Popular Posts

Monday, November 15, 2021

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

 BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar dan dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi ber sikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat ataupun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalaman yang bermanfaat.

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang membantu individu belajar dan berinteraksi dangan sumber belajar dengan lingkungan.

Teori adalah seperangkat asa yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata. Teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lain dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.

Teori belajar adalah suatu teori yang didalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dikelas maupun diluar kelas.

 

B.     Rumusan Masalah

  1. Bagaimana toeri belajar behavioristik menurut para tokoh?
  2. Bagaimana asumsi-asumsi tentang teori belajar behavioristik?

 

C.    Tujuan

  1. Mengetahui teori belajar menurut para tokoh
  2. 1

     
    Mengetahui asumsi-asumsi teori belajar behavioristik

BAB II

 

A.   Teori Belajar Menurut Para Tokoh

Menurut nyanyu  (khodijah, 2014), tokoh-tokoh behavioristik dan toerinya adalah:

1       Teori Belajar Menurut Thorndike (Teori Connectionism)

Teori connectionism ditemukandan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949). Menurut Thorndike, seluruh kegiatan belajar adalah didasarkan pada jaringan asosiasi atau hubungan (bonds) yang dibentukantarastimulusdan respons. Karena itu,teori ini disebut juga S-R bond bond theory atau S-R psychology of learning. Asumsinya bahwa otak siswa dapat menyerap dan menyimpan jejak-jejak mental aspek individual dari sebuah situasi. Bila aspek-aspek tersebut dirasakan, mereka mengaktifkan jejak mental yang berhubungan. Jejak mental tersebut pada gilirannya secara kolektif dengan respons-respons khusus. Bila asosiasi tersebut terbentuk utuh, setiap waktu bila seorang siswa dihadapkan pada suatu situasi maka ia pasti akan menunjukkan respons tertentu.

Tiga hukum belajar mayor yang dikemukakan oleh Thorndike adalah : (a) law of readiness, (b) law of exercise, dan (c) law of effect.

a.       Law of readiness (hukum kesiapan)

2

 

Belajar akan terjadibila ada kesiapan pada individu. Manakala organisme, baik manusia maupun hewan, memiliki kesiapan untuk belajar, maka ia akan mengalami kepuasan, tetapijika ia tidak siap maka akan terjadi kekecewaan.


b.      Law of exercise (hukum latihan)

Perilaku sebagai hasil belajar terbentuk karena adanya hubungan antara stimulus dan respons. Hubungan tersebut diperkuat dan diperlemah oleh tingkat intensitas dan durasipengulangan hubungan atau latihan. Implementasinya dalam proses pembelajaran, guru perlu memberikan kesempatan latihan sebanyak mungkin pada siswa, sehingga mencapai hasil yang diharapkan. Setelah tahun 1930, Thorndike merevisi hukum ini. Latihan saja tidaklah cukup, latihanhanya akan membawa hasil bila diikuti atau disertai oleh hadiah (reward) atau hukuman (punishment).

c.       Law of effect (hukum efek)

Jika sebuah respons menghasilan efek yang meyenangkan,hubungan antara stimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dihasilkan respons, semakin lemahpula hubungan stimulus dan respons tersebut, kemudian pada akhirnya respons tersebut tidak dimunculkan lagi. Implikasinya dalam proses pembelajaran guru perlu memberikan hadiah bagi prilaku positif yang ditunjukkan oleh siswa, sebaliknya terhadap perilaku negatif perlu diberikan hukuman. Setelah tahun 1930, Thorndike juga merevisi hukum ini. Menurutnya, dalam keadaan di mana aksi simetris mungkin dilakukan, hadiah lebih kuat pengaruhnya dari pada hukuman.

