SISTEM POLITIK INDONESIA
IDENTIFIKASI FUNGSI STRUKTUR POLITIK
DI ERA REFORMASI
DISUSUN OLEH :
Muhammad
Ridhoni (D1B112026)
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BANJARMASIN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sebagai penyusun makalah sehingga berhasil menyelesaikan Makalah
ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya dengan tema sistem politik indonesia
era reformasi.
Makalah ini berisikan
tentang unsur unsur sistem politik serta peran dan fungsi sistem tersebut dalam
era reformasi di indonesia , makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Politik Indonesia . makalah
ini apabila memiliki kekeliruan yang kami sadari maupun yang tidak kami
sadari kami mohon maaf.
Akhir kata, kami sebagai penyusun sampaikan
terima kasih.Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kami dalam
mengerjakan tugas mata kuliah.
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . 4
B.
Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 5
BAB II. PEMBAHASAN
A. Birokrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
B.
Lembaga Eksekutif . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
C. Lembaga Legislatif. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.10
D. Badan
Peradilan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. 20
E.
Partai Politik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .
. . . . . . 21
F. Kelompok
Kepentingan . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . .24
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .27
B.
Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . .28
BAB
I
A.
PENDAHULUAN
Dalam menganalisa
bagaimana sistem politik suatu bangsa yang ideal dapatdi lihat dari unsur unsur
dari suatu sistem tersebut dalam konteks ini adalah bagaimana sistem politik
indonesia di era reformasi dalam menganilisa sistem politik di era reformasi
kami akan membahas bagaimana peran, fungsi dan kedudukan unsur unsur sistem
politik dalam menjalankan tugas tugasnya untuk mencapai keseimbangan dalam
suatu sistem politik.
Seperti yang kita
ketahui unsur unsur sistem politik ada enam
yaitu birokrasi,badan eksekutif, badan legislatif, badan peradilan,
partai politik dan kelompok kepentingan. Kami akan membahas bagaimana peran
unsur sistem politik ini npada era reformasi dan bagaimana perbandingan antara
tujuan dan fungsi umumnya dengan impementasi sebenarnya pada era reformasi
Era reformasi bermula
dari peralihan kepemimpinan dari presiden soeharto ke tangan wakil presideny pada saat itu yaitu
BJ Habibie. Era ini di landasari oleh Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto (Orde Baru) saat itu
menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai kelompok kelompok aksi mahasiswa di berbagai wilayah
di Indonesia. Setelah BJ Habibie memimpin indonesia selama kurang lebih 1
tahun setelah itu di adakan lah Pemilu pada tahun 1999 presiden yang di pilih
oleh MPR dengan suara terbanyak adalah PKB pimpinan Abdurrahman Wahid dan
menetapkan Megawati soekarnoputri sebagai wakil presiden indonesia atas kemauan
Abdurrahman Wahid. Masa jabatan Abdurrahman Wahid wahid hanya berlangsung
selama kurang lebih tiga tahun setelah itu Abdurrahman Wahid menyerahkan
jabatan kepemimpinannya kepada wakilnya yaitu Megawati Soekarnoputri yang di
angkat menjadi presiden ke lima pada 23 juli 2001 melalui sidang istimewa MPR.
Selanjutnya diadakanlah pemilu secara langsung pada tanggal 5 juli 2004 dan
putaran kedua pada 20 september 2004 yang dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
dan Muhammad Yusuf Kallayang menjabat sebagai kepala pemerintahan indonesia selama
lima tahun. Setelah itu pemilu kedua diadakan pada 8 juli 2009 yang dimenangi
oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan boediono sebagai wakilnya dan masa
kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sampai sekarang.
B. RumusanMasalah
1.
Mengetahui
fungsi dasar struktur politik
2.
Mengetahui
fungsi struktu rpolitik di era reformasi
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan
Birokrasi dengan politik pada masa Era Reformasi
Setelah bergantinya rezim Orde Baru
dan kemudian memasuki orde reformasi, pada masa ini dicirikan dengan adanya
liberalisasi politik. Liberalisasi politik ini merupakan fase dimana adanya
sebuah proses mengefektifkan hak-hak yang melindungi individu dan kelompok-kelompok
sosial dari tindakan sewenang-wenang oleh negara. Selain itu kebebasan
pers juga telah diperbolehkan, sehingga aspirasi masyarakat dapat disalurkan
melalui fasilitas pers ini. Karena pada masa orde baru sistem politiknya
otoriter dan didominasi oleh kelompok-kelompok militer dan hanya sedikit saja
input sistem politik yang berasal dari luar militer.
A.
BIROKRASI
Pengertian
birokrasi
Birokrasi artinya sistem
pemerintahan yang di jalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang
pada hierarki dan jenjang jabatan , cara bekerja atau susunan pekerjaan yang
serba lamban serta menurut tata aturan yang banyak liku – likunya.
