Popular Posts

Wednesday, September 30, 2015

IDENTIFIKASI FUNGSI STRUKTUR POLITIK DI ERA REFORMASI


SISTEM POLITIK INDONESIA

IDENTIFIKASI FUNGSI STRUKTUR POLITIK
DI ERA REFORMASI
 












DISUSUN OLEH :
Muhammad Ridhoni (D1B112026)




UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BANJARMASIN
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sebagai penyusun makalah sehingga berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya dengan tema sistem politik indonesia era reformasi.
Makalah ini berisikan tentang unsur unsur sistem politik serta peran dan fungsi sistem tersebut dalam era reformasi di indonesia , makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Politik Indonesia . makalah  ini apabila memiliki kekeliruan yang kami sadari maupun yang tidak kami sadari kami mohon maaf.
Akhir kata, kami sebagai penyusun sampaikan terima kasih.Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kami dalam mengerjakan tugas mata kuliah.


Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
            A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
            B. Rumusan Masalah  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  . 5
BAB II. PEMBAHASAN
A.  Birokrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  6
            B. Lembaga Eksekutif  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
            C. Lembaga Legislatif. . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .10
            D. Badan Peradilan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
            E. Partai Politik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . 21
            F. Kelompok Kepentingan  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .24
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .27
            B. Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .28




BAB I
A.    PENDAHULUAN
Dalam menganalisa bagaimana sistem politik suatu bangsa yang ideal dapatdi lihat dari unsur unsur dari suatu sistem tersebut dalam konteks ini adalah bagaimana sistem politik indonesia di era reformasi dalam menganilisa sistem politik di era reformasi kami akan membahas bagaimana peran, fungsi dan kedudukan unsur unsur sistem politik dalam menjalankan tugas tugasnya untuk mencapai keseimbangan dalam suatu sistem politik.
Seperti yang kita ketahui unsur unsur sistem politik ada enam  yaitu birokrasi,badan eksekutif, badan legislatif, badan peradilan, partai politik dan kelompok kepentingan. Kami akan membahas bagaimana peran unsur sistem politik ini npada era reformasi dan bagaimana perbandingan antara tujuan dan fungsi umumnya dengan impementasi sebenarnya pada era reformasi
Era reformasi bermula dari peralihan kepemimpinan dari presiden soeharto  ke tangan wakil presideny pada saat itu yaitu BJ Habibie. Era ini di landasari oleh Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto (Orde Baru) saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai kelompok kelompok aksi mahasiswa di berbagai wilayah  di Indonesia. Setelah BJ Habibie memimpin indonesia selama kurang lebih 1 tahun setelah itu di adakan lah Pemilu pada tahun 1999 presiden yang di pilih oleh MPR dengan suara terbanyak adalah PKB pimpinan Abdurrahman Wahid dan menetapkan Megawati soekarnoputri sebagai wakil presiden indonesia atas kemauan Abdurrahman Wahid. Masa jabatan Abdurrahman Wahid wahid hanya berlangsung selama kurang lebih tiga tahun setelah itu Abdurrahman Wahid menyerahkan jabatan kepemimpinannya kepada wakilnya yaitu Megawati Soekarnoputri yang di angkat menjadi presiden ke lima pada 23 juli 2001 melalui sidang istimewa MPR. Selanjutnya diadakanlah pemilu secara langsung pada tanggal 5 juli 2004 dan putaran kedua pada 20 september 2004 yang dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Yusuf Kallayang menjabat sebagai kepala pemerintahan indonesia selama lima tahun. Setelah itu pemilu kedua diadakan pada 8 juli 2009 yang dimenangi oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan boediono sebagai wakilnya dan masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sampai sekarang.