 

2       Teori Belajar Menurut Ivan Pavlov (Teori Classical Conditioning)

Teori Classical Conditioning berkembang berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Ivam Pavlov (1849-1936). Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui bagaimana refleks bersyarat terbentuk dengan adanya hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), dan conditiones respons (CR). Pertama-tama, anjing dioperasi, pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung yang dihubungkan dengan pipa kecil sehingga air liurnya keluardapat dilihat oleh peneliti. Sebelum dilakukan eksperimen, anjing selalu mengeluarkan air liurnya setiap kali melihat makanan, namun ketika hanya mendengar bunyi bel maka air liurnya tidak keluar. Kemudian dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan mendengarkan bunyi bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk daging (UCS). Setelah dilakukan eksperimen secara berulang-ulang, hasilnyaanjingmengeluarkan air liur (CR) meski hanya mendengar bunyi bel saja (CS) Jadi CS akan menghasilkan CR apabila CS dan UCS dihadirkan berulang-ulang secara bersamaan. Secara singkat eksperimen tersebut digambarkan sebagai berikut :

Masalah selanjutnya yang diteliti oleh Pavlov ialah apakah refleks bersyarat yang telah terbentuk itudapat dihilangkan. Setelah melakukan serangkaian eksperimen, akhirnya ia berkesimpulan bahwa refleks bersyarat yang telah terbentuk itu dapat hilang atau dihilangkan

a.         Refleks bersyarat yang telah terbentuk itu dapat hilang karena stimulus yang mengganggu (hilang untuk sementara), dan

b.        Refleks bersyarat itu dapat dihilangkan dengan proses pernyaratan kembali(reconditioning).

Masalah lain yang diteliti oleh Pavlov adalah tentang daya diskriminasi anjing, yaitu sejauh mana anjing dapat melakukan perbedaan antara bermacam-macam stimulus. Untuk itu, Pavlov juga melakukan berbagai eksperimen, hanya bedanya kali ini ia menggunakan lebih dari stu stimulus bersyarat. Hasilnya menunjukkan bahwa daya diskriminasi anjing itu maksimum hanya sampai pada tiga jenis stimulus.


 

3       Teori Belajar Menurut BF.Skinner (Teori Operant Conditioning)

Burrhus F. Skinner (1953) menemukan hubungan antara penguatan dan tingkah laku pengkondisian operan nerupakan peningkatan kemungkinan suatu respons muncul lagi sebagai hasil penguatan. Skiner lebih memahami tentang pengaruh lingkungan pada pembelajaran dan tingkah laku. Menurut Skinner, lingkungan seperti orang tua, guru dan teman , bereaksi pada tingkah laku kita, baik tingkah laku yang menimbulkan penguatan atau tidak menghasilkan penguatan. Artinya, suatu situasi (lingkungan) bisa menyenangkan atau tidak bagi individu. Karena itu lingkungan sekolah perlu ditata dengan baik agar siswa betah belajar disekolah.  (Ansyar, 2010)

Menurut Skinner, sebagian besar perilaku manusia adalah berupa respons atau jenis perilaku operant. Kemungkinan modifikasi perilaku tersebut juga boleh dikatakan tak terbatas. Fokus teori ini adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan, dan memodifikasiperilaku operant tersebut dengan penguatan (reinforcement).

Menurut Skinner, perilaku terbentuk olehkonsekuensi yanng ditimbulkan. Konsekuensi yang menyenangkan (positive reinforcement atau reward) akan membuat perilaku yang sama akan diulangi lagi, sebaliknya konsekuensi yang tidak menyenangkan (negative reinforcement atau punishment) akan membuat perilaku dihindari.

Berdasarkan teori ini, Skinner merumuskan prosedurpembentukkan perilaku. Secara sederhana, prosedur tersebut terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:

a.       Identifikasi kemungkinan reinforcer bagi perilaku yang akan dibentuk.

b.      Analisis komponen komponen perilaku.

c.       Identifikasi reinforcer untuk masing-masing komponen perilaku.

d.      Melaksanakan pembentukan perilaku sesuai dengan urutankomponen perilaku yang telah disusun.

Akan tetapi, teori behavioristik banyak dikritik karena memiliki beberapa kelemahan dan sulit diaplikasikan pada proses belajar manusia. Beberapa kritik yang sering dimunculkan adalah:

a.       Teori behavioristik seringkali tidak mampu menjelaskan situasi  belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons.

b.      Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan  adanya variasi tingkat emosi dan berpikir pembelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama

c.       Teori behavioristk juga cenderung mengarahkan pembelajar untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan tidak produktif.

Sedangkan didalam bahan ajar cetak  (lapono, 2009) tokoh lain dalam teori belajar behavioristik adalah,

4       Teori Observational Learning (Belajar Pengamatan) atau Socio Cognitive Learning (Belajar Sosio Kognitif)

Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi (observational learning ). Albert Bandur (1969) menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social learning) karena yang menjadi objek observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain.

