BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung pada suatu situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu, interaksi inilah yang menjadi syarat utama dalam berlangsungnya
proses belajar mengajar.
Dalam pembelajaran tentunya terdapat unsur serta prinsip-prinsip belajar yang
merupakan landasan berpikir,landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses
belajar mengajar dapat berjalan dengan baik antara pendidik dengan peserta
didik. Prinsip ini dijadikan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi
siswa maupaun bagi guru dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan.
B.
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah yang akan dibahas
pada bab pembahasan, ialah sebagai berikut :
1.
Apa saja prinsip-prinsip dalam proses belajar dan pembelajaran?
2.
Bagaimana prinsip belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar?
3.
Apa saja unsur-unsur dalam proses belajar dan pembelajaran?
4.Bagaimana
unsur-unsur siswa dan guru dalam proses belajar dan pembelajaran?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip daam proses belajar dan pembelajaran
2.
Untuk
mengetahui prinsip belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar
3.
Untuk
mengetahui unsur-unsur dalam proses belajar-mengajar
4.
Untuk
mengetahui unsur-unsur siswa dan guru dalam proses belajar dan pembelajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
Landasan
Teori
Pengertian Prinsip Belajar Menurut Para Ahli : Prinsip
Belajar menurut Gestalt : Adalah suatu transfer belajar antara pendidik dan
peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar dan
mengajar yang dilakukan secara terus menerus. Prinsip Belajar menurut Robert H Davies Suatu komunikasi
terbuka antara pendidik dan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar
yang bermanfaat bagi dirinya.
Berikut ini prinsip-prinsip belajar
yang dikemukakan oleh Rothwal A.B. (1961) adalah :
1. Prinsip Kesiapan
(Readinees)Proses belajar dipengaruhi kesiapan siswa. Yang dimaksud dengan
kesiapan siswaialah kondisi yang memungkinkan ia dapat belajar.
2. Prinsip Motivasi
(Motivation)Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah.
Motivasi adalahsuatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur
arah kegiatan itudan memelihara kesungguhan.
3. Prinsip Persepsi Seseorang
cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaiman ia memahami situasi.Persepsi
adalah interpertasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat
duniadengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini
mempengaruhi perilaku individu.
Prinsip-prinsip dan
Unsur-unsur Belajar dan Pembelajaran
A. Prinsip-prinsip
Belajar
Banyak teori dan prinsip-prinsip
belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki
persamaan dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat
beberapa prinsip-prinsip
belajar yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar
dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya
belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya.
Prinsip-prinsip itu berkaitan
dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan,
tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual.
1. Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.Dari kajian
teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar (Gage dan Berliner, 1984:335 dalam Dimyati dan Mudjiono,
2009:42). Perhatian
terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan
sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu
dibangkitkan perhatiannya.
Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang.Motivasi dapat dibandingkan dengan
mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Berliner, 1984:372 dalam Dimyati dan
Mudjiono, 2009:42). Menurut
H.L. Petri, “motivation is the concept we
use when we describe the force action on or within an organism to initiate and
direct behavior”. Motivasi dapat merupakan tujuan pembelajaran.sebagai tujuan,
motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa
tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar
berakhir. Sebagai
alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil
belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam
bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.
Motivasi erat kaitannya dengan minat.siswa yang memiliki
minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya
dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi
tersebut.Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang di anggap penting
dalam kehidupan.Nilai-nilai tersebut mengubah tingkah laku dan
motivasinya.Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari dirinya
sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain. Motivasi
dibedakan menjadi dua:
1.1
Motif intrinsik.
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan.Sebagai contoh, seorang siswa
dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin
memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
1.2
Motif ekstrinsik.
Motif
ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya
tetapi menjadi penyerta.Contohnya siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan
dikarenakan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh
keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah.Keinginan naik kelas atau
mendapatkan ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif ekstrinsik dapat berubah menjadi
motif intrinsik yang disebut “transformasi motif”.Sebagai contoh, seseorang
belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti
keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru.
Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu untuk menyenangkan hati orang
tuanya,tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi
pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru.
Jadi motif pada siswa itu semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
2. Keaktifan
Belajar tidak dapat dipaksakan oleh
orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya
mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John Dewey
mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa
untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri.Guru sekedar
pembimbing dan pengarah (Davies, 1937:31 dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:44). Menurut teori kognitif,
belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi,
tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi (Gage dan
Berliner, 1984:267 dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:45). Menurut teori ini anak memiliki
sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses balajar
mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan
fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam setiap proses belajar siswa
selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik dan
kegiatan psikis.Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis,
berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan psikis
misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan
masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan
hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.