B.    RumusanMasalah
1.     Mengetahui fungsi dasar struktur politik
2.     Mengetahui fungsi struktu rpolitik di era reformasi




















BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan Birokrasi dengan politik pada masa Era Reformasi
Setelah bergantinya rezim Orde Baru dan kemudian memasuki orde reformasi, pada masa ini dicirikan dengan adanya liberalisasi politik. Liberalisasi politik ini merupakan fase dimana adanya sebuah proses mengefektifkan hak-hak yang melindungi individu dan kelompok-kelompok sosial dari tindakan sewenang-wenang oleh negara. Selain itu  kebebasan pers juga telah diperbolehkan, sehingga aspirasi masyarakat dapat disalurkan melalui fasilitas pers ini. Karena pada masa orde baru sistem politiknya otoriter dan didominasi oleh kelompok-kelompok militer dan hanya sedikit saja input sistem politik yang berasal dari luar militer.
A.    BIROKRASI
Pengertian birokrasi
Birokrasi artinya sistem pemerintahan yang di jalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan , cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan yang banyak liku – likunya.  Menurut  Pryudi Atmosudirdjo dalam Harbani Pasolong(2007: 67) mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu (1) birokrasi sebagai suatu tipe organisasi tertentu , (2)birokrasi sebagai system  (3)birokrasi sebagai jiwa kerja.

Peran dan fungsi birokrasi pada masa reformasi
1.     Administrasi
Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi, pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian, administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna mencapai tujuan negara secara keseluruhan.
2.     Pelayanan
Pemerintahan di masa kini orientasinya diharapkan lebih ditekankan pada pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berbeda dengan pemerintahan di masa sebelumnya, yang orientasinya diarahkan kepada aspek kekuasaan. Hal ini berarti bahwa pemerintahan di masa kini harus memberi perhatian yang lebih besar pada upaya untuk meningkatkan  kualitas pelayanan kepada masyarakat daripada menonjolkan diri sebagai kekuasaan semata. Perhatian terhadap eksistensi pelayanan, makin berkembang pula seiring dengan munculnya berbagai masalah pelayanan, mulai dari pembuatan akte, KTP, perijinan sampai pada pengadaan sarana, prasarana umum dan sosial.
Akan tetapi masih ada beberapa keluhan tentang pelayanan publik, Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan yang disampaikan oleh masyarakat melalui berbagai media cetak tentang perilaku birokrasi yang cenderung bersifat arogan dan tidak menunjukkan citra sebagai pelayanan masyarakat, karena yang nampak adalah sosok penguasa yang ingin dilayani bukan untuk melayani.
Hal ini disebabkan birokrasi pemerintah lebih berorientasi pada pejabat atasan, oleh karena itu kesan pertama dari hampir setiap warga masyarakat yang datang berurusan ke kantor-kantor pemerintah adalah bertemunya mereka dengan pegawai berseragam yang kurang ramah, kurang informatif, dan kurang cenderung profesional. Belum lagi nada sinisme yang melihat ciri birokrasi pemerintah yang selalu membuat sesuatu pekerjaan yang sesungguhnya sederhana menjadi rumit.
Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mengoptimalkan fungsi pelayanan masyarakat semakin memperburuk persepsi masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Apalagi jika dibandingkan dengan sistem pelayanan oleh pihak swasta, organisasi pelayanan pemerintah atau birokrasi pemerintah yang sering dikatakan  sumber kelambanan, pungli dan inefisiensi. Sementara itu birokrasi swasta seringkali dianggap memiliki ciri-ciri yang sebaliknya. Seperti cepat, efisien, inovatif dan berkualitas
3.     Pengaturan (regulation)
Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini, badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini. .

4.     Pengumpul Informasi (Information Gathering)
Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang bagi kesempatan melakukan pungli.

Permasalahan Birokrasi
Efektivitas peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara yang masih tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain
Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) 
Belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional serta benar-benar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat dan pencapaian kinerja yang lebih baik
Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel
Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, serta belum mantapnya akuntabilitas kinerja pemerintah
Pelayanan Publik
Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk
SDM Aparatur
Manajemen sumber daya manusia aparatur yang belum dilaksanakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi






B.    LEMBAGA EKSEKUTIF
Era reformasi indonesia yang awalnya di tandai dengan bergantinya eksekutif indonesia disini kami akan jelaskan badan eksekutif. Dengan turun tahtanya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Dalam masa pemerintahan Reformasi dari Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri hingga Susilo Bambang Yudhoyono, nampak jelas arah perubahan yang membaik. Kedudukan eksekutif menjadi setara dengan lembaga-lembaga lainnya yaitu legislatif dan yudikatif. Eksekutif masih memiliki kekuasaan penuh karena menganut sistem presidensil, namun tetap diimbangi oleh lembaga legislatif. Eksekutif dibantu oleh jajaran menteri diberi ruang yang cukup besar untuk mengelola negara dan memaksimalkan upaya mensejahterakan masyarakat dengan regulasi-regulasi yang berdasar kepada persetujuan DPR. Dari sini dapat dikatakan bahwa sebagai badan eksekutif telah terjadi perubahan – perubahan yang membaik karena ada kontrol dan batasan terhadap kekuasaan eksekutif oleh legislatif. Batasan kekuasaan oleh eksekutif dan diberikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan amandemen UUD 1945 Pasal 20 ayat 1. Badan eksekutif memiliki wewenang dalam bidang tertentu menurut Strong dalam buku Modern Political Constitutions wewenang eksekutif adalah :
a.      Administratif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang undang dan peraturan perundang undangan
b.     Legislatif yaitu membuat rancangan undang undang dan membimbing DPR dalam membuat dan menjadikan undang undang
c.      Keamanan yaitu kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, pertahanan negara dan menjaga keamanan dalam negeri
d.     Yudikati yaitu memberikan grasi, amnesti, dan abolisi sebelum mendapat putusan kehakiman
e.      Diplomatik yaitu kekuasaan menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara tetangga baik di bidang ekonomi dan politik.
Dari wewenang di atas era reformasi sudah menjalankannya tetapi tidak sedominan pada era era sebelumnya karena kekuasaan eksekutif telah dibatasi oleh pemerintah sebagai lembaga negara badan eksekutif telah melakukan wewenang dan fungsi nya sudah lebih baik dari pada era sebelumnya.