Albert Bandur (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktfitas meniru melalui ) pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang meniru. Istilah modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial. Model ini merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelajar. Konsep dan prinsip peniruan dalam belajar sosial dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.              Model yang ditiru para peserta didik berupa (a) real-life model atau model kehidupan nyata seperti guru atau orang lain di lingkungan sekitarnya; (b) symbolic-model yang disajikan secara simbolis lewat pembelajaran lisan, tertulis, peraga dan kombinasi dan gambar; dan (c) representative model yang penayangannya lewat televisi dan video.

b.              Belajar sosial melalui peniruan dapat memberi penguasaan perilaku awal itu bersifat kontinguitas (kerapatan moment amat dekat dengan kejadian yang diamati), yaitu rentetan perilaku yang dilihat atau didengar individu lewat pancaindera. Teori ini biasa juga disebut teori modeling kontiguitas, yang pada prinsipnya mengkondisikan peserta didik belajar sebaik-baiknya di depan model pada waktu dan ruang yang tepat.

c.              Faktor yang mempengaruhi perilaku meniru adalah konsekuensi respon model pada individu dalam kerangka hadiah dan hukuman; meniru dimudahkan ketika model yang dikerjakan di hadapan individu, perilakunya diberi penguatan.

John W.Santrock (1981) menyebut pandangan albert bandura tentang teori belajar sosial sebagai teori belajar sosial kognitif. Hal ini disebab kan pemikiran bahwa meniru perilaku model melibatkan proses proses psikokologis yang sangat bersifat kognitif seperti dikemukakan berikut ini

(a)    Perhatian ( attention ) : peserta didik mengamati perilaku model dan proses meniru dipermudah apabila peserta didik diberi tahu harus mengkinerjakan yang di demonstrasikan guru

(b)   Ingatan ( retention ) : untuk mengkinerjakan kembali apa yang di demonstrasikan guru menghendaki agar peserta didik menyimpan didalam ingatan sehingga dapat tereproduksikan kembali

(c)    Kinerja motorik ( motorik reproduction ) : kinerja peserta didik ditentukan kapasitas ingatan yang sejalan dengan perkembangan keterampilan motoriknya.

(d)   Kondisi penguatan dan insentif : Peniruan berlangsung memuaskan bila insentif, baik dari diri peserta didik sendiri ( rasa puas ) dan dari guru/teman sekelas berupa kekaguman lisan atau non verbal seperti anggukan dan senyuman tulus.

 

Bandura merumuskan perilaku ditentukan konsekuensi hasil tindakan individu sendiri serta konsekuensi tindakan orang orang lain pada diri individu itu. Oleh sebab itu, perilaku pebelajar perlu di pahami melalui analisis interaksi timbal balik antara perilaku dengan kondisi pengendali kondisi itu. Model belajar semacam ini sering pula disebut vicarious learning ( belajar pengganti ) dengan misal guru mendemostrasikan senyuman manis pada peserta didik yang menyerahkan tugas sekolah tepat waktu.

Awal tahun 1970-an Bandura mengajukan pandangan proses proses kognitif sangat menentukan dalam upaya memahami pola meniru/modeling.Walter Mischel (1973) cenderung menggunakan istilah cognitive social-learning theory, karena di dalamnya terkandung hal hal berikut ;

(a)    Harapan ( expectancies ) : harapan belajar atas perilaku sendiri dan perilaku orang lain adalah penentu perilaku itu.

(b)   Strategi memproses informasi dan memaknai stimuli secara pribadi

(c)    Anutan nilai subyektif diletakan pada stimuli ( subjective stimuli values )

Pada prinsipnya kajian teori behaviorisme mengenai hakikat belajar berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku.

Sedangkan pada sumber Wikipedia  (wikipedia, 2014) teori behavioristik adalah dari beberapa tokoh dibawah ini:

5       Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

6       Teori Belajar Menurut Clark Hull       

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis

7       Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekadar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.