3. Keterlibatan langsung/berpengalaman
Menurut Edgar Dale, dalam penggolongan pengalaman belajar
yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang
paling baik adalah belajar dari pengalaman langsung. Belajar secara langsung
dalam hal ini tidak sekedar mengamati secara langsung melainkan harus
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap
hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe,
yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan
sekedar melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi sekedar mendengar orang
bercerita bagaimana cara pembuatan tempe. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual
maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru
bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Keterlibatan siswa di dalam
belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata, tetapi juga keterlibatan
emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian perolehan
pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan
sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam
pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan
Menurut teori psikologi daya, belajar adalah melatih
daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas mengamat, menanggap,
mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan
pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya
pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan
pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
Pada teori psikologi Asosiasi atau
Koneksionisme, berangkat
dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”, Thorndike mengemukakan
bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan
pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar peluang timbulnya
respons benar.
Pada teori psikologi Conditioning, respons akan timbul bukan
karena oleh stimulus saja tetapi oleh stimulus yang di kondisikan, misalnya
siswa berbaris masuk ke kelas, mobil berhenti pada saat lampu merah.Ketiga
teori tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun
dengan tujuan yang berbeda.Walaupun kita tidak dapat menerima bahwa belajar
adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak
dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan
masih relevan sebagai dasar pembelajaran (Gage dan Berliner, 1984:259 dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2009:47).
5. Tantangan
Teori Medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan
bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan
psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai,
tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah
motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar
tersebut.Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah
untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah yang
perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang
tidak menyenangkan (Dimyati dan Mudjiono, 2009:48).
6. Balikan dan penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan
terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditioning dari B.F.
Skinner.Kalau pada teori conditioning yang diberi kondisi adalah stimulusnya,
maka pada operant conditioning yang diperkuat adalah responnya.Kunci dari teori
belajar ini adalah law of effectnya Thorndike.Siswa belajar sungguh-sungguh dan
mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan.Nilai yang baik itu mendorong anak
untuk belajar lebih giat lagi.Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang
jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa
mendorong anak untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif
atau escape conditioning. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi,
eksperimen, metode penemuan dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang
memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. (Dimyati dan
Mudjiono, 2009:48-49)
7. Perbedaan individu
Siswa merupakan individual yang unik, artinya tidak ada dua
orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Perbedaan belajar ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.
Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan
masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan
melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang
kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan individual
dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya:
1.1. Penggunaan metode atau strategi
belajar-mengajar yang bervariasi.
1.2. Penggunaan metodeinstruksional.
1.3. Memberikan tambahan pelajaran atau
pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan belajar bagi
anak-anak yang kurang.
1.4. Dalam memberikan tugas, hendaknya
disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa.
Implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak
dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung.
B. Prinsip-Prinsip Pembelajaran di Sekolah
Dasar
Masa
usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6
hingga kira-kira usia 11 atau 12 tahun. Sesuai dengan karakteristik anak usia
sekolah dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah
terpengaruh oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Oleh karena
itu, guru perlu memperhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang diperlukan
agar tercipta suasana yang kondusif dan menyenangkan tersebut, yaitu:
1. Prinsip Motivasi, adalah upaya
guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam diri anak atau dari
luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.
2. Prinsip latar belakang, adalah upaya
guru dalam proses belajar mengajar memerhatikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang membosankan.
3. Prinsip pemusatan perhatian, adalah usaha
untuk memusatkan perhatian anak dengan jalan mengajukan masalah yang hendak
dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
4. Prinsip keterpaduan, merupakan hal
yang penting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan
materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain, atau
subpokok bahasan dengan subpokok bahasan lain agar anak mendapat gambaran
keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.
5. Prinsip pemecahan masalah, adalah situasi
belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah. Hal ini dimaksudkan agar anak
peka dan juga mendorong mereka untuk mencari, memilih, dan menentukan pemecahan
masalah sesuai dengan kemampuannya.
6. Prinsip menemukan, adalah kegiatan
menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari, mengembangkan hasil
pemerolehannya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu, proses belajar
mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak akan menyebabkan kebosanan.
7. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman untuk mengembangkan dan
memperoleh pengalaman baru. Pengalaman belajar diperoleh melalui bekerja tidak
mudah dilupakan oleh anak. Dengan demikian, proses belajar mengajar yang
memberi kesempatan kepada anak untuk bekerja, berbuat sesuatu akan memupuk
kepercayaan diri, gembira dan puas karena kemampuannya tersalurkan dengan
melihat hasil kerjanya.
8. Prinsip belajar sambil bermain, merupakan
kegiatan yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar,
karena dengan bermain pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak
berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak aktif dalam belajar.
9. Prinsip perbedaan individu, yakni upaya
guru dalam proses belajar mengajar yang memerhatikan perbedaan individu dari tingkat
kecerdasan, sifat, dan kebiasaan atau latar belakang keluarga. Hendaknya guru
tidak memperlakukan anak seolah-olah sama semuanya.
10.
Prinsip
hubungan sosial, adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang
banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan belajar hendaknya dilakukan
secara berkelompok untuk melatih anak menciptkan suasana kerja sama dan saling
menghargai satu sama lain.
Memerhatikan
dan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas sangan mendesak untuk
dilakukan oleh setiap guru yang melakukan proses pembelajaran di sekolah dasar.
Tanpa itu, pembelajaran hanya mampu menyentuh aspek ingatan dan pemahaman saja.
Karena guru yang masih cenderung mendominasi pengajaran, merupakan salah satu
penyebab rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. (Susanto,
2015:86-89).
C. Unsur-unsur Belajar dan Pembelajaran
1.
Dinamika siswa dalam belajar
Siswa
yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, yang mempelajari
ranah-ranah tersebut dengan hasil penggolongan kemampuan-kemampuan pada ranah
kognitif, afektif, dan psokomotorik secara hierarkis. Hasil penelitian para
ahli tersebut berbeda-beda. Di antara ahli yang mempelajari ranah-ranah
kejiwaan tersebut adalah, Bloom Kratwolh dan Simpson. Mereka ini menyusun
penggolongan perilaku (katagori prilaku) berkenaan dengan kemampuan internal
dalam hubungannya dengan tunjuan pembelajaran. Hasil penelitian mereka di kenal
dengan taksonomi instruksional Bloom dan kawan. Bloom dan kawan-kawan tergolong
pelopor yang mengatagorikan jenis prilaku hasil belajar. Kebaikan taksonomi
Bloom terletak pada rincinya jenis prilaku yang terkait dengan kemampuan
internal dan kata-kata kerja oprasional. Jenis perilaku tersebut juga di pandang
bersifat hierarkis. Walaupun ada kritik-kritik tentang taksonomi Bloom, kiranya
taksonomi tersebut masih dapat di pakai untuk mempelajari jenis prilaku dan
kemampuan internal akibat belajar.
2. Dinamika
guru dalam kegiatan pembelajaran
1.1.Bahan
belajar
Bahan
belajar dapat berwujud benda dan isi pendidikan. Isi pendidikan tersebut dapat
berupa pengetahuan perilaku, nilai, sikap dan metode pemerolehan. Sebagai
ilustrasi buku biografi Panglima Sudirman adalah bahan belajar sejarah. Wujud
buku bigrafi tersebut dapat di buat menarik perhatian siswa, misalnya dengan
gambar yang bagus, foto-foto berwarna, dan bentuk huruf yang indah. Isinya
tentang kepahlawanan, sebagai peristuwa yang mengemukakan perilaku dan sikap
Panglima Sudirman.
1.2.Suasana
belajar
Kondisi
gedung sekolah, tata ruang kelas, alat-alat belajar belajar mempunyai pengaruh
pada kegiatan belajar. Di samping kondisi fisik tersebut, suasana pergaulan di
sekolah juga berpengaruh pada kegiatan belajar guru memiliki peranan penting
dalam menciptakan suasana belajar menarik bagi siswa.
1.3.Media
dan sumber belajar
Sumber
belajar dapat di temukan dengan mudah. Tempat wisata, musium, perpustakaan,
televisi dan lain-lain. Di samping itu buku pelajaran,buku bacaan, dan
laboratorium sekolah juga tersedia semakin baik. Beberapa pertimbangan dalam
pemanfaatan media dan sumber belajar. Guru dapat membuat program pembelajaran
dengan memanfaatkan media dan sumber belajar di luar sekolah.pemanfaatan
tersebut bermaksud meningkatkan kegiatan belajar, sehingga mutu hasil belajar
semakin meningkat.
