukan sasaran, alat, tuntutan-tuntutan, tafsiran, pos pos tujuan, pedoman dan kesepakatan (commitmen) yang menghasilkan program – program yang dikembangkan.

Dalam suatu perencanaan perlu ditetapkan teknik / cara dan alat pengukur yang akan dipergunakan untuk mengetahui tahap pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Usaha mengukr ketercapaian tujuan itu disebut evaluasi (Nawawi, 1997:26). Evaluasi adalah proses penetapan seberapa jauh tujuan yang telah dirumuskan dapat dicpai dengan memeprgunakan cara kerja, alat, dan personil tertentu. Dengan demikian usaha merencanakan cara evaluasi akan meliputi pula tindakan kontrol terhadap efesiensi cara bekerja, keserasian, dan ketepatan alat yang dipergunakan, serta kemampuan personal dalam mewujudkan kerja.

Evaluasi internal dapat dilakukan dengan analisis SWOT (Strength, Weaknes, Oppurtunity, dan Threats) yaitu menganalisis kekuatan dan kelemahan lembaga (internal) serta peluang dan ancaman (eksternal) yang dihadapi. Evaluasi diri dilakukan oleh tim secara objektif terhadap kinerja lembaga. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian dirumuskan isu atau permasalahan yang harus dicari pemecahannya serta tindakan yang perlu dilakukan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam evaluasi diri adalah ketersediaan sumber daya dan prioritas program. Untuk memperjelas apa dan bagaimana evaluasi diri (SWOT analysis), perhatikan gambar berikut ini (Nanang Fattah, 2004: 36).

LINGKUNGAN EKSTERNAL

(LOKAL, NASIONAL, GLOBAL)

Kecenderungan

·         Ideologi

·         Ekonomi

·         Politik

·         Budaya

·         Ilmu pengetahuan

Stake Holders

·         Siswa

·         Guru

·         Masyarakat

·         Pemerintah

 

Kecenderungan

·         Ideologi

·         Ekonomi

·         Politik

·         Budaya

·         Ilmu pengetahuan

PELUANG TANTANGAN

Identifikasi Masalah

 

Visi Misi Tujuan Sasaran

 

 

 


KEKUATAN DAN KELEMAHAN

SUMBER-SUMBER DATA

·         Tenaga

·         Keuangan

·         Informasi

·         Sarana (INTERNAL)

 

EVALUASI DIRI (SWOT ANALYSIS)

 

Gambar: Analisis SWOT

Banghard  dan Trull (dalam Sagala, 2000: 46) mengemukakan, “Educational planning is first of all a ratonal process”. Pendapat ini menunjukkan bahwa perencanaan pendidikan adalah awal dari proses-proses rasional, dan mengandung sifat optimism yang didasarkan atas kepercayaan bawa berbagai permasalahan akan dapat diatasi. Perencanaan pendidikan di sekolah harus luwes, mampu menyesuaikan diri terhadap kebutuhan, dapat dipertanggungjawabkan, dan menjadi penjelas dari tahap-tahap yang dikehendaki dengan melibatkan sumber daya dalam pembuatan keputusan. Perencanaan sekolah ini juga seharusnya menjadi bagian penting dari perencanaan pemerintah kabupaten/kota tempat sekolah itu berada.

Dari berbagai hasil penelitian, ditemukan bahwa salah satu kelemahan sekolah dalam meningkatkan kualitas sekolah adalah dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah. Hanya sebagian kecil saja sekolah yang memiliki rencana pengembangan sekolah secara komprehensif. Pada umumnya sekolah hanya memiliki rencana kegiatan tahunan, tetapi jarang yang memiliki rencana pengembangan untuk jangka panjang. Selain itu, banyak sekolah yang dalam penyusunan rencana kegiatan tahunan tersebut terkesan berorientasi pada “penggunaan” dana yang dimilki. Sehingga jika ditanya tentang rencana kegiatan tahunan, mereka akan menunjukkan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah).

Fenomena rencana kegiatan tahunan yang bernuansa “penggunaan” dana ini, diduga disebabkan oleh k ekurangpahaman sekolah terhadap cara penyusunan rencana pengembangan sekolah. Akibatnya, ketika sekolah harus membuat rencana kegiatan tahunan, yang terjadi adalah bagaimana memanfaatkan anggaran yang tersedia sebaik mungkin.

Rencana pengembangan sekolah harus komprehensif. Sebab jika tidak, akan menyebabkan rencana kegiatan tahunan sekolah tidak berkesinambungan dari tahun ke tahun. Setiap saat arah pengemabngan sekolah dapat bergeser atau berubah diwarnai oleh isu yang menarik/hangat pada saat itu dan kepeimpinan sekolah. Dengan adanya rencana pengembangan, sekolah tidak mudah terombang-ambingkan, karena sekolah sudah memiliki arah yang jelas tentang tujuan yang ingin diraihnya.

Rencana Pengembangan Sekolah merupakan rencana yang komprehensif untuk mengoptimalkan pemanfaatkan semua sumber daya yang ada dan yang mungkin diperoleh guna mencapai tujuan yang diinginkan pada masa mendatng. Rencana pengembangan sekolah harus berorientasi ke depan dan menjelaskan bagaimana menjembatani kondisi saat ini dengan harapan yang ingin dicapai di masa depan. Rencana pengembangan sekolah merupakan rencana yang harus dipertimbangkan dan memperhatikan oeluang dan ancaman dari lingkungan eksternal dan emmperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, kemudian mencari dan menentukan strategi dan program-program untuk memanfaatkan peluang dan kekuatan yang dimiliki serta mengatasi tantangan dan kelemahan yang ada, guna mencapai visi yang telah ditetapkan.

Oleh karenanya, rencana pengembangan sekolah harus memuat secara jelas hal-hal sebagai berikut.