C.   LEMBAGA LEGISLATIF
Lembaga legislatif indonesia era reformasi
            Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam sistem Presidentil, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas, dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif juga kadangkala menulis perjanjian dan memutuskan perang.
Lembaga Legislatif merupakan suatu kekuatan dalam demokrasi. Dikatakan sebagai kekuatan dalam demokrasi karena lembaga Legislatif ini menjadi tempat atau wadah yang menampung aspirasi rakyat dan segala kepentingan rakyat. Segenap keinginan rakyat disalurkan melalui lembaga Legislatif rakyat yang dibentuk melalui jalan pemilu yang diadakan tiap lima tahun sekali.
Melalui partai politik sebagai sarana untuk menjadi angota legislatif yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pemerintahan. Anggota legislatif itulah kelak yang akan menyuarakan segala keinginan dari rakyat. Artinya lembaga legislatif memegang amanat dan mandat langsung dari rakyat. Dibutuhkan lembaga Legislatif untuk menjadikan sistem demokrasi berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh rakyat. Karena lembaga legislatif ini merupakan wakil-wakil yang telah di pilih oleh rakyat. Artinya rakyat telah mempercayakan segala hal yang berkaitan tentang aspirasi dan kepentingan rakyat kepada badan legislatif. Intinya, keberadaan badan legislatif merupakan karakteristik utama bagi sistem politik yang menganut demokrasi.
Beberapa contoh persoalan lembaga Legislatif pada demokrasi Pancasila,  adalah para wakil rakyat yang telah terpilih sering lalai dalam melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat, kurangnya perhatian lembaga Legislatif terhadap rakyat karena di dominasi oleh kepentingan partai mereka, partai politik dijadikan kekuatan seorang penguasa yang mengatas-namakan rakyat untuk memperoleh kekuasaan.
Dari beberapa masalah di atas dapat kita lihat, buruknya kinerja lembaga Legislatif saat sekarang ini membuat semakin terpuruknya pelaksanaan demokrasi pancasila di Indonesia. Para wakil rakyat yang telah terpilih sering lalai dalam melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat. Kelalaian lembaga Legislatif rakyat dapat kita saksikan saat rapat paripurna. Banyak anggota dari lembaga Legislatif yang tidak hadir. Banyaknya kursi-kursi kosong saat melakukan rapat.Padahal rapat paripura membahas mengenai aspirasidan kepentingan rakyat atau pemerintahan.
Kurangnya perhatian lembaga Legislatif terhadap kepentingan rakyat disebabkan karena kepentingan partai yang lebih diutamakan oleh lembaga Legislatif. Itu yang membuat kerja dari mereka tidak mewakili aspirasi rakyat. Hal ini membuat keterlibatan maupun dukungan rakyat diabaikan sama sekali. Misalnya rakyat yang menginginkan pendidikan murah, namun lembaga Legislatif tetap ingin memperoleh keuntungan untuk kepentingan mereka dan partai mereka, Keterlibatan partai ini hanya untuk menjadikan para pengurus yang telah duduk di lembaga Legislatif tetap bertahan dan menduduki kursi kekuasaan. Akibat sibuk mengurusi partai, mereka mengesampingkan kepentingan rakyat. Mereka lebih mementingkan kepentingan partainya dari pada rakyat.
Badan legislatif dalam menjalankan tugasnya dapat bekerja dengan baik bila pertama anggota badan legislatif harus dapat membangun proses legislatif yang berkualitas sehingga implementasinya adalah dapat menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance). Yang kedua anggota legislatif harus memperkuat hubungannya dengan organisasi non-pemerintah, serta dengan masyarakat setempat, sehingga terbangun komunikasi yang intensif kepada masyarakat dengan harapan apa yang menjadi aspirasi masyarakat secara luas, dapat di perjuangkan secara berkelanjutan oleh anggota dewan. Yang ketiga, anggota dewan harus memiliki kemampuan sebagai  fasilitator, dengan kemampuan ini maka anggota dewan mampu mendorong kerjasama, membantu orang lain untuk memecahkan masalah, membantu agar rapat-rapat dan pertemuan berlangsung secara produktif serta mampu menangani konflik-konflik, baik konflik perorangan maupun antar kelompok. Yang keempat, anggota dewan harus memiliki kemampuan merumuskan kebijakan keuangan, yakni kemampuan membuat keputusan-keputusan tentang perolehan, pengalokasian/pembagian serta penggunaan keuangan dengan asas efektif, efesien dan tepat sasaran.
Jika kemampuan ini dapat dipenuhi, maka DPR/DPRD sebagai institusi politik menjadi kuat dan kredibel, sehingga sebagai wakil rakyat anggota Legislatif mampu menterjemahkan apa yang di butuhkan masyarakat. Ini akan terimplementasi pada optimalisasi 3 fungsi anggota Dewan, yakni
1.     fungsi pengawasan
Salah satu fungsi utama badan legislatif adalah pengawasan terhadap eksekutif. Peran pengawasan ini pada kenyataannya mengalami pasang surut atas kualitas dan kekuatannya. Pada periode sebelum reformasi, peran kontrol legislatif terhadap eksekutif dapat dikatakan mandul, sehingga eksekutif dapat melakukan apapun sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Keputusan Soekarno kembali ke UUD 1945 dapat dilihat sebagai usaha mengurangi pengaruh DPR dan memperkuat posisi Presiden. Juga di bawah Soeharto, selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru, fungsi eksekutif ini begitu kuat dan dominan. Fungsi pengawasan dari lembaga legislatif menjadi artifisial belaka
Pada awal reformasi, legislatif sangat kuat, sehingga mampu memberikan fungsi pengawasannya secara maksimal dan bahkan dalam beberapa kasus dianggap berlebihan. Hubungan legislatif dan eksekutif sering penuh konflik. Parlemen beberapa kali berusaha menunujukkan otoritasnya, misalnya lewat penggunaan hak interpelasi dan hak angket, nominasi kandidat untuk berbagai komisi seperti Komnas HAM, atau impeachment dan jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid. Pada perkembangannya, kekuatan pengawasan legislatif terhadap eksekutif melemah lagi bersamaan dengan dilaksanakannya pemilihan presiden secara langsung.
Para eksekutif tidak lagi patuh terhadap apa yang dikatakan oleh legislatif dalam rangka menjalankan fungsi pengawasannya, karena yang dapat memberikan sanksi hanyalah eksekutif atasanya sendiri. Dengan demikian, apabila legislatif mendapatkan kenyataan bahwa eksekutif melakukan penyimpangan atas rencana yang disepakati bersama, legislatif hanya dapat memberikan peringatan-peringatan maupun saran-saran untuk perbaikan saja. Apakah saran dan peringatan legislatif tersebut diperhatikan atau tidak, tidak ada sanksi mengikat dari legislatif.
Dominasi eksekutif maupun dominasi legislatif dalam kehidupan bernegara telah terjadi dan kedua-duanya tidak menguntungkan publik, yang pada dasarnya pemberi mandat mereka. Melihat kenyataan ini, maka perlu dicari satu model pengawasan legislatif terhadap eksekutif yang efektif, tanpa terjadi saling mendominasi antara satu dengan yang lainnya.
Sampai sekarang DPR belum mampu melaksanakan pengawasan terhadap eksekutif dengan efektif. Ada beberapa fakta yang menghambat dan mempersulit pemenuhan peran pengawasan oleh parlemen. Pertama, Pemerintah memiliki dana dan sumber daya yang sangat tinggi dibandingkan DPR. Demikian, untuk parlemen akses terhadap informasi dan dukungan dari para ahli agak terbatas. Akan tetapi, tanpa informasi yang lengkap sulit melaksanakan pengawasan yang efektif. Kedua, dana DPR serta penggunaannya ditentukan oleh eksekutif. Oleh karena itu, pekerjaan dan kinerja parlemen sangat tergantung dari penyediaan dana oleh pemerintah. Pada umumnya eksekutif masih sangat dominan dan parlemen belum dapat menjalankan fungsi pengawasan sepenuhnya.
2.      fungsi legislasi
Fungsi legislasi disini dimana seorang legeslatif berfungsi membuat undang undang bersama Presiden. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.
DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang sudah disampaikan kepada Presiden belum disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.