1.4.Guru
sebagai subjek pembelajaran
Guru
adalah subjek pembelajaran siswa. Sebagai subjek pembelajar guru berhubungan
langsung dengan siswa. Siswa SLTP dan SLTA adalah merupakan pribadi-pribadi
yang sedang berkembang. Siswa SLTP dan SLTA memiliki motivasi belajar yang
berbeda-beda. Guru dapat menggolong-golongkan motivasi belajar siswa tersebut.
Kemudian guru melakukan penguatan-penguatan pada motivasi instrumental,
motivasi sosial, motivasi berprestasi dan motivasi intrinsik siswa.
D. Unsur-unsur Pembelajaran
Rencana
pembelajaran yang baik menurut Gagne dan Briggs (1974) hendaknya mengandung
tiga komponen yang di sebut anchor point, yaitu: tujuan pengajaran, materi
pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan
pengalaman belajar dan evaluasi keberhasilan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kenneth D.Moore ( 2001:126 ) bahwa komposisi format rencana pembelajaran
meliputi komponen:
1.1. Tujuan
Tujuan merupakan suatu
cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu
pembelajaran yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu merupakan suatu hal
yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan arah, target akhir dan prosedur
yang dilakukan. Robert F. Mager (1962)
mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau
yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran
suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan
yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang
diharapkan. Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang
beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran
adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan
atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digaris bawahi yaitu dari
pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus
diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan
pembelajaran seharusnya dibuat secara tertulis (written plan).
1.2. Materi
Materi pelajaran merupakan unsur belajar yang
penting mendapat perhatian oleh guru. Materi pelajaran merupakan medium untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang” dikonsumsi” oleh siswa. Karena itu,
penentuan materi pelajaran mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, dalam
hal ini adalah hasil-hasil yang diharapakan misalnya berupa pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan pengalaman lainnya. Ditinjau dari pihak guru, materi
pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajran.
Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka
mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan
menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian
belajar.
1.3. Kegiatan
belajar mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan siswa
terlibat dalam sebuah interaksi dalam materi pelajaran sebagai mediumnya. Dalam
interaksi itu siswalah yang lebih aktif bukan guru. keaktifan siswa tentu
mencakup kegiatan fisik dan mental, individual dan kelompok. Oleh karena itu
interaksi dikatakan maksimal bila terjadi antara guru dengan semua siswa,
antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, siswa dengan materi
pelajaran dan media pembelajaran, bahkan siswa dengan dirinya sendiri, namun
tetap dalam kerangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan bersama.
1.4. Media
dan sumber belajar
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam
pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana
pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai
penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili
guru menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu
didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan
oleh media meskipun tanpa keberadaan guru.
1.5. Metode
Metode
menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di perlukan oleh para
pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada
tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru. Metode, adalah
cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal
ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode
belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan.
1.6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk menetukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu,
berdasarkan pertimbangan dan criteria tertentu dalam rangka pembuatan
keputusan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pengertian Prinsip Belajar Menurut Para Ahli :
Prinsip Belajar menurut Gestalt : Adalah suatu transfer belajar antara pendidik
dan peserta didik sehingga mengalami perkembangan dari proses interaksi belajar
dan mengajar yang dilakukan secara terus menerus. Prinsip Belajar menurut Robert H Davies Suatu komunikasi
terbuka antara pendidik dan peserta didik sehingga siswa termotivasi belajar
yang bermanfaat bagi dirinya.
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan, bahwa : Prinsip belajar
adalah landasan berpikir, landasan berpijak, dan sumber motivasi agar proses
belajar dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik antara pendidik dan peserta
didik. Prinsip belajar merupakan petunjuk atau cara yang perlu diikuti untuk
melakukan kegiatan belajar. Perbuatan belajar yang dilakukan oleh siswa
merupakan reaksi atau hasil kegiatan belajar dan mengajar yang dilakukan oleh
guru. Siswa akan berhasil mengajar jika guru mengajar secara efisien dan
efektif.
Prinsip-prinsip belajar yang dapat kita
pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu
meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan
mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan,
keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan
penguatan, serta perbedaan individual.
Masa usia
sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 hingga
kira-kira usia 11 atau 12 tahun, Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan
beberapa prinsip pembelajaran yang diperlukan agar tercipta suasana yang
kondusif dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati
dan Mudjiono, 2009. Belajar dan
Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta
Ahmad
Susanto, 2015. Teori Belajar dan
Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media Group.
Ali
Imron, 1996. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
No comments:
Post a Comment