Menurut Pryudi Atmosudirdjo dalam Harbani Pasolong(2007: 67)
mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu (1) birokrasi sebagai
suatu tipe organisasi tertentu , (2)birokrasi sebagai
system (3)birokrasi sebagai jiwa kerja.
Peran dan
fungsi birokrasi pada masa reformasi
1. Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan
modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul
informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi
adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif
serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi
berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu
sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara
keseluruhan.
2. Pelayanan
Pemerintahan di masa kini orientasinya
diharapkan lebih ditekankan pada pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berbeda
dengan pemerintahan di masa sebelumnya, yang orientasinya diarahkan kepada
aspek kekuasaan. Hal ini berarti bahwa pemerintahan di masa kini harus memberi
perhatian yang lebih besar pada upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat daripada menonjolkan diri sebagai kekuasaan semata.
Perhatian terhadap eksistensi pelayanan, makin berkembang pula seiring dengan
munculnya berbagai masalah pelayanan, mulai dari pembuatan akte, KTP, perijinan
sampai pada pengadaan sarana, prasarana umum dan sosial.
Akan tetapi masih ada
beberapa keluhan tentang pelayanan publik, Hal ini terlihat dari banyaknya
keluhan yang disampaikan oleh masyarakat melalui berbagai media cetak tentang
perilaku birokrasi yang cenderung bersifat arogan dan tidak menunjukkan citra
sebagai pelayanan masyarakat, karena yang nampak adalah sosok penguasa yang
ingin dilayani bukan untuk melayani.
Hal ini disebabkan birokrasi pemerintah lebih berorientasi
pada pejabat atasan, oleh karena itu kesan pertama dari hampir setiap warga
masyarakat yang datang berurusan ke kantor-kantor pemerintah adalah bertemunya
mereka dengan pegawai berseragam yang kurang ramah, kurang informatif, dan
kurang cenderung profesional. Belum lagi nada sinisme yang melihat ciri
birokrasi pemerintah yang selalu membuat sesuatu pekerjaan yang sesungguhnya
sederhana menjadi rumit.
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
mengoptimalkan fungsi pelayanan masyarakat semakin memperburuk persepsi
masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Apalagi jika dibandingkan dengan
sistem pelayanan oleh pihak swasta, organisasi pelayanan pemerintah atau
birokrasi pemerintah yang sering dikatakan sumber kelambanan, pungli dan
inefisiensi. Sementara itu birokrasi swasta seringkali dianggap memiliki
ciri-ciri yang sebaliknya. Seperti cepat, efisien, inovatif dan berkualitas
3. Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu
pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat.
Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua
pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan
birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini. .
4. Pengumpul Informasi (Information
Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua
tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau
keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah
berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung
tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan
dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya
(pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami
pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi
negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli,
pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak
memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.
Permasalahan
Birokrasi
Efektivitas
peraturan perundang-undangan
|
Peraturan perundang-undangan di
bidang aparatur negara yang masih tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas,
multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu
dengan yang lain
|
Pola pikir
(mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
|
Belum
sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional serta benar-benar memiliki pola
pikir yang melayani masyarakat dan pencapaian kinerja yang lebih baik
|
Penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel
|
Masih adanya praktek penyimpangan
dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, serta
belum mantapnya akuntabilitas kinerja pemerintah
|
Pelayanan
Publik
|
Pelayanan publik belum dapat
mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan memenuhi hak-hak
dasar warga negara/penduduk
|
SDM Aparatur
|
Manajemen sumber daya
manusia aparatur yang belum dilaksanakan secara optimal untuk
meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi
|
B.
LEMBAGA EKSEKUTIF
Era
reformasi indonesia yang awalnya di tandai dengan bergantinya eksekutif
indonesia disini kami akan jelaskan badan eksekutif. Dengan turun tahtanya Presiden
Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Dalam masa pemerintahan Reformasi dari
Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri hingga Susilo
Bambang Yudhoyono,
nampak jelas arah perubahan yang membaik. Kedudukan eksekutif menjadi setara
dengan lembaga-lembaga lainnya yaitu legislatif dan yudikatif. Eksekutif masih
memiliki kekuasaan penuh karena menganut sistem presidensil, namun tetap
diimbangi oleh lembaga legislatif. Eksekutif dibantu oleh jajaran menteri
diberi ruang yang cukup besar untuk mengelola negara dan memaksimalkan upaya
mensejahterakan masyarakat dengan regulasi-regulasi yang berdasar kepada
persetujuan DPR. Dari sini dapat dikatakan bahwa sebagai badan eksekutif telah
terjadi perubahan – perubahan yang membaik karena ada kontrol dan batasan
terhadap kekuasaan eksekutif oleh legislatif. Batasan kekuasaan oleh eksekutif
dan diberikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan amandemen UUD 1945 Pasal
20 ayat 1. Badan eksekutif memiliki wewenang dalam bidang tertentu menurut Strong dalam buku Modern Political Constitutions wewenang
eksekutif adalah :
a. Administratif,
yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang undang dan peraturan perundang
undangan
b. Legislatif
yaitu membuat rancangan undang undang dan membimbing DPR dalam membuat dan
menjadikan undang undang
c. Keamanan
yaitu kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan
perang, pertahanan negara dan menjaga keamanan dalam negeri
d. Yudikati
yaitu memberikan grasi, amnesti, dan abolisi sebelum mendapat putusan kehakiman
e. Diplomatik
yaitu kekuasaan menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara tetangga
baik di bidang ekonomi dan politik.