B.   Asumsi-Asumsi Dasar Behaviorisme

Siswa yang ada disekolah dasar sampai menengah biasanya siswa-siswa yang memperoleh perhatian terbanyak oleh guru dan siswa di kelas adalah siswa yang berprilaku tidak pantas, sehingga siswa yang ingin diperhatikan dengan menonjolkan dirinya diantara kerumunan sehingga dia berprilaku beda dengan lainnya.

Studi kasus tadi menerangkan asumsi dasar behaviorisme: orang cenderung mempelajari dan menunjukan perilaku yang menghasilkan, setidaknya dimata mereka, konsekuensi-konsekuensi yang diinginkan, dan lebih umum lagi perilaku orang sebagian hasil dari pengalaman mereka dengan stimulus-stimulus lingkungan.  (Omrod, 2008)

 

1.      Perilaku orang sebagian besar merupakan hasil dari pengalaman mereka dengan stimus-stimulus lingkungan

Banyak tokoh behavioris percaya, dengan pengecualian pada beberapa reflek sederhana, seorang lahir sebagai kertas kosong setelah beberapa tahun lingkungan akan menuliskan pada kertas kosong ini, membentuk secara perlahan atau mengkondinisikan, individu menjadi seorang yang memiliki karakteristik dan cara berprilaku yang unik.Sebagai guru kita harus  ingat dampak signifikan dari lingkung masa lalu dan masa kini terhadap prilaku mereka, kita dapat menggunakan prisnsip dasar ini: dengan mengubah lingkungan kelas kita dapat mengubah prilaku siswa.

2.      Belajar dapat digambarkan dalam kerangka asosiasi diantara peristiwa-peristiwa yang dapat diamati, yaitu asosiasi antara stimulus dan respons.

Kaum behavioris secara tradisional meyakini dalam diri seseorang tidak dapat diamati secara ilmiah dan meyakini bahwa sebagai kotak hitam yang tidak dapat dibuka untuk diperiksa.

Tidak semua pengaruh aliran behaviorisme memegang teguh kotak hitam beberapa tahun terakhir banyak telah menggabungkan proses kognitif dan fenomena internal kedalam penjelasan teori mereka (misalnnya DeGranpre, 2000; Rescorla, 1988). Hal ini membuktikan semakin kuat bahkan bagi kaum behviorisme sendiri tentang menghilangkan proses berpikir dari penjelasan tentang belajar dan prilaku.

3.      Belajar melibatkan perubahan perilaku

Kita mendifinisikan belajar sebagai perubahan perilaku jangka panjang sebagai hasil dari pengalaman. Beberapa behavioris tidak setuju dengan definisi ini karena kita tidak dapat melihat perubahan mental, alih-alih mereka menfinisikan belajar sebagai perubahan dalam perilaku karena pengalaman. Pertimbangkan sekenario berikut:

Siswa-siswa anda melihat anda dengan penuh perhatian saat anda menjelaskan sebuah konsep sulit. Ketika selesai, kemudian anda bertanya “ada pertanyaan?” anda melihat keseluruh ruangan dan tidak ada satupun tangan terangkat, “Bagus” Anda berpikir bahwa mereka sudah mengerti.

Namun apakah siswa benar-benar sudah mengerti? Berdasarkan apa yang anda amati, anda benar-benar tidak dapat memastikan apakah mereka mengerti atau tidak, hanya perubahan perilaku yang dapat diamati mungkin perbaikan tes, frekuensi yang lebih besar untuk membaca secara mandiri atau kurangnya tindakan agresif yang dapat memberitahu kita bahwa pembelajaran telah terjadi.

4.      Belajar Cenderung terjadi ketika stimulus dan respon muncul dalam waktu yang berdekatan

Supaya hubungan stimulus dan respon berkembang, kejadian-kejadian tertentu harus terjadi bersamaan dengan kejdian-kejadian lain.ketika dua kejadian yang kurang lebih sama. Kita katakan ada Kontiguitas diantara kejadian-kejadian tersebut. Dua contoh berikut menggambarkan adanya kontiguitas:

Salah seorang intruktur Anda (Profesor X) mengernyitkan dahi kearah anda sembari mengembalikan hasil ujian tersebut, dan  lantas merasa kurang nyaman. Ketika lain kali profesor x mengernyitkan dahi kearah anda lagi, perasaan tidak nyaman yang sama muncul kembali.

Instrktur lainnya (Profesor Y) tersenyum dan menunjuk Anda setiap kali anda mengangkat tangan. Walaupun anda kurang aktif di kelas lain, namun anda sering mengangkat tangan dan berbicara dikelas ini.

Dalam situasi pertama, Profesor X yang mengernyitkan dahi dan nilai D minus pada nilai ujian anda dihadirkan kurang lebih stimulan; di sini kita melihat Kontiguitas di antara dua stimulus itu. Dalam situasi kedua, Respon mengangkat tangan langsug  diikuti dengan penunjukan oleh Profesor Y sebagai tanda anda  diberi kesempatan memberi tanggapan tentang suatu topik . Dalam kasus ini, kita melihat adanya kontiguitas antara respon dan stimulus yang menyusul (walaupun penunjukan anda adalah respon yang dibuat oleh Profesor Y, hal itu merupakan sebuah stimulus bust anda) , dalam kedua situasi ini respon telah berubah; anda telah belajar merespon dengan perasaan tidak nyaman setiap kali seorang instruktur anda mengernyikan dahi kearah anda dan anda belajar mengangkat tangan dan berbicara lebih sering dalam kelas instruktur yang lain.

5.      Banyak spesies hewan, termasuk manusia belajar dengancara-cara yang sama

Behavioris terkenal dengan eksperimen hewan seperti tikus dan merpati. Mereka berasumsi banyak spesies memiliki proses pembelajaran yang sama, karena itu mereka menerapkan prisnsip-prinsip belajar diperoleh setelah mengamati suatu spesies pada suatu pemahan mengenai bagaimana spesie-spesies yang lain (termasuk manusia) belajar. Kita sebagai manusia terkadang tidak suka cara belajar kita dibandingkan dengan tikus dan merpati, namun kaum behavioris yang dikembangkan dari penelitian hewan nonhuman sering kali menjelaskan perilaku manusia.

Kita akan berfokus pada dua teori behavioris-kondisioning klasik (classical conditioning) dan kondisioning operant (operant conditioning) yang sebagian besar berasal pada penelitian tentang hewan namun dapat membantu kita memahami berbagai aspek perilaku dan pembelajaran manusia.


  1. Penguatan Positif

Setiap kali sebuah stimulus khusus dihadirkan setelah sebuah perilaku dan perilaku tersebut meningkat sebagai hasilnya, maka penguatan positif telah terjadi. Penguatan pofitif dapat terjadi kalaupun stimulus yang dihadirkan mungkin dianggap tidak menyenangkan atau tidak diinginkan. Kata positif disini hanya berarti menambahkan sesuatu pada situasi yang bersangkutan

Contoh-contoh penguatan Positif.

  1. Penguat Konkret, adalah sebuah benda nyata, sesuatu yang dapat disentuh (misalnya, makanan ringan,stiker, mainan)
  2. Penguat social, adalah sebuah gerak isyarat atau tanda (misalnya, senyum, perhatian, pujian atau ucapan terima kasih) yang diberikan kepada seseorang kepada orang lain.
  3. Penguat aktivitas adalah kesempatan untuk terlibat dalam aktivitas yang disukai. Siswa sering melakukan kegiatan bahkan sesuatu yang tidak mereka sukai.
  4. Terkadang pesan sederhana bahwa sebuah jawaban itu benar  dapat menjadi penguat. Umpan balik positif paling efektif dilakukan ketika umpan balik itu memberitahu siswa dalam istilah yang eksplisit dalam hal apa saja yang mereka bekerja dengan baik dan apa yang mereka lakukan mendorong performa menjadi lebih bagus lagi.

Penguat-penguat yang baru saja merupakan penguat ekstrinsik, yang di sediakan oleh lingkungan lingkungan eksternal. Sebaliknya penguat-penguat intrinsic berasal dari para siswa sendiri atau bersifat melekat dalam tugas yang sedang dikerjakan.

Dari sudut pandang kita sebagai guru, umpan balik positif dan rasa senang dan kepuasan yang dihasilkan oleh umpan balik mungkin merupakan bentuk penguatan dalam kelas yang paling diinginkan.

  1. Penguatan negative

Kalau penguatan positif melibatkan kehadiran sebuah stimulus, penguatan negative menyebabkan peningkatan suatu perilaku melalui penghilangan sebuah stimulus (biasanya stimulus yang tidak menyenangkan). Kata negative disini bukan merupakan pertimbangan nilai, melainkan hanya merujuk pada tindakan menarik, alih-alih menambah suatu stimulus.

Sebagai guru kita seyogyanya sesekali saja menggunakan penguatan negative, bila tidak sama sekali. Idealnya, kita ingin mengembangkan sebuah lingkungan kelas dimana hanya ada sedikit stimulus yang ingin dihindari siswa. Meski demikian, kita harus mengakui bahwa penguatan negative memang memiliki dampak pada perilaku. Beberapa siswa mungkin menyelesaikan tugas sebuah tugas karena ingin cepat-cepat melepaskan diri dari tugas tersebut dari pada demi kepuasan intrinsic yang dihasilkannya.

  1. Pengaruh stimulus-stimulus dan respons-respons.

a.    pemberian isyarat

Siswa mungkin berperilaku pantas jika mereka diberikan peringatan. Pemberian isyarat tersebut kadang-kadang melibatkan sebuah sinyal nonverbal, misalnya membunyikan bel untuk mengingatkan siswa untuk masuk ke kelas.

b.    setting kejadian

Dalam pemberian isyarat, kita menggunakan stimulus spesifik sebagai peringatan terhadap siswa supaya berperilaku dengan cara tertentu. Pendekatan alternatifnya adalah pembentukan lingkungan  yang mudah mendorong perilaku yang diinginkan. Contohnya kegiatan kelompok/kerja kelompok, karena berinteraksi dengan teman sebayanya selama waktu bermain hal ini akan mendorong diskusi sesamanya.

c.    generalisasi

Begitu anak-anak telah mempelajari bahwa sebuah respons mungkin akan diberikan penguatan dalam satu rangkaian keadaan, mereka mudah membuat respons yang sama dalam situasi yang sama. Dengan kata lain mereka menunjukkan generalisasi.

d.   diskriminasi

Terkadang orang belajar bahwa respons diberikan penguatan hanya ketika stimulus tertentu ada. Ketika orang belajar bahwa respons diberikan penguatan dengan hadirnya satu stimulus tertentu tapi bukan dengan stimulus lain, mungkin mirip, mereka telah mempelajari diskriminasi (perbedaan) diantara kedua stimulus tersebut.

e.    momentum prilaku

Dalam banyak kasus, siswa lebih mungkin membuat respons yang diinginkan bila mereka sudah membuat respons-respons yang serupa dengan fenomena yang dikenal dengan momentum prilaku. Secara umum kita dapat mendorong terjadinya momentum perilaku dengan memberikan tugas yang relative mudah atau menyenangkan yang secara alamiah pindah ke soal-soal yang lebih rumit dan potensial membuat frustasi.


BAB III

PENUTUP

A.  Simpulan

Behaviorisme mencoba menenmukan pola tingkah laku sebagai hasil asosiasi antara dorongan (stimulus) dan jawaban (respons)yang menghasilkan pengondisian tingkah laku. Jika dikaitkan dengan pembelajaran, behaviorisme mencoba menerangkan bahwa belajar adalah sebagai hasil dorongan even eksternal yang menimbulkan perubahan pada tingkah laku manusia yang bisa diamati.

Paradigma behavioristik yang menekankan proses belajar sebagai perubahan relatif permanen pada perilaku yang dapat diamati dan timbul sebagai hasil pengalaman. Penekanan hanya pada. penekanan  hanya pada perilaku yang dapat dilihat, tanpa memperhatikan perubahan-perubaha atau proses-prosesinternal apapun yang terlibat didalamnya.

Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak

17

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 


Ansyar, M. 2010, kurikulum hakikat, fondasi, desain, dan pengembanagan. jakarta: Kencana prenadamedia grup.

khodijah, n..2014. psikologi pendidikan . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

lapono, N.2009. belajar dan Pembelajaran . Jakarta: direktorat pendidkan tinggi departemen pendidikan nasional.

Omrod, J. E.2008. psikologi Pendidikan . Jakarta: Erlangga.

Rujukan dari Internet berupa Artikel
Wikipedia.2014. teori balajar behavioristik, (Online), (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik,

No comments:

Post a Comment