3.     Fungsi Anggaran
 Fungsi anggaran Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan anggaran dalam Undang-Undang Keuangan Negara ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang keuangan negara disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, antar jenis belanja, harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya meperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja (kinerja/hasil). Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/ lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya penerapan anggaran berbasis kinerja secara penuh, perlu dilakukan perubahan klasifikasi anggaran sesuai dengan klasifikasi yang dipakai secara internasional. Perubahan dan pengelompokan tersebut perlu dijaga konsistensinya dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan peningkatan kreditibilitas keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokkan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukkan dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dalam undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi.
Penyusunan dan Penetapan APBN
Dalam Bab III, pasal 11 sampai dengan pasal 15 UU. No. 17/2003, dijelaskan mengenai penyusunan dan penetapan APBN sebagai berikut:
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang, terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Rancangan APBN berpedoman kepada rencana kerja pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Tentang pembiayaan isinya antara lain disebutkan, dalam hal APBN diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam UU-APBN. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, pemerintah pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada DPR.
Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan, kemudian dilakukan pembahasan bersama antara Pemerintah Pusat dengan DPR untuk membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang, menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya, berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapainya. Rencana kerja dan anggaran tersebut disertai perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun, disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN, dan hasil pembahasan tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah Pusat mengajukan rancangan UU-APBN, disertai Nota Keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR bulan Agustus tahun sebelumnya. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU-APBN. Pengambilan keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak menyutujui RUU-APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan dan Penetapan APBD
APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan Peraturan Daerah, terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang syah. Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Rancangan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara. Dalam hal diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan rencana kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun berjalan,  kemudian dibahas bersama dengan Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya, dan bila kebijakan umum APBD telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKPD).
Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran RKPD tahun berikutnya, yang disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, dan disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang disusun, kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Perda tentang APBD tahun berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD diatur dalam Peraturan Daerah.
Pemda mengajukan Rancangan Perda tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Perda tentang APBD. Pengambilan keputusan rancangan Perda-APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda APBD, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemda dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Frmework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang keuangan negara diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, tersebut pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
DPR juga mempunyai beberapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak imunitas, dan hak menyatakan pendapat.