1.        Visi sekolah, yang menggambarkan sekolah bagaimana yang di inginkan dimasa mendatang (jangka panjang).

2.        Misi sekolah, yang berisi tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi sekolah yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.        Tujuan pengembangan sekolah, yang menjelaskan apa yang ingin dicapai dalam upaya pengembangan sekolah pada kurun waktu menengah, misalnya untuk 3-5 tahun.

4.        Tantangan nyata yang harus di atasi sekolah, yaitu gambaran kesenjangan (gap) dari tujuan yang diinginkan dan kondisi sekolah saat ini.

5.        Sasaran pengembangan sekolah, yaitu apa yang diinginkan sekolah untuk jangkan pendek, misalnya untuk satu tahun.

6.        Identifikasi fungsi-fungsi yang berperan penting dalam pencapaian sasaran tersebut.

7.        Analisis SWOT terhadap fungsi-fungsi tersebut, sehingga ditemukan kekuatan (strength), kelemahan (wealness), peluang (oportunity) dan ancaman (threat), dari setiap fungsi yang telah diidentifikasi sebelumnya.

8.        Identifikasi alternatif langkah untuk mengatasi kelemahan dan ancaman dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki sekolah.

9.        Rencana dan program sekolah yang dikembangkan dari alternatif yang terpilih, guna mencapai sasaran yang ditetapkan.

Hal yang perlu di perhatikan dalam menyusun rencana pengembangan sekolah ialah adanya keterlibatan berbagai pihak yang berkepentingan (stake holder), misalnya guru, siswa, tata usaha/karyawan, orang tua, tokoh masyarakat yang memiliki perhatian kepada sekolah.

Perlibatan warga sekolah tersebut tentu saja sesuai dengan kemampuan maisng-masing. Maksudnya, setiap orang dilibatkan sesuai dengan kemampuan dan kepentingannya.

F.     Tahapan dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah

Dalam melaksanakan MBS, sekolah harus mampu membuat rencana oengembangan sekolah (RPS) yang mengarah pada peningkatan kualitas sekolah. Sebuah RPS yang baik memiliki beberapa tahapan yang hierarkis, sistematis, dan jelas.

Penyusunan RPS bertujuan agar sekolah dapat mengetahui secara rinci tindakan-tindakan yang harus dilakukan sehingga tujuan, kewajiban, dan sasaran pengembangan sekolah dapat dicapai. Dalam RPS, semua program dan kegiatan pengembangan sekolah mestinya sudah memperhitungkan harapan-harapan para pemangku-kepentingan dan kondisi nyata sekolah. Oleh sebab itu, proses perumusan RPS harus melibatkan semua pemangku-kepentingan.

Rencana pengembangan sekolah (RPS) yang baik memiliki sejumlah ciri berikut:

                  1.         Komprehensif dan terintegrasi, yakni mencakup perencanaan keseluruhan program yang akan dilaksanakan sekolah.

                  2.         Multi-Tahun, yaitu mencakup periode beberapa tahun - umumnya disekolah dikembangakn untuk jangka waktu empat - lima tahun. Setiap tahun terus diperbaharui sesuai dengan  perkembangan terakhir.

                  3.         Multi-sumber, yaitu menunjukan jumlah dan sumber dana masing-masing program. Misalnya dari BOS, APBD Kabupaten/Kota, iuran orangtua atau sumber lainnya.

                  4.         Disusun secara partisipatif oleh Kepala Sekolah, Komite Sekolah dan Dewan Pendidik dengan melibatkan para pemangku-kepentingan lainnya.

                  5.         Pelaksanaannya di monitor oleh Komite Sekolah dan pemangku-kepentingan yang lain (DBEI, 2006).

Menurut Kaufman, R. & English, F.W (1979), perencanaan pengembangan sekolah terdiri dari beberapa tahap berikut:

                  1.         Mengidentifikasi kebutuhan (need) yang didasarkan pada keadaan sekolah atau profil sekolah (what is) dan harapan stakeholder atau standar (what should be)

                  2.         Melakukan analisis kebutuhan yang didasarkan pada alternative pemecahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

                  3.         menetapkan sasaran atau tujuan

                  4.         Menetapkan program dan kegiatan

                  5.         Menetapkan anggaran

                  6.         Melakukan implementasi dan evaluasi

     Sementara itu dalam manual RPS yang diterbitkan oleh DBEI (2006) dinyatakan bahwa ada empat tahap penyusunan RPS:

1.      Mengidentifikasi tantangan. Tujuan dari identifikasi tantangan adalah mengidentifikasi kesenjangan antara harapan pemangku kepentingan (stakeholder) dan keadaan atau profil sekolah serta memilih tantangan utama yang muncul.

2.      Melakukan analisis tantangan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi penyebab tantangan utama dan melakukan identifikasi alternative pemecahan untuk mengatasi sebab utama tantangan.

3.      Melakukan penyusunan program. Pada tahap ini terdapat tiga langkah yang dilakukan yaitu menetapkan sasaran, menyusun program dan indikator keberhasilan, serta menyusun kegiatan.

4.      Menyusun rencana biaya dan pendapatan (RAPBS)

Penjelasan yang lebih rinci lagi tentang penyusunan RPS disajikan dalam MPMBS (Depdiknas, 2002). Penyusunan RPS terdiri atas Sembilan tahap, seperti yang telah dirinci pada pembahasan diatas. Bagi sekolah atau madrasah yang telah mempunyai visi dan mis, kegiatan perumusan visi dan misi bisa diabaikan. Tetapi bagi sekolah yang belum memilikinya, perumusan visi dan misi harus dilakukan terlebih dahulu.

Keempat uraian tentang tahap-tahap penyusunan RPS tersebut sebenarnya memiliki banyak kesamaan.Setiap tahap memerlukan tahapan sebelumnya sebagai dasar penyusunan. Misalnya misi sekolah dapat disusun setelah visi disusun dan ditetapkan. Demikian juga, sasaran baru dapat ditetapkan setelah tujuan sekolah yang ditetapkan melalui pembandingan dengan keadaan sekolah saat ini, sehingga ditemukan tantangan nyata sekolah. Rencana dan program baru dapat disusun setelah dilakukan identifikasi alternative pemecahan masalah dan dipilih alternative yang terbaik. RAPBS dapat dibuat setelah rencana dan program disusun.

1.      Merumuskan visi sekolah

Visi adalah imajinasi moral yang menggambarkan profil sekolah yang diinginkan pada masa mendatang. Imajinasi ke depan seperti itu di dasarkan pada SWOT sekolah adalah stakeholders, dan diyakini akan terjadi dimasa datang. Mungkin kita mengimanjinasikan sekolah yang bermutu, dimintai oleh masayarakat, memiliki jumlah guru yang cukup dengan kualitas yang baik, fasilitas sekolah yang baik, dan sebagainya. Namun, visi sekolah harus tetap berada dalam koridor kebijakan pendidikan nasional sertra kemampuan sekolah untuk mewujudkannya.

Tanggung jawab pendidikan di sekolah buan hanya monopoli kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan lainnya, melainkan tanggung jawab banyaj orang sebagaimana yang dituangkan dalam UU NO. 20 Tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional. Guru, karyawan, siswa, orangtua siswa, masayarakat, dan pemerintah adalah contoh dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan sekolah. Oleh karena itu, dalam merumuskan visi sekolah, kelompok kepentingan tersebut harus diajaak bermusyawarah dan didengar pendapatnya. Dengan cara itu visi sekolah akan mewakili aspirasi stakeholder dan mereka merasa ‘memiliki’ visi tersebut, yang pada gilirannya diharapkan mendorong mereka untuk bersama-sama berperan aktif dalam mewujudkan visi tersebut.

Visi pada umumnya dirumuskan dengan kalimat yang filosofis, bahkan seringkali mirip sebuah slogan, namun tidak bombastis. Sering pula dirumuskan dalam bentuk kalimat yang khas, mudah diingat dan terkait dengan istilah tertentu. Berikut beberapa contoh visi sekolah.

·         Membangun Wacana Keilmuan dan Keislaman.

·         Unggul dalam prestasi berdasarkan Iman dan Taqwa.

·         Beriman, terdidik dan berbudaya.

Dari contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa rumusan visi yang baik memiliki ciri-ciri berikut.

a.       Berorientasi ke masa depan (jangka waktu yang lama).

b.      Menunjukkan keyakinan masa depan yang jauh lebih baik, sesuia denga norma dan harapan masayarakat.

c.       Mencerminkan standar keunggulan dan cita-cita yang ingin dicapai.

d.      Mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat, dan komitmen warga sekolah dan sekitarnya.

e.       Mampu menjadi dasar dan mendorong terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah kearah yang lebih baik.

f.       Menjadikan dasar perumusan misi dan tujuan sekolah.

 

 

2.      Menyusun Misi Sekolah

Misi adalah tindakan atau upaya untuk mewujudkan visi. Oleh karenanya, misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi. Dengan kata lain, misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Coba simak contoh rumusan misi berikut :

·         Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki.

·         Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah

·         Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat berkembang secara optimal

·         Menumbuhkan pengahyatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya bangsa, sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak

·         Menerapkan meanajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan komite sekolah

·         Dari contoh tersebut, tampak bahwa rumusan misi selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan “tindakan” dan bukan kalimat yang menunjukkan ‘keadaan’ sebagaimana pada rumusan visi.

3.      Merumuskan Tujuan Sekolah

Perumusan tujuan sekolah harus berdasarkan visi dan misi. Jika visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang sangat panjang, maka tujuab dikaitkan dengan jangka waktu menengah. Dengan demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan atau langkah untuk mewujudkan visi sekolah yang telah dirancangkan. Sebaiknya, tujuan tersebut dikaitkan dengan siklus program sekolah, misalnya untuk jangka 4 tahunan.

Berikut contoh perumusan tujuan sekolah yang disusun pada tahun 2007.

·         Pada tahun 2011, memiliki kelompok KIR yang mampu menjadi finalis LKIR tingkat nasional

·         Pada tahun 2011, memiliki tim olahraga minimal 3 cabang yang mampu menjadi finalis tingkat provinsi.

·         Pada tahun 2011, memiliki tim kesenian yang mampu tampil pada acara setingkat Kota.

4.      Menganalisis tantangan

Tantangan merupakan kesenjangan (gap) antara tujuan yang ingin dicapai sekolah dengan kondisi sekolah dengan kondisi sekolah saat ini. Tantangan harus “diatasi” selama kurun waktu tertentu, Jika saat ini sekolah baru mencapai juara ketiga pada LKIR tingkat kabupaten, sedangkan tujuan sekolah ingin mencapai juara pertama, maka tantangan yang dihapadi sekolah adalah “dua peringkat”, yaitu dari juara ketiga menjadi juara pertama.

Pada organisasi besar, seperti perusahaan atau intansi tertentu, sesudah perumusan tujuan dilanjutkan dengan perumusan strategi perusahaan atau intasni tersebut untuk mencapai tujuan. Strategi dalam hal ini dimaksudkan sebagai “langkah pokok” perusahaan, organisasi, atau departemen untuk mencapai tujuannya.

Strategi tersebut disamping mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai, juga memperhatikan kondisi sekolah saat ini, khususnya kekuatan dan peluang yang dapat digunakan. Misalnya, sebuah sekolah yang berada pada lingkungan masyarakat yang secara social ekonomi sangat bagus, sementara anggaran pemerintah belum bagus, merumuskan strategi untuk mencapai tujuan sekolah adalah “menggalang partisipasi orang tua dan masyarakat”. Sekolah lain yang merasa jumlah dan kualifikasi tenaga guru cukup baik, namun prestasi akademik siswa ternyata rendah, melakukan analisis dan menemukan bahwa kondisi kerja di sekolah merupakan salah faktor penentu motivasi kerja guru, yang berujung pada mutu hasil belajar. Oleh karena itu, rumusan salah satu strateginya adalah “meningkatkan iklim kerja sekolah”. Jadi strategi harus memperhatikan hasil evaluasi diri atau profil sekolah.

Untuk sekolah, mungkin strategi seperti tersebut diatas tidak dirumuskan secara khusus. Namun. Perlu dipikirkan pada saat menentukan alternative langkah-langkah mengatasi masalah dan penyusunan rencana dan program sekolah. Sebaiknya kedua langkah tersebut memperhatikan strategi dasar sekolah dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

5.      Menentukan sasaran sekolah

Berdasarkan pada tantangan tersebut, tahap selanjutnya adalah merumuskan sasaran atau target mutu yang akan dicapai oleh sekolah. Sasaran harus menggambarkan mutu dan kuantitas yang ingin dicapai dan terukur agar mudah melakukan evaluasi keberhasilannya. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan tantangan yang dihadapai sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah. Oleh karenanya, setiap sekolah harus memiliki visi, misi, dan tujuan sekolah sebelum merumuskan sasarannya.

Sasaran dapat disebut juga tujuan jangka pendek  (misalnya 1 tahun) atau tujuan situasional sekolah, Dari uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan sasaran/tujuan situasional adalah tujuan yang dirumuskan dengan memeperhitungkan tantangan yang dihadapi oleh sekolah. Ketika menentukan sasaran, prioritas sasaran harus dipertimbangkan secara sungguh-sungguh. Misalnya, sekolah mencanangkan tujuan yang mencakup tiga aspek. Untuk itu, sekolah perlu menyusun prioritas,apakah ketiga aspek tersebut akan digarap padatahun pertama, atau hanya beberapa aspek saja berdasarkan pertumbangan kondisi dan kemampuan sekolah. Sebagai contoh, sekolah menetapkan sasaran untuk ajaran 2007/2009 sebagai berikut:

1.      Memiliki tim olah raga bola voli yang ampu menjadi finalis tingkat kota atau kabupaten;

2.      Memiliki kelompok karya ilmiah remaja (KIR) yang mampu menjadi juara Lomba KIR tingkat Kota;

3.      Memiliki tim kesenian yang berlatih secara teratur dan mengadakan pentas disekolah.

 

6.      Mengidentifikasi fungsi-fungsi

Setelah sasaran ditentukan, selanjutnya identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan analisis SWOT. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya untuk meningkatkan nilai ujian sekolah adalah fungsi proses belajar mengajar (PBM) dan pendukung PBM, seperti: ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, perencanaan intruksional, sarana dan prasarana, serta hubungan sekolah dan masyarakat. Selain itu terdapta pula fungsi-fungsi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar, misalnya pengelolaan keuangan dan pengembangan ikilm akademik sekolah.

Apabila sekolah keliru dalam menetapkan fungsi-fungsi tersebut atau fungsi tidak sesuai dengan sasarannya, maka dapat dipastikan hasil analisis akan menympang dan tidak berguna untuk memecahkan persoalan. Oleh karenanya, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam menentukan fungs-fungso yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Pada setiap fungsi ditentukan pula factor-faktornya, baik factor yang tergolong internal maupun eksternal agar setiap fungsi memiliki batasan yang jelas dan memudahkansaat melakukan analisis. Stelah fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran telah diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi

Beserta faktor-faktornya melalui analisi SWOT (Strenghh, Weakness, Opportunity, and Threat).

7.      Melakukan analisis SWOT

Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap , lkeseluruhan faktor dalam setiap fungsi tersebut baik faktor internal maupun eksternal.

Dalam melakukan analisis terhadap fungsi dan faktor-faktor, berlaku beberapa ketentuan. Untuk tingkat kesiapan yang memadai, artinya, memenuhi kriteria kesiapan minimal yang diperlukan untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekutan bagi faktor internal atau peluang bagi faktor eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya, tidak memenuhi kriteria kesiapan  minimal, dinyatakan sebagai kelmahan bagi faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal. Untuk menentukan kriteria kesiapan, diperlukan kecermatan, kehati-hatian, pengetahuan, dan pengalaman agar dapat diperoleh ukuran kesiapan yang tepat.

Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan faktor eksternal yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, dosebut persoalan. Selama masih ada fungsi yang tidak siap atau masih ada persoalan,maka sasaran yang telah ditetapkan diduga tidak akan dapat tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran dapat tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi siap. Tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang ada hakikatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang.

Setelah diketahui tingkat kesiapan faktor melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya adalah memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap, serta mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan siap. Oleh karena kondisi dan potensi sekolah berbeda-beda antara satu dengan lainnya.  Maka alternatif langkah-langkah pemecahan persoalannya pun dapat berbeda, sesuai dengan kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya disekolah tersebut. Dengan kata lain, sanagt dimungkinkan suatu sekolah mempunyai langkah pemecahan yang berbeda dengan sekolah lain untuk mengatasi persoalan yang sama.

Berikan diberikan contoh analisi SWOT untuk menjadi finalis pada turnamen bola voli tingkat kota/kabupaten.

 

 

 

Analisis SWOT untuk sasaran:

Menjadi finalis turnamen bola voli tingkat kota

Fungsi dan Faktornya

Kriteria Kesiapan (Kondisi Ideal)

Kondisi Nyata

Tingkat kesiapa Faktor

 

Siap

Tidak

 

A. Fungsi Ketenagaan

 

 

 

 

 

1. Faktor Internal

a.       Jumlah Guru Olah Raga

b.      Kemampuan Guru olah raga dan bola voli

c.       Motivasi guru

 

 

·     Cukup

·     Tinggi

 

·     Tinggi

 

 

 

·         Cukup

·         Tinggi

 

·         Cukup Tinggi

 

v

v

 

v

 

 

2. Faktor Eksternal

a.       Pengamatan sebagai pelatih

b.      Dukungan orangtua

c.       Fasilitas pengembangan diri

 

·     Cukup

·     Tinggi

·     Ada

 

·       Kurang

·       Tinggi

·       Tidak ada

 

 

 

B. fungsi Prasarana dan Sarana

 

 

 

 

 

1. Faktor Internal

a.       Lapangan bola voli disekolah

 

 

b.      Alat pendukung olahraga bola voli (net. Bola)

 

c.       Perawatan prasarana dan sarana

 

·     Tersedia dan layak paakai

·     Tersedia dan layak pakai

·     Terawat dengan baik

 

·         Tersedia dan kurang layak pakai

·         Tersedia dan kurang layak

·         Terawat dengan baik

 

 

 

Fungsi dan Faktornya

Kretiria Kesiapan

(Kndisi Ideal)

Kondisi Nyata

Tingkat Kesiapan

Faktor

Siap

Tidak

2. Faktor Eksternal

a.       Dukungan orang tua siswa dalam peningkatan mutu lapanagn

b.      Lapangan bola Voli di tingkat Kota/kecamatan

 

·         Tinggi

 

 

 

·         Tersedia dan layak pakai

 

·         Cukup

 

 

 

·         Tersedia dan kurang layak

 

v

 

 

 

 

 

v

 

C Fungsi penelitian

1.      Faktor Internal

a.       Pemberdayaan siswa

 

 

b.      Alokasi  Waktu pelatihan

 

c.       Penggunaan waktu pelatihan

 

2.      Faktor Eksternal

a.       Kesiapan siswa dalam menerima pelatihan

b.      Pelatih yang berpengalaman

 

c.       Uji-tanding dengan tim sekolah lain

d.      Dukungan orang tua siswa dalam pelatihan

 

 

·         Guru mampu memberdaya-kan siswa

·         3 x seminggu

 

 

 

·         Efektif

 

 

 

·         100 %

 

·         Tersedia

 

 

·         1 x sebulan

 

·         Tinggi

 

 

·         cukup mampu

 

 

·         kurang 1 x seminggu

 

·         kurang efektif

 

 

 

·         80 %

 

·         Tidak ada

 

 

·         Tidak pernah

 

·         Timggi

 

 

 

v

 

 

 

 

 

 

 

 

 

v

 

 

 

 

 

 

v

 

 

 

 

 

v

 

 

v

 

 

 

 

 

v

 

 

v

 

8.      Mengidentifikasi alternatif langkah pemecahan persoalan

Untuk mewujudkan sasaran diatas, sekolah mengidentifikasi kelemahan dan ancaman yang dihadapi dalam mencapai sasaran menjadi finalis pada tingkat kota/kabupaten dalam bidang olah raga bola voli, yaitu waktu pelatihan yang kurang intensif dan tidak adanya pengalaman guru  dalam melatih bola voli kurang Profesional serta sekolah tidak pernah melakukan uji-banding ke sekolah lain. Dalam hal lain dari segi keterbatasan fasilitas dalam pengembangan olah raga voli di sekolah sebagian dalam keadaan rusak serta alat- alat olah raga voli pun yang dimilik oleh sekolah juga masih kurang, termasuk bola voli. Selanjutnya untuk mengatasi kelemahan atau ancaman tersebut, sekolah melakukan beberapa langkah sebagai langkah alternatif dalam pemecahan persoalan tersebut:

a.      Pengaktifan tim bola voli sekolah

Hasil analisa menyebutkan bahwa minat siswa terhadap olah raga bola voli cukup tinggi. Hal itu ditandai dengan cukup banyaknya siswa (hampir 80%) yang siap mengikuti pelatiahn olah raga. Sementara latihan yang dilakukan disekolah kurrang dari satu kali dalam seminggu dan bahkan tidak ada latihan sama sekali sehingga dalam hal ini sekolah kurang memberikan perhatian yang tinggi terhadap olah raga bola voli, walaupun banyak siswa yang berminat untuk mengikutinya. Untuk itu, sekolah perlu penggalakan kegiatan olah raga bola voli dengan mengaktifkan kembali tim voli ada tingkat sekolah.

b.      Peningkatan prasarana dan sarana olah raga bola voli

Hasil analisa juga menunjukkan bahwa kondisi lapangan sangat jelek dan memerlukan perbakan atau renovasi, serta perlu penambahan sejumlah alat pendukung lainnya, seperti tiang, net, dan bola. Dengan lapangan yang memadai dan bentuk yang standar , akan lebih menarik minat siswa untuk mengikuti pelatihan yang diadakan sekolah serta mebuat siswa bangga memiliki sekolah denganlapangan olah raga yang baik. Untuk itu, sekolah perlu memberikan porsi anggaran yang cukup dalam rangka melaksanakan renovasi lapangan dan mengalokasikan anggaran untuk memberi peralatan yang kurang atau tidak ada sebelumnya, tetapi sangat diperlukan

c.       Peningkatan waktu latihan dan uji-tanding

Pada fungsi pelatihan, terdapat banyak kelemahan dan tantangan untuk menjadikan tim bola voli sekolah dapat menjadi finalis pada tingkat kota.

 

Rencana dan Program Pelaksanaan

Untuk Mencapai Sasaran Program

Sasaran

Rencana

Program

Penanggung Jawab

Peningkatan NUN minimal +0,40

Meningkatan perolehan NUN

1.      Peningkatan MGMP sekolah

a)      Menyusun strategi mengajar untuk menyiasati kurikulum yang padat.

b)      Membahas dan mencari pemecahan dari masalah yang timbul

c)      Membantu guru dalam memahami materi yang sulit.

d)     Pertemuan periodik sekali setiap minggu, untuk diseminasi hasil MGMP Kota/Kabupaten.

e)      Mengundang ahli dari sekolah lain atau universitas sebagai pembicara untuk membahas materi mata pelajaran tertentu atau menyajikan inovasi baru dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Guru Matematika  dan Wakil Kasek bidang kurikulum

2.      Kelompok diskusi terbimbing

a)      Menyusun jadwal pembimbing dan lokasi untuk setiap kelompok

b)      Membimbing siswa yang sedang mengadakan diskusi

c)      Mengoptimalkan peran alumniuntuk membimbing siswa

d)     Melakukan evaluasi hasil bimbingan setiap kelompok

e)      Meningkatkan variasi metode belajar berdasarkan hasil evaluasi

3.      Peringkatdisiplin siswa

a)      Mengidentifikasi pelanggaran yang sering dilakukan siswa

b)      Membentuk tim guru yang akan menangani pelanggaran siswa

c)      Menyusun aturan, tindakan dan sanksi

d)     Membuat laporan berdasarkan jenis pelanggaran secara berkala untuk disampaikan pada rapat guru

e)      Melakukan sosialisasi aturan sekolah untuk meningkatkan disiplin siswa

 

 

4.      Peringkat layanan perpustakaan dan pengadaan guru

a)      Mengidentifikasi kebutuhan buku untuk guru dan untuk siswa.

b)      Membeli buku sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia

c)      Meningkatkan layanan perpustakaan agar mendukung proses belajar mengajar di kelas dan pelaksanaan diskusi kelompok terbimbing

d)     Meningkatkan kemampuan petugas perpustakaan melalui pendidikan dan pelatihan perpustakaan

e)      Mengadakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait

f)       Menyusun program untuk mengembangkan perpustakaan

 

Menjadi finalis turnamen bola voli tingkat kota/kabupaten

Mencapai prestasi olahraga bola voli pada tingkat kota/kabupaten

1.      Pengaktifan tim bola voli sekolah

a)      Menyusun daftar siswa yang potensial untuk ikut latihan bola voli sekolah

b)      Menyusun jadwal latihan yang lebih intensif

c)      Mensosialkan kegiatan dan sasaran olahraga, khususnya bola voli kepada warga sekolah, termasuk orang tua siswa

d)     Menyeleksi siswayang akan menjadi tim utama bola voli sekolah

Guru Olahraga

 

a)      Peningkatan prasarana dan sarana Olahraga bola voli

a)       Mengidentifikasi prasarana dan sarana yang memerlukan perbaikan

b)      Memperbaiki/renovasi prasarana/lapangan dan perangkat pendukung lain yang mengalami kerusakan

c)      Menyususun daftar alat dan fasilitas yang diperlukan sesuai anggaran yang tersedia.

d)     Membeli alat yang sesuai dengan spesifikasi keperluan pelaksanaan latihan.

e)      Melakukan perawatan secara rutin dan teratur upaya preventif terhadap prasarana dan sarana oleh raga bola voli.

 

 

3.      Peningkatan latihan dan uji- tandaing tim bola voli sekolah

a)      Mengadakan latihan secra teraratur sesuai denganjadwal yang telah disusun (minimial 3 x seminggu)

b)      Mendatangkan pelatih bola voli dari luar atau pelatih yang berpenagalaman

c)      Mengadakan lomba antar tim yang dibentuk di sekolah

d)     Mengundang tim sekolah lain untuk uji-tanding (minimala 1 x sebulan)

e)      Mengirim tim sekolah untuk bertanding di sekolah lain (minimal 1 x sebulan)

f)       Melakukan evaluasi terhadap kinerja setiap tim sekolah dalam rangka persiapan turnamwn tingkat Kota/Kabupaten

g)      Mengikuti turnamen bola voli tingkat Kota/Kabupaten . 

 

 

Ketika menyusun sasaran lainnya, maka sekolah menyusun rencana dan program pelaksanaan dengan format yang sma seperti di atas. Selanjutnya, untuk setiap kegiatan dihitung frekuensinya dan kebutuhan tenaga serta kebutuhan lainnya untuk  meghitung anggaran yang diperlukan dalam setiap rencana dan program pelaksanaan. Sekolah perlu melakukan sosialisasi semua rencana dan program yang telah disusun agar dapat diketahui, dipahami, dan didukung oleh segenap warga sekolah untuk mencapai sasaran ditetpkan.

9.      Anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS)

Berikut kita akan bahas  masalah anggaran yang merupakan unsure penting dalam setiap perencanaan. Anggaran dalah rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu tertentu (periode), dengan alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian aktivitas. Anggaran memiliki peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan evaluasi aktivitas yang dilakukan oleh sekolah. Untuk itu, setiap penanggung jawab program harus menjalankan aktivitas sesuai dengan anggaran yang telah ditentukan sebelumnya. Karena anggaran memiliki kedudukan penting, seorang penanggung jawab program harus mencatat anggaran serta melaporkan realisasi nya sehingga dapat diperbandingkan selisih antara anggaran dengan pelaksanaan serta melakukan tindak lanjut untuk perbaikan.

Ada 3 (tiga) bagian pokok anggaran suatu unit, yaitu : (1) target penerimaan, (2) rencana pengeluaran, dan  (3) sumber dana lainnya, misalnya sisa dana periode sebelumnya yang menjadi saldo pada awal periode berjalan.

Fungsi dasar suatu anggaran adalah sebagai suatu bentuk perencanaan, alat pengendalian, dan alat analisis. Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berjalan, maka jumlah yang dicantumkan dalam anggaran adalah jumlah yang diperkirakan akan direalisasikan pada saat pelaksanaan kegiatan. Jumlah tersebut diupayakan agar mendekati angka yang sebenarnya, termasuk di dalamnya adalah perhitungan pajak-pajak.

Penyusunan anggaran berangkat dari rencana kegiatan atau program yang telah disusun. Kemudian, diperhitungkan berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut, bukan dari jumlah daa yang tersedia dan bagaimana dana tersebut dihabiskan. Dengan pendekatan yang seperti itu, maka fungsi anggaran sebagai alat pengendalian kegiatan akan dapat diefektifkan. Oleh karena itu, dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan langkah-langkah berikut.

a.     Menginventariskan rancana yang akan dilaksanakan,

b.    Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya,

c.     Menentukan program kerja dan rincian program atau kegiatan,

d.    Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program,

e.     Menghitung dana yang dibutuhkan,

f.     Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana.

Berbagai rencana yang dituangkan ke dalam Rencana dan Program Tahunan pada dasarnya adalah program sekolah. Oleh karenanya, anggaran yang diperlukan juga tercakup dalam anggaran dan pendapatan belanja sekolah (APBS). Anggaran untuk rencana dapat berasal dari berbagai sumber. Prinsip efisiensi harus diterapkan dalam penyusunan anggaran setiap program sekolah. Pada anggaran yang disusun perlu dijelaskan, apakah rencana program yang akan dilaksanakan merupakan  kelanjutan sumber dana sebelumnya.

Dalam anggaran yang disusun harus termuat informasi/data minimal tentang :

a.    Informasi renacana kegiatan : sasaran, uraian rencana kegiatan, penanggung jawab, rencana baru dan lanjutan.

b.   Uraian kegiatan program : program kerja, rincian program.

c.    Informassi kebutuhan : barang/jasa yang dibutuhkan, volume kebutuhan.

d.   Data kebutuhn : harga satuan, jumlah biaya yang diperlukan untuk seluruh volume kebutuhan.

e.    Jumlah anggaran : jumlh anggaran untuk masing-masing rincian program, program, rencana kegiatan, dan total anggaran untuk seluruh rencana kegiatan periode terkait.

f.    Sumber dana: total sumber dana, masing-masing sumber dana yang mendukung pembiayaan program.

Dalam pelaksanaan kegiatan, jumlah yang direalisasikan bias jadi tidak sama persis dengan anggarannya. Bias kurang atau lebih dari jumlah yang telah dianggarkan. Realisasi keuangan yang tidak sama dengan anggaran, terutama yang cukup besar perbedaannya, harus dianalisis sebab-sebabnya. Apabila diperlukan dapat dilakukan revisi anggaran agar fungsi anggaran dapat tetap berjalan. Perbedaan antara realisasi pengeluaran dengan anggarannya bias terjadi karena :

a.    Adanya efisiensi atau inefisiensi pengeluaran;

b.   Terjadinya penghematan atau pemborosan;

c.    Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan yang telah diprogramkan;

d.   Adanya perubahan harga yang tidak teranstisipasi, atau

e.    Penyusunan anggaran yang kurang tepat.

Anggaran bersifat luwes. Maksudnya apabila dalam perjalanan pelaksanaan kegiatan ternyata harus dilakukan penyesuain kegiatan, maka anggaran dapat direvisi dengan menempuh prosedur tertentu. Mengacu pada kaufman & English (1987), dengan mendasarkan kepada problem-solving planning, maka perubahan-perubahan dapat dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kurun waktu 1-3 bulan.

Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut.

a.       Adanya suatu program yang sebelumnya tidak dicantumkan di dalam proposal. Apabila terjadi perubahan anggaran, sekolah ahrus melaporkannya secara tertulis ke komite sekolah untuk mendapatkan persetujuan tanpa meliahat besarnya perubahan jumlah anggaran yang terjadi. Selanjutnya, menginformasikan perubahan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

b.      Perubahan yang tidak berkaitan dengan rencana kegiatan, hanya dalam komponen program atau aktivitas. Apabila terjadi perubahan komponen program atau aktivitas dan mengakibatkan perubahan alokasi biaya diatas 10% dari total anggaran program yang bersangkutan maka perubahan tersebut harus segera dilaporkan secara tertulis ke Komite Sekolah.

c.       Perubahan berkaitan dengan perubahan komponen program atau aktivitas namun pergeseran perubahan dana yang terjadi secara komulatif masih dibawah 10% dari total anggaran rencana kegiatan.perubahan yang demikian tidak perlu dilaporkan segera tetapi cukup diberikan penjelasan dalam laporan pelaksanaan kegiatan dan keuangan program MBS yang disampaikan pada setiap semester.

Dalam setiap pelaksanaan kegiatan sekolah, diwajibkan adanya laporan sebagai bentuk pertanggung jawaban pelaksanaan program. Laporan yang dimaksud berkaitan dengan rencana , pelaksanna program, dan penggunaan keuangan yang telah dikeluarkan selama kegiatan berlangsung.

Laporan bertujuan untuk melihat sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai berdasarkan pada rencana dan kendala yang dihadapi sekolah selama pelaksanaan MBS.. tentunya untuk dapat menyusun laporan, kepala sekolah harus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan setiap rencanayang diajukan dalam proposal. Monitoring sebaknya dilakukan secara periodic dan diarahkanuntuk mengetahui pelaksanaan setiap rencana, termasuk memberi bantuan yang diperlukan jika ada permasalahan. Apabila dimungkinakan, monitoring dapat dilakukan dengan melibatkan komite sekolah ayng telah dibentuk. Laporan yang harus disiapkan oleh sekolah terdiri atas laporan pelaksanaan rencana kerja tahunan sekolah serta lporan pertanggungjawaban keuangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaporan sebagai berikut.

a.       Laporan rencana dalam program pelaksanaan

Laporan ini dibuat secara periodik berdasarkan rencana dan program kerja yang telah dsusun. Laporan yang dibuat sekolah terdiri atas laporan kemajuan setiap setengah semester atau semester, dan laporan akhir yang disiapkan setelah tahun pelajaran berakhir. Laoran ini dimaksudkan sebagai laporan kemajuan untuk melihat perkembangaan dan kemajuan yang telah dicapai, seklaigus mengidentifikasi hambatan yang dialami selama pelaksanaan kegiatan berlangsung.berdasrkan data tersebut,dapat dilakukan perbaiakan atau perubahan terhadap rincian kegiatan yang direncanakan sebelumnya agr sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Laporan pada akhir tahun pelajaran merupakan laporan lengkap tentang seluruh rencana dan program yang telah dilaksanakan selama satu tahun serta hasil-hail yang telah dixcapai dengan idesertai bukti/dokumen (jika ada), seperti peningkatan skor ulangan harian akhir, paigam, atau surat keterangan lainnya. Laporan tersebut nantinya akan divalidasi oleh tim penilai untuk mengetahui kebenarannya dan dijadikan dasar dalam menentukan tindakan selanjutnta.

Secara garis besar, laporan akhir tahun pelajaran pelaksanaan rencana dan program pelaksanaan menncakup hal sebagai berikut:

1)      Pencapaian sasaran mutu yang telah ditetapkan

2)      Pelaksanaan program

3)      Kendala selama pelaksanaan

4)      Anggaran dan sisa anggaran

5)      Dampak pelaksanaan program

6)      Simpulan dan saran

b.      Laporan Keuangan

Bentuk laporan keuangan bisa secara periodik, rutin atau incidental, apabila diperlukan. Laporan keuangan memiliki 2 fungsi utama yaitu:

1.      Sebagai informasi tentang kondisi keuangan yang dikelola untuk berbagai pihak yang memerlukan, termasuk pemberi dana dan calon pemberi dana; serta

2.      Sebagai pertanggungjawaban atas pengelolaan keungan yang telah dilaksanakan.

Dengan meliahat fungsi itu, suatu laporan keuangan dibuat tidak semata-mata hanya untuk pertanggugjawaban saja, tetapi perlu dibuat dan disampaikan secara periodic sesuai dengan yang telah ditentukan berdasarkan kebutuhan akan informsinya. Seperti dana dari pemerintah, sekolah menerima

Dalam laporan keuangan yang dibuat, perlu dimuat perbandingan data realisasi keuangan dengan anggaran yang telah disusun. Dalam kondisi tertentu diperlukan revisi anggaran yang telah disusun. Bentuk laporan keuangan yang perlu dibuat terdiri atas (1) laporan perkembangan keunagan serta (2) laporan realisasi penggunaan dana.

c.       Mekanisme Pelaporan

Pelaporan dapat mengikuti mekanisme berikut :

1)   Laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan keuangan sekolah dilakukan setiap akhir setengah semester atau semester, paling lambat minggu ke-2 pada bulan berikutnya setelah setengah atau satu semester berakhir.

2)   Laporan tersebut harus sudah diperiksa oleh komite sekolah mengenai keakuratan dan kebenarannya.

3)   Laporan akhir dibuat pada setiap akhir tahun ajaran, paling lambat satu minggu setelah masuk tahun ajaran berikutnya.

4)   Laporan pelaksanaan kegiatan dan keuangan dikirimkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

5)   Laporan pelaksanaan kegiatan dilampiri dengan copy bukti/dokumen. Sedangkan laporan keuangan dikirim tanpa dilampiri dengan bukti/dokumen pengeluaran, baik asli maupun copy-nya.

6)   Bukti/dokumen realisasi pengeluaran keuangan disimpan di sekolah, tetapi harus siap bila diperiksa setiap saat oleh tim monitoring atau petugas yang berwenang.

7)   Laporan tetap dibuat dan dikirim walaupun tidak/belum ada realisasi pengeluaran dari dana yang telah dianggarkan.

8)   Berdasarkan pada laporan kemajuan dan laporan akhir tahun yang telah dibuat oleh sekolah, maka sekolah dapat menggunakan hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya sebagai bahan pertimbangan untuk merencanakan sasaran serta rencana dan program pelaksanaan tahun berikutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Manajemen pendidikan dan lembaga mutlak dilakukan karena hal tersebut mencerminkan keunggulan sekolah. Manajemen atau pengelolaan sekolah merupakan komponen integral  yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena tidak mungkin tujuan pendidikan baik tujuan institusional, instruksional, lebih-lebih tujuan pendidikan nasional akan tercapai secara optimal, efektif dan efisien.

Dalam artian, sekolah memiliki otonomi/kewenangan untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka mencapai prestasi-prestasi sekolah, baik prestasi sekolah sebagai lembaga,peserta didik, dan tenaga kependidikan maupun prestasi yang dicapai oleh para peserta didik disekolah.Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu, perlu dipahami pengembangan dan perencanaan dalam MBS.

B.    Saran

Demikian makalah yang kami buat semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Lebih khusus kepada teman-teman dalam mempelajari mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah. Kami menyadari keterbatasan sebagai penulis dan penyusun makalah ini. Jika kami ada kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan, maka kami mohon kritik dan saran dari teman-teman atau pembaca.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Muchlas Samani dkk. 2009. Manajemen Sekolah: Panduan Praktis Pengelolaan Sekolah. Yogyakarta: Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta.

Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

 

No comments:

Post a Comment