Dari wewenang di atas era reformasi
sudah menjalankannya tetapi tidak sedominan pada era era sebelumnya karena
kekuasaan eksekutif telah dibatasi oleh pemerintah sebagai lembaga negara badan
eksekutif telah melakukan wewenang dan fungsi nya sudah lebih baik dari pada
era sebelumnya.
C. LEMBAGA LEGISLATIF
Lembaga
legislatif indonesia era reformasi
Legislatif adalah badan
deliberatif pemerintah
dengan kuasa membuat hukum. Legislatif
dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli
nasional. Dalam sistem Parlemen,
legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif.
Dalam sistem Presidentil,
legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas, dari eksekutif.
Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa
untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya.
Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.
Lembaga Legislatif
merupakan suatu kekuatan dalam demokrasi. Dikatakan sebagai kekuatan dalam
demokrasi karena lembaga Legislatif ini menjadi tempat atau wadah yang
menampung aspirasi rakyat dan segala kepentingan rakyat. Segenap keinginan
rakyat disalurkan melalui lembaga Legislatif rakyat yang dibentuk melalui jalan
pemilu yang diadakan tiap lima tahun sekali.
Melalui partai politik
sebagai sarana untuk menjadi angota legislatif yang dipilih secara langsung
oleh rakyat dalam pemerintahan. Anggota legislatif itulah kelak yang akan
menyuarakan segala keinginan dari rakyat. Artinya lembaga legislatif memegang
amanat dan mandat langsung dari rakyat. Dibutuhkan lembaga Legislatif untuk
menjadikan sistem demokrasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat.
Karena lembaga legislatif ini merupakan wakil-wakil yang telah di pilih oleh
rakyat. Artinya rakyat telah mempercayakan segala hal yang berkaitan tentang aspirasi
dan kepentingan rakyat kepada badan legislatif. Intinya, keberadaan badan legislatif
merupakan karakteristik utama bagi sistem politik yang menganut demokrasi.
Beberapa contoh
persoalan lembaga Legislatif pada demokrasi Pancasila, adalah para wakil
rakyat yang telah terpilih sering lalai dalam melaksanakan tugas sebagai wakil
rakyat, kurangnya perhatian lembaga Legislatif terhadap rakyat karena di
dominasi oleh kepentingan partai mereka, partai politik dijadikan kekuatan
seorang penguasa yang mengatas-namakan rakyat untuk memperoleh kekuasaan.
Dari beberapa masalah
di atas dapat kita lihat, buruknya kinerja lembaga Legislatif saat sekarang ini
membuat semakin terpuruknya pelaksanaan demokrasi pancasila di Indonesia. Para
wakil rakyat yang telah terpilih sering lalai dalam melaksanakan tugas sebagai
wakil rakyat. Kelalaian lembaga Legislatif rakyat dapat kita saksikan saat
rapat paripurna. Banyak anggota dari lembaga Legislatif yang tidak hadir.
Banyaknya kursi-kursi kosong saat melakukan rapat.Padahal rapat paripura membahas
mengenai aspirasidan kepentingan rakyat atau pemerintahan.
Kurangnya perhatian
lembaga Legislatif terhadap kepentingan rakyat disebabkan karena kepentingan
partai yang lebih diutamakan oleh lembaga Legislatif. Itu yang membuat kerja
dari mereka tidak mewakili aspirasi rakyat. Hal ini membuat keterlibatan maupun
dukungan rakyat diabaikan sama sekali. Misalnya rakyat yang menginginkan
pendidikan murah, namun lembaga Legislatif tetap ingin memperoleh keuntungan
untuk kepentingan mereka dan partai mereka, Keterlibatan partai ini hanya untuk
menjadikan para pengurus yang telah duduk di lembaga Legislatif tetap bertahan
dan menduduki kursi kekuasaan. Akibat sibuk mengurusi partai, mereka
mengesampingkan kepentingan rakyat. Mereka lebih mementingkan kepentingan
partainya dari pada rakyat.
Badan legislatif dalam
menjalankan tugasnya dapat bekerja dengan baik bila pertama anggota badan
legislatif harus dapat membangun proses legislatif yang berkualitas sehingga
implementasinya adalah dapat menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik
(good governance). Yang kedua anggota legislatif harus memperkuat hubungannya
dengan organisasi non-pemerintah, serta dengan masyarakat setempat, sehingga
terbangun komunikasi yang intensif kepada masyarakat dengan harapan apa yang
menjadi aspirasi masyarakat secara luas, dapat di perjuangkan secara berkelanjutan
oleh anggota dewan. Yang ketiga, anggota dewan harus memiliki kemampuan
sebagai fasilitator, dengan kemampuan ini maka anggota dewan mampu
mendorong kerjasama, membantu orang lain untuk memecahkan masalah, membantu
agar rapat-rapat dan pertemuan berlangsung secara produktif serta mampu
menangani konflik-konflik, baik konflik perorangan maupun antar kelompok. Yang
keempat, anggota dewan harus memiliki kemampuan merumuskan kebijakan keuangan,
yakni kemampuan membuat keputusan-keputusan tentang perolehan, pengalokasian/pembagian
serta penggunaan keuangan dengan asas efektif, efesien dan tepat sasaran.
Jika kemampuan ini
dapat dipenuhi, maka DPR/DPRD sebagai institusi politik menjadi kuat dan
kredibel, sehingga sebagai wakil rakyat anggota Legislatif mampu menterjemahkan
apa yang di butuhkan masyarakat. Ini akan terimplementasi pada optimalisasi 3
fungsi anggota Dewan, yakni
1. fungsi
pengawasan
Salah satu fungsi utama badan
legislatif adalah pengawasan terhadap eksekutif. Peran pengawasan ini pada
kenyataannya mengalami pasang surut atas kualitas dan kekuatannya. Pada periode
sebelum reformasi, peran kontrol legislatif terhadap eksekutif dapat dikatakan
mandul, sehingga eksekutif dapat melakukan apapun sesuai dengan apa yang mereka
inginkan. Keputusan Soekarno kembali ke UUD 1945 dapat dilihat sebagai usaha
mengurangi pengaruh DPR dan memperkuat posisi Presiden. Juga di bawah Soeharto,
selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru, fungsi eksekutif ini begitu kuat dan
dominan. Fungsi pengawasan dari lembaga legislatif menjadi artifisial belaka
Pada awal reformasi,
legislatif sangat kuat, sehingga mampu memberikan fungsi pengawasannya secara
maksimal dan bahkan dalam beberapa kasus dianggap berlebihan. Hubungan
legislatif dan eksekutif sering penuh konflik. Parlemen beberapa kali berusaha
menunujukkan otoritasnya, misalnya lewat penggunaan hak interpelasi dan hak
angket, nominasi kandidat untuk berbagai komisi seperti Komnas HAM, atau
impeachment dan jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid. Pada perkembangannya,
kekuatan pengawasan legislatif terhadap eksekutif melemah lagi bersamaan dengan
dilaksanakannya pemilihan presiden secara langsung.
Para eksekutif tidak lagi
patuh terhadap apa yang dikatakan oleh legislatif dalam rangka menjalankan
fungsi pengawasannya, karena yang dapat memberikan sanksi hanyalah eksekutif
atasanya sendiri. Dengan demikian, apabila legislatif mendapatkan kenyataan
bahwa eksekutif melakukan penyimpangan atas rencana yang disepakati bersama,
legislatif hanya dapat memberikan peringatan-peringatan maupun saran-saran untuk
perbaikan saja. Apakah saran dan peringatan legislatif tersebut diperhatikan
atau tidak, tidak ada sanksi mengikat dari legislatif.
Dominasi eksekutif maupun
dominasi legislatif dalam kehidupan bernegara telah terjadi dan kedua-duanya
tidak menguntungkan publik, yang pada dasarnya pemberi mandat mereka. Melihat
kenyataan ini, maka perlu dicari satu model pengawasan legislatif terhadap
eksekutif yang efektif, tanpa terjadi saling mendominasi antara satu dengan
yang lainnya.
Sampai sekarang DPR belum mampu
melaksanakan pengawasan terhadap eksekutif dengan efektif. Ada beberapa fakta
yang menghambat dan mempersulit pemenuhan peran pengawasan oleh parlemen.
Pertama, Pemerintah memiliki dana dan sumber daya yang sangat tinggi
dibandingkan DPR. Demikian, untuk parlemen akses terhadap informasi dan
dukungan dari para ahli agak terbatas. Akan tetapi, tanpa informasi yang
lengkap sulit melaksanakan pengawasan yang efektif. Kedua, dana DPR serta
penggunaannya ditentukan oleh eksekutif. Oleh karena itu, pekerjaan dan kinerja
parlemen sangat tergantung dari penyediaan dana oleh pemerintah. Pada umumnya
eksekutif masih sangat dominan dan parlemen belum dapat menjalankan fungsi
pengawasan sepenuhnya.
2. fungsi legislasi
Fungsi
legislasi disini dimana seorang legeslatif berfungsi membuat undang undang
bersama Presiden. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap
Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR,
Presiden, atau DPD.
DPD dapat
mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan
mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari
DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk
dipersandingkan.
RUU yang sudah
disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi
undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah
disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR
mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah
disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
3.
Fungsi Anggaran
Fungsi anggaran Ketentuan mengenai
penyusunan dan penetapan anggaran dalam Undang-Undang Keuangan Negara ini
meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka
pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas,
manajemen, dan kebijakan ekonomi. Anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan
dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai
penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang keuangan negara disebutkan bahwa
belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, antar jenis belanja, harus
mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah
pentingnya dalam upaya meperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah
penerapan anggaran berbasis prestasi kerja (kinerja/hasil). Mengingat bahwa
sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian
kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana
kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu penyatuan
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan
sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/
lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian negara/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus
kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan akuntabilitas kinerja
kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya penerapan
anggaran berbasis kinerja secara penuh, perlu dilakukan perubahan klasifikasi
anggaran sesuai dengan klasifikasi yang dipakai secara internasional. Perubahan
dan pengelompokan tersebut perlu dijaga konsistensinya dengan standar akuntansi
sektor publik, serta memudahkan penyajian dan peningkatan kreditibilitas
keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran dikelompokkan
atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokkan
dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula
bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam
pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukkan dan
penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu
dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dalam undang-undang
dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Penyusunan dan Penetapan APBN
Dalam Bab III, pasal 11 sampai
dengan pasal 15 UU. No. 17/2003, dijelaskan mengenai penyusunan dan penetapan
APBN sebagai berikut:
APBN merupakan wujud pengelolaan
keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang, terdiri atas
anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Pendapatan negara
terdiri atas pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara
dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan
pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja
dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan
negara. Rancangan APBN berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Tentang pembiayaan isinya antara lain
disebutkan, dalam hal APBN diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam UU-APBN. Dalam hal anggaran
diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan
surplus anggaran kepada DPR.
Pemerintah pusat menyampaikan
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran
berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan,
kemudian dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat dengan DPR untuk
membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi
setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan
APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang,
menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun
berikutnya, berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapainya. Rencana kerja dan
anggaran tersebut disertai perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah
tahun anggaran yang sedang disusun, disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN, dan hasil pembahasan tersebut
disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan
undang-undang tentang APBN tahun berikutnya, sedangkan ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah Pusat mengajukan
rancangan UU-APBN, disertai Nota Keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPR bulan Agustus tahun sebelumnya. DPR dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU-APBN.
Pengambilan keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui DPR terinci sampai
dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila
DPR tidak menyutujui RUU-APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan dan Penetapan APBD
APBD merupakan wujud pengelolaan
keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan Peraturan Daerah, terdiri
atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara
terdiri pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang
syah. Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Rancangan APBD
berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan
tercapainya tujuan bernegara. Dalam hal diperkirakan defisit, ditetapkan
sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah
tentang APBD. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan
surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Pemerintah Daerah menyampaikan
kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan rencana kerja
Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya
pertengahan bulan Juni tahun berjalan, kemudian dibahas bersama dengan
Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya, dan bila kebijakan umum APBD telah disepakati dengan DPRD,
Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara
untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKPD).
Dalam rangka penyusunan RAPBD,
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran RKPD tahun
berikutnya, yang disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai, dan disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah
tahun anggaran yang disusun, kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan rencana kerja dan
anggaran disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan
penyusunan Rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya. Ketentuan lebih
lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD diatur dalam
Peraturan Daerah.
Pemda mengajukan Rancangan Perda
tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. DPRD dapat mengajukan usul
yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Perda tentang APBD. Pengambilan keputusan rancangan Perda-APBD dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
Apabila DPRD tidak menyetujui
Rancangan Perda APBD, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemda dapat
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan
pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem
penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Frmework)
sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun
dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan
masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang keuangan
negara diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD,
tersebut pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi
pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
DPR
juga mempunyai beberapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak imunitas,
dan hak menyatakan pendapat.
Hak interpelasi
Hak
interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai
kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Hak angket
Hak
angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu
undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,
strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak imunitas
Hak
imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak dapat dituntut
di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
Hak menyatakan pendapat
Hak
menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
- Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional
- Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
- Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Anggota
DPR mempunyai kewajiban:
- memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
- melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan.
- mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
- memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat.
- menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
- menaati tata tertib dan kode etik.
- menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain.
- menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala.
- menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
- memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Larangan
Anggota
DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada
badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada
BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota
DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada
lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara,
notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas,
wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Penyidikan
Jika
anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan
keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari
Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak
pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Fraksi
Untuk
mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan
kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR.
Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan
kewajiban anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota
fraksinya dan melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi
anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang
memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR.
Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana,
anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.
D. BADAN
PERADILAN
Peran Lembaga Pengadilan Di
Indonesia era reformasi
Dalam
sistem politik ada salah satu unsurnya yaitu lembaga peradilan lembaga
peradilan berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan
peraturan perundang undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta
bersifat independen dalam pelaksaan tugas dan fungsinya, independen di artikan
bahwa lembaga peradilan tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain dalam
melaksanakan proses peradilan.
Badan Yudikatif dalam
era Reformasi di Indonesia
di
era reformasi badan yufikatif terjadi perubahan. Perubahan ini sejalan degan
adanya amandemen terhadap UUD 1945, bab IX, tentang kekuasaan kehakiman pasal
24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman
adalah sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif, menurut UUD 1945 Amandemen, adalah
sebagai berikut:
a. Mahkamah
Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang undangan di
bawah undang undang (pasal 24A ayat 1)
b. Mahkamah
Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus pembubaran
parta politik dan perselisihan tentang hasil peilu ( pasal 24 C ayat 1 )
c. Komisi
Yudicial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan
menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat
1).
E.
PARTAI POLITIK
Fungsi Umum Partai
Politik
Menurut
Ramlan Surbakti ada tujuh fungsi partai politik yaitu:
1.
Sosialisasi politik.
Sosialisasi politik ialah proses
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat, melalui proses
sosialisasi politik inilah masyarakat mengetahuinya arti pentingnya politik
beserta instrumen-instrumennya.
2.
Rekrutmen politik.
Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi
dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah
peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya
3.
Partisipasi politik.
Partai politik dengan fungsi komunikasi dan sosialisasi
politiknya akan membawa kepada pencerahan yang rasional kepada masyarakat untuk
kegiatan politik. Dengan fungsi tersebut kemudian diharapkan akan memunculkan
kesadaran masyarakat terkait nasibnya di masa yang akan datang.
4.
Pemandu kepentingan.
Dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda
bahkan acap kali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya
dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi
bermutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang
canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dan kehendak untuk
mendapat dan mempertahankan pekerjaan, antara kehendak untuk mendapatkan
dan mempertahankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan
kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang
berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum,
kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemandu kepentingan.
5.
Komunikasi politik.
Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi
mengenai politik dari pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat ke
pemerintah.
6.
Pengendalian konflik.
Berbicara konflik ini kemudian akan berkaitan dengan
kepentingan, konflik ini muncul karena ada kepentingan-kepentingan yang berbeda
saling bertemu. Kepentingan disini adalah kepentingan dari orang, kelompok,
atau golongan-golongan yang ada dalam masyarakat.
7.
Kontrol politik.
Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahan,
kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintahan.
B. FUNGSI PARTAI POLITIK PADA
ERA REFORMASI
Pada era reformasi,
fungsipartaipolitikcenderungmelemah. Dimulai dari fungsi rekrutmen, saat ini banyak partai
politik melakukan cara instan dalam menentukan kader yang akan diusung dalam
pemilu padahal itu akan merusak proses kaderisasi internal. Dan ini dapat
merusak citra partai politik sebagai mesin yang menghasilkan calon pemimpin.
Saat pemilu 2009 tidak sedikit orang-orang popular dan ber-uang yang bukan lahir
dari kaderisasi partai politik yang memenuhi daftar caleg, sementara itu
kader-kader partai yang mengikuti proses panjang secara serius dalam
kerja-kerja politik dalam partai malah tidak banyak menjadi calon dan bahkan
kalah dalam pemilihan. Ini terjadi karena tujuan yang ada hanya untuk mencari
kekuasaan dan kekayaan tanpa didasari oleh keinginan untuk menjadi sarana
pencetak kader kader berkualitas. Dari keterangan tersebut dapat menunjukan
ketidaksiapan partai politik untuk menghasilkan kader-kader melalui
proses kaderisasi internal. Kasus-kasus ini ditemukan terutama pada partai
politik baru yang didirikan hanya sekedar memenuhi kuota komposisi caleg.
Fungsi berikutnya komunikasi politik dan pemandu
kepentingan, dapat dikatakan fungsi ini sebagai fungsi dasar karena
menghubungkan rakyat ke pemerintah dan pemerintah ke masyarakat. Partai
bertugas menyalurkan berbagai macam aspirasi rakyat dan melakukan penggabungan
aspirasi atau kepentingan yang sejenis kemudian merumuskan kepentingan (artikulasi kepentingan) setelah itu
menjadikannya sebagai usulan kebijakan kepada pemerintah agar dapat
dijadikan kebijakan publik. Disisi lain partai politik juga menyebarluaskan
rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah kepada rakyat. Namun partai politik
sebagai representasi rakyat tidak menyuarakan kepentingan rakyat malah
mendahulukan kepentingan partai politik sehingga kebijakan- kebijakan yang
dikeluarkan tidak mengarah pada kepentingan rakyat. Hal seperti ini menjadikan
citra partai politik buruk dimata rakyat. Partai politik harus menjadi
sarana dalam perjuangan aspirasi rakyat dalam turut menentukan bekerjanya
sistem pemerintahan sesuai aspirasi mereka. Untuk itu elit partai hendaklah
berfungsi sebagai pelayan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya.
Selanjutnya fungsi pengendali konflik, nilai-nilai dan
kepentingan-kepentingan yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka
ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan berbenturan satu sama lain.
Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu
dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan
ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain.
Namun yang ada terjadikonflik dalam partai politik itu sendiri, dalam sebuah
partai terdapat beberapa kubu seperti partai Golkar dan bahkan dari salah satu
kubu berinisiatif mendirikan partai politik baru.
Fungsi sosialisasi politik sebagai salah satu fungsi partai
politik ini tentu memiliki sasaran tertentu. Sosialisasi politik yang
dilakukan partai politik biasanya hanya pada saat menjelang pemilu saja
seharusnya dilakukan secara berkelanjutan agar kadernya partai lebih dikenal
dan dapat memberikan nilai nilai dan pembelajaran mengenai visi dan misi
politiknya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui partai politik
merupakan komponen penting dalam sistim politik Indonesia yang mempunya fungsi
representasi.
F.
KELOMPOK KEPENTINGAN
Dalam
sistem politik terdapat unsur yaitu kelompok kepentingan, kelompok kepentingan
adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa
berkehendak memperoleh jabatan publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa,
kelompok kepentingan tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara
langsung. Sekalipun mungkin pemimpin-pemimpin atau anggotanya memenangkan
kedudukan-kedudukan politik berdasarkan pemilihan umum, kelompok kepentingan
itu sendiri tidak dipandang sebagai organisasi yang menguasai pemerintahan.
Organisasi yang berdiri dan mengatasnamakan dirinya sebagai organisasi
kepentingan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi kemasyarakatan
(Ormas) dan organisasi sosial lainnya dan hal ini yang melatarbelakangi
lahirnya kelompok kepentingan.
FUNGSI
KELOMPOK KEPENTINGAN(INTEREST GROUP) DI ERA-REFORMASI
Kelompok kepentingan atau interetst
group secara bertahap mengalami perubahan di era reformasi. berawal dari tahun
1998 yaitu pasca orde baru masyarakat berperan aktif dalam menumbuhkan wadah
partisipasi politik “demokratisasi” setelah 32 tahun dikekang dengan berbagai
instrument politik dan peraturan perundangan. Berkembangnnya sistem politik
Indonesia saat sekarang ini tidak lepas dari peran kelompok kepentingan di masa
tersebut, yang pada saat itu berasal dari kalangan akademisi, politikus, LSM,
pengusaha dan sebagainya.
Mesikipun fungsi dari kelompok
kepentingan sudah mulai terlihat jelas dari hancurnya masa orde baru akan
tetapi fungsi dari Kelompok kepentingan tersebut masih terbatas karena fungsi-
fungsi artikulasi masih dominan dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat tertentu,
atau kelompok kelompok tertentu, seperti NU, MUHAMADIYAH. Dengan adanya
dominasi dari beberapa kelompok tertentu hal ini mengakibatkan proses rekrutmen
politik yang tidak semestinya, sehingga menyebabkan kelompok- kelompok
kepentingan seperti Ormas, LSM, banyak diisi oleh kaum- kaum reformis gadungan
yang sebenarnya masih dikuasai elit- elit
politik orde baru. Akibatnya dengan leluasa mereka menyuarakan
kepentingannya melalui lembaga-lembaga yang dianggap reformis.
Tahap dari perkembangan
dari fungsi kelompok kepentingan dapat kita lihat lagi melalui beberapa hal
yang sudah terjadi di negara kita yaitu pada tanggal 10 Agustus 2002, MPR
berhasil mengamandemen UUD 1945 tahap keempat. Hasil amandemen itu berdampak
pada eksistensi partai dan bahkan mampu menghadirkan “supremasi partai”, yaitu
dominasi orang-orang partai hampir seluruh aspek bernegara dan bermasyarakat.
Di sisi lain, peranan kelompok kepentingan dan kelompok penekan juga akan
semakin kuat di era reformasi ini. Kelompok yang tergabung dalam lembaga
swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, pers, mahasiswa, buruh, petani,
mendapatkan ruang yang leluasa untuk mengekspresikan pendapat serta
memperjuangkan aspirasinya.
Keberhasilan dari
amandemen uud 1945 tersebut sudah mulai bisa kita lihat dari fenomena-fenomena
yang terjadi saat sekarang, mulai dari aksi buruh yang akhir-akhir ini
melakukan demonstrasi demi menuntut kesejahtraan kelompok buruh, aksi mogok
kerja yang dilakukan tentu sangat berpengaruh dalam sistem ekonomi Indonesia,
sehingga pemerintah dengan cepat harus menanggapi dan merealisasikan tuntutan
kaum buruh tersebut. Selain itu akhir- akhir ini fenomena dari kaum organisasi
profesi yaitu ikatan dokter Indonesia(IDI) melakukan protes terhadap perlakuan
hukum kepada rekan sekerja mereka, dengan aksi mogok kerja dan demonstrasi yang
mereka lakukan maka pemerintah harus
segera betindak cepat dalam menanggapi tuntutan mereka agar tidak mengganggu
proses pelayanan masyarakat khususnya di bidang kesehatan.
Dapat kita simpulkan
bahwa fungsi dari kelompok kepentingan itu mengalami proses bertahap. Berawal
dari hancurnya orde baru adalah peran dari kelompok kepentingan. selanjutnya
pasca orde baru atau reformasi, kelompok kepentingan menunjukkan peran melalui
keterlibatan dalam rekrutmen. Tahun- tahun berikutnya semakin jelas terlihat
peran dan fungsi kelompok kepentingan itu sendiri dimana melalui amandemen uud
1945 kelompok kepentingan akan lebih leluasa dalam mengeluarkan aspirasi nya.
Wujud nyatanya terlihat dari aksi-aksi kelompok kepentingan yang belakangan ini
terjadi di Indonesia.
Akan tetapi disatu sisi setelah 14 tahun
reformasi, kepentingan kelompok dan golongan dinilai lebih dominan menguasai
panggung politik dan kehidupan bernegara di Indonesia. Kini berbagai kelompok
dan kepentingan lebih mementingkan dirinya sendiri, bahkan terjadi persaingan
kelompok yang sangat sengit. Kelompok-kelompok itu telah menghilangkan semangat
kebebasan sehingga telah menghilangkan kepercayaan masyarakat . kelompok
kepentingan yang seharusnya tidak melakukan kekuatannya untuk mempengaruhi
pejabat pemerintahan namun nyatanya Kaum elit yang mempunyai kekuatan secara
materil contohnya pengusaha sudah mulai mengusik sistem politik Indonesia. Hal
tersebut dapat kita lihat dari banyaknya oknum birokrasi yang tersandung kasus
korupsi dan semuanya tidak lepas dari adanya pengaruh dari kelompok- kelompok
tertentu dari luar.
Meskipun beberapa kelompok kepentingan sudah mempengaruhi
pemerintah dalam pengambilan keputusan namun
masih ada kelompok- kelompok kepentingan yang masih menjalankan
fungsinya dengan benar sebagai kelompok kepentingan. Dan harapan kita kedepan
supaya kelompok- kelompok kepentingan benar- benar berdiri dengan prisipnya
salah satunya yaitu bersifat Independen. Kelompok kepentingan berdiri demi
kesejahtraan kelompoknya. Kelompok kepentingan memberikan pertimbangan bagi
pemerintah dalam pengambilan keputusan tanpa mempengaruhi pemerintah dalam
mengambil keputusan yang menguntungkan kelompok kepentingan tertentu dan mengabaikan
kesejahtraan rakyat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil analisa terhadap peran unsur unsur sistem politik
dalam era reformasi dapat di katakan bahwa sistem politik di era reformasi lebih teratur dan lebih
baik dari periode periode sebelumnya. Unsur unsur sistem politik seperti
eksekutif yang dominan di era sebelumnya mulai berubah dan menjadi sejajar
dengan legislatif dan yudikatif, masalah birokrasi dengan hadirnya lembaga
lembaga baru menjadi lebih baik dalam birokrasi tetapi dalam hal pelayanan
birokrasi masih lemah khusus partai politik proses kaderisasi internal partai
politik sangat mempengaruhi bagaimana kader tersebut maju dalam pemilu dan
menjadi calon anggota legislatif karena kaderisasi yang instan banyak angota
badan legislatif yang tidak memperjuangkan aspirasi rakyat dan kepentingan
rakyat dan mereka lebih mendahulukan kepentingan individu, partainya dan
kelompok kelompok tertentu yang menyokongnya.
Daftar Pustaka
Budiarjo,
Miriam. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Rahman
A, H ,I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta; Graha Ilmu
Marijan,
Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia : Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru.
Jakarta. Kencana
No comments:
Post a Comment