Hak interpelasi

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak angket

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak imunitas

Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.

Hak menyatakan pendapat

Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
  • Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional
  • Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
  • Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Anggota DPR mempunyai kewajiban:
  • memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
  • melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundangundangan.
  • mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan
  • memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat.
  • menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
  • menaati tata tertib dan kode etik.
  • menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain.
  • menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala.
  • menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
  • memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.

Larangan

Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.

Penyidikan

Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.

Fraksi

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR. Dalam mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.

D.  BADAN PERADILAN

Peran Lembaga Pengadilan Di Indonesia era reformasi
Dalam sistem politik ada salah satu unsurnya yaitu lembaga peradilan lembaga peradilan berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta bersifat independen dalam pelaksaan tugas dan fungsinya, independen di artikan bahwa lembaga peradilan tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain dalam melaksanakan proses peradilan.

Badan Yudikatif dalam era Reformasi di Indonesia
di era reformasi badan yufikatif terjadi perubahan. Perubahan ini sejalan degan adanya amandemen terhadap UUD 1945, bab IX, tentang kekuasaan kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif, menurut UUD 1945 Amandemen, adalah sebagai berikut:
a.      Mahkamah Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang undangan di bawah undang undang (pasal 24A ayat 1)
b.     Mahkamah Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil peilu ( pasal 24 C ayat 1 )
c.      Komisi Yudicial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat 1).

E.    PARTAI POLITIK
Fungsi Umum Partai Politik
Menurut Ramlan Surbakti ada tujuh fungsi partai politik yaitu:
1.     Sosialisasi politik.
Sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat, melalui proses sosialisasi politik inilah masyarakat mengetahuinya arti pentingnya politik beserta instrumen-instrumennya.
2.     Rekrutmen politik.
Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya
3.     Partisipasi politik.
Partai politik dengan fungsi komunikasi dan sosialisasi politiknya akan membawa kepada pencerahan yang rasional kepada masyarakat untuk kegiatan politik. Dengan fungsi tersebut kemudian diharapkan akan memunculkan kesadaran masyarakat terkait nasibnya di masa yang akan datang.
4.     Pemandu kepentingan.
Dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan acap kali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi bermutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan penerapan teknologi yang canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dan kehendak untuk mendapat dan mempertahankan pekerjaan,  antara kehendak untuk mendapatkan dan mempertahankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemandu kepentingan.
5.     Komunikasi politik.
Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat ke pemerintah.
6.     Pengendalian konflik.
Berbicara konflik ini kemudian akan berkaitan dengan kepentingan, konflik ini muncul karena ada kepentingan-kepentingan yang berbeda saling bertemu. Kepentingan disini adalah kepentingan dari orang, kelompok, atau golongan-golongan yang ada dalam masyarakat.
7.     Kontrol politik.
Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintahan.
B.  FUNGSI PARTAI POLITIK PADA ERA REFORMASI
Pada era reformasi, fungsipartaipolitikcenderungmelemah. Dimulai dari fungsi rekrutmen, saat ini banyak partai politik melakukan cara instan dalam menentukan kader yang akan diusung dalam pemilu padahal itu akan merusak proses kaderisasi internal. Dan ini dapat merusak citra partai politik sebagai mesin yang menghasilkan calon pemimpin. Saat pemilu 2009 tidak sedikit orang-orang popular dan ber-uang yang bukan lahir dari kaderisasi partai politik yang memenuhi daftar  caleg, sementara itu kader-kader partai yang mengikuti proses panjang secara serius  dalam kerja-kerja politik dalam partai malah tidak banyak menjadi calon dan bahkan kalah dalam pemilihan. Ini terjadi karena tujuan yang ada hanya untuk mencari kekuasaan dan kekayaan tanpa didasari oleh keinginan untuk menjadi sarana pencetak kader kader berkualitas. Dari keterangan tersebut dapat menunjukan ketidaksiapan partai politik untuk menghasilkan kader-kader  melalui proses kaderisasi internal. Kasus-kasus ini ditemukan terutama pada partai politik baru yang didirikan hanya sekedar memenuhi kuota komposisi caleg.
Fungsi berikutnya komunikasi politik dan pemandu kepentingan, dapat dikatakan fungsi ini sebagai fungsi dasar karena menghubungkan rakyat ke pemerintah dan pemerintah ke masyarakat. Partai bertugas menyalurkan berbagai macam aspirasi rakyat dan melakukan penggabungan aspirasi atau kepentingan yang sejenis kemudian merumuskan kepentingan  (artikulasi kepentingan) setelah itu menjadikannya sebagai usulan kebijakan kepada pemerintah  agar dapat dijadikan kebijakan publik. Disisi lain partai politik juga menyebarluaskan rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah kepada rakyat. Namun partai politik sebagai representasi rakyat tidak menyuarakan kepentingan rakyat malah mendahulukan kepentingan partai politik sehingga kebijakan- kebijakan yang dikeluarkan tidak mengarah pada kepentingan rakyat. Hal seperti ini menjadikan citra partai politik buruk dimata rakyat.  Partai politik harus menjadi sarana dalam perjuangan aspirasi rakyat dalam turut menentukan bekerjanya sistem pemerintahan sesuai aspirasi mereka. Untuk itu elit partai hendaklah berfungsi sebagai pelayan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya.
Selanjutnya fungsi pengendali konflik, nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat sangat beraneka ragam, rumit, dan cenderung saling bersaing dan berbenturan satu sama lain. Jika partai politiknya banyak, berbagai kepentingan yang beraneka ragam itu dapat disalurkan melalui polarisasi partai-partai politik yang menawarkan ideologi, program, dan altrernatif kebijakan yang berbeda-beda satu sama lain. Namun yang ada terjadikonflik dalam partai politik itu sendiri, dalam sebuah partai terdapat beberapa kubu seperti partai Golkar dan bahkan dari salah satu kubu berinisiatif mendirikan partai politik baru.
Fungsi sosialisasi politik sebagai salah satu fungsi partai po­litik ini tentu memiliki sasaran tertentu. Sosialisasi politik yang dilakukan partai politik biasanya hanya pada saat menjelang pemilu saja seharusnya dilakukan secara berkelanjutan agar kadernya partai lebih dikenal dan dapat memberikan nilai nilai dan pembelajaran mengenai visi dan misi politiknya.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui partai politik merupakan komponen penting dalam sistim politik Indonesia yang mempunya fungsi representasi.

F.     KELOMPOK KEPENTINGAN
Dalam sistem politik terdapat unsur yaitu kelompok kepentingan, kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah, tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Sekalipun mungkin pemimpin-pemimpin atau anggotanya memenangkan kedudukan-kedudukan politik berdasarkan pemilihan umum, kelompok kepentingan itu sendiri tidak dipandang sebagai organisasi yang menguasai pemerintahan. Organisasi yang berdiri dan mengatasnamakan dirinya sebagai organisasi kepentingan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan organisasi sosial lainnya dan hal ini yang melatarbelakangi lahirnya kelompok kepentingan.
FUNGSI KELOMPOK KEPENTINGAN(INTEREST GROUP) DI ERA-REFORMASI
Kelompok kepentingan atau interetst group secara bertahap mengalami perubahan di era reformasi. berawal dari tahun 1998 yaitu pasca orde baru masyarakat berperan aktif dalam menumbuhkan wadah partisipasi politik “demokratisasi” setelah 32 tahun dikekang dengan berbagai instrument politik dan peraturan perundangan. Berkembangnnya sistem politik Indonesia saat sekarang ini tidak lepas dari peran kelompok kepentingan di masa tersebut, yang pada saat itu berasal dari kalangan akademisi, politikus, LSM, pengusaha dan sebagainya.
Mesikipun fungsi dari kelompok kepentingan sudah mulai terlihat jelas dari hancurnya masa orde baru akan tetapi fungsi dari Kelompok kepentingan tersebut masih terbatas karena fungsi- fungsi artikulasi masih dominan dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat tertentu, atau kelompok kelompok tertentