Popular Posts

Monday, November 15, 2021

TEORI BELAJAR KOGNITIF

 

Operasi Kongkrit

7 sampai 11 tahun

Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sentarsi tetapi desentarsi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Operasi Formal

11 tahun sampai dewasa

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.

 

            Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

  1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)

Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh atau gerakan refleks tanpa langsung ke otak) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.

  1. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan. Tahap ini terbagi menjadi 2 yaitu (a) tahap simbolis dan (b) tahap intuitif

  1. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)

Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif. Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.

  1. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwa berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

            Guru dapat menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yang memadai agar siswa dapat menemukan pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat dan media. Peranan guru sangat penting untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori Piaget.

            Beberapa implikasi teori Piaget dalam pembelajaran, menurut Slavin, sebagai berikut.

1)      Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. Disamping itu dalam pengecekkan kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.

2)      Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif-diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran.

3)      Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan. Bahwa seluruh anak berkembangan melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus untuk lebih menata kegiatan-kegiatan kelas untuk individu-individu dan kelompok-kelompok kecil anak-anak daripada kelompok klasikal. Mengutamakan peran siswa dalam berinisitiaf sendiri dan keterlibatkan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas tidak menyajikan pengetahuan itu melalui interaksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempersiapkan beraneka ragam kegiatan yang memungkian anak melakukan kegiatan secara langsung.

            Dari implikasi teori Piaget di atas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan pebejaran yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya, guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada pebelajar, tetapi guru dapat membangun pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar. (Trianto, 2010)

C.Teori Pembelajaran Menurut Bruner

            Jerome Bruner, seorang Direktur Pusat untuk Studi Kognitif , Universitas Harvard dan ahli Psikologi Harvard adalah salah seorang pelopor pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran pememuan (inkuiri). Seperti halnya John Dewey, Bruner menggambarkan orang yang berpengetahuan itu sebagai seseorang yang terampil dalam memecahkan masalah. Artinya, orang yang berpengetahuan itu mampu berinteraksi dengan lingkungan  dalam menguji hipotesis dan menarik generalisasi.

Oleh karena itu, tujuan pendidikan seharusnya mengembangkan intelektual. Adapun kurikulum semestinya mendidik pengembangan dan penyelidikan (inquir) dan penemuan (discovery).

Menurut Bruner, derajat perkembangan kognitif itu ada tiga tahap. Tahap pertama, enaktif, merupakan representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan. Contoh: seorang anak yang mengatur keseimbangan di palang timbangan dengan jalan menyesuaikan kedudukan badannya, meskipun anak itu mungkin tidak dapat menjelaskan prosedurnya. Tahap kedua, ikonik, yakni perangkuman bayangan secara visual. Anak pada tahap ini dapat mewujudkan palang keseimbangan dalam gambar atau diagram. Tahap ketiga dan yang  paling maju adalah refresentasi simbolik. Pada bagian ini digunakan kata-kata dan lambang-lambang lain untuk melukiskan pengalaman. Pembelajar pada tahap ini dapat menerangkan bekerjanya dengan neraca, menggunakan konsep tentang titik tumpu , panjangnya palang lengan, dan pemberat yang harus diseimbangkan. Oleh karena itu, mata ajaran harus dinyatakan menurut cara bagaimana anak melihat dunianya enaktif, ikonik, atau simbolik. Demikianlah kurikulum itu dirancang, sehingga penguasaan keterampilan menuju ke penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih kuat lagi.

Dengan dasar itu pula, Bruner menyampaikan struktur yang mendasar dari mata ajaran  yang disebut konsep-konsep penatur  harus diidentifikasi dan digunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum. Cara seperti ini menurut Bruner memungkinkan orang mengajarkan mata ajar apa pun secara efektif dalam bentuk yang serba terang secara intelektual kepada siswa siapa pun pada tahap perkembangan mana pun. Pengaturan ini disebut  kurikulum spiral yang dicontohkan dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial yang dikembangkan oleh Bruner, Man: A Course of Study. (Sukardjo & Komarudin, 2009)

Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran pememuan (inkuiri) adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berpikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif dimana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekadar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suata struktur materi.

            Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk, digambarkan sebagai berikut :

(1)   Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari.

(2)   Membantu siswa mencari hubungan antar konsep.

(3)   Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba menemukan sendiri jawabanya.

(4)   Mendorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif. (Trianto, 2010)

D. Teori Bermakna Menurut Ausubel

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel (Dahar 1996) bahan subyek yang dipelajari siswa haruslah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam  struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah disiswai dan diingat siswa. Suparno (1997) mengatakan pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.

 

            Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang sesuai adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran. Kekuatan dan makna proses pemecahan masalah dalam pembelajaran sejarah terletak pada kemampuan siswa dalam mengambil peranan pada kumpulannya. Untuk melancarkan proses tersebut maka diperlukan bimbingan secara langsung daripada guru, sama ada secara lisan maupun dengan tingkah laku, manakala siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri.

            Selanjutnya Ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar, yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna. Belajar bermakna adalah suatu proses di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar akan bermakna bila siswa mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

            Lebih lanjut Ausubel (dalam Kartadinata, 2001) mengemukakan, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman dan fakta-fakta baru ke dalam skemata yang telah dipelajari. Hal ini menjadikan pembelajaran akuntansi tidak hanya sebagai konsep-konsep yang perlu dihapal dan diingat hanya pada saat siswa mendapat materi itu saja tetapi juga bagaimana siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang baru didapat kemudian dengan konsep yang sudah dimilikinya sehingga terbentuklah kebermaknaan logis.

            Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari peristiwa mengajar, ditandai dengan hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Agar tercipta belajar bermakna, aspek-aspek yang dikembangkan meliputi:  

(a) Bahan baru yang dipelajari harus bermakna yakni istilah yang mempunyai makna, konsep-konsep yang bermakna, atau hubungan antara dua hal atau lebih yang punya makna. (b) Bahan pelajaran baru hendaknya dihubungkan dengan struktur kognitifnya secara substansial dan dengan beraturan.

Beberapa prinsip teori Ausubel adalah :

(1)   Proses belajar akan terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru

(2)   Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami

(3)   Siswa lebih ditekankan untuk berpikir secara deduktif

Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

E. Teori Pembelajaran Kognitif Menurut Vygotsky

Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki koneksi-koneksi sosial. Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan dengan seorang penolong yang ahli. Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial pembelajaran

  1. Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)

Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat diipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak yang bekerja secara mandiri. Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak.

  1. Konsep Scaffolding

Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak.Dialog adalah alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis dan rasional.

  1. Bahasa dan Pemikiran

Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas. Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa unuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat transisi dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.

 

F. Teori Pembelajaran Kognitif Menurut Kelompok Kami

Teori pembelajaran kognitif menurut kami ialah teori yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri, yang mana aktivitas mandiri merupakan salah satu faktor kuat untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar dan pembelajaran. Peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi informasi. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.

 

 


BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Teori pembelajran kognitif menjelaskan dalam belajar bagaimana orang-orang berpikir. Aliran ini, menjelakan, bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan secara alami kegiatan mental internal dalam diri kita. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks

Menurut Piaget, seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi format. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas pemikiran, yang pada akhirnya, membuat pemikiran itu menjadi lebih logis.

Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, siswa harus aktif dimana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya sekadar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan.

            Menurut Ausubel, keberhasilan belajar siswa dapat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Suatu bahan ajar, informasi, atau pengalaman baru seseorang akan bermakna jika pengetahuan yang baru dikenal itu dapat disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

            Menurut Lev Vygotsky (1896-1934) berpendapat bahwa perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Pada intinya dapat disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky mengandung banyak unsur psikologi pendidikan, khususnya pokok bahasan pendidikan dan budaya.


DAFTAR PUSTAKA

 

Daulay, N. (2014). Pengantar Psikologi dan Pandangan Al-Qur'an tentang Psikologi. Medan: Prenadamedia Group.

Sukardjo, M., & Komarudin, U. (2009). Landasan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

n.p. (2013, Juli). Teori Pembelajaran Kognitif. Retrieved September Selasa, 2016, from Informasi-Pendidikan: http://www.informasi-pendidikan.com/2013/07/teori-belajar-kognitif.html

No comments:

Post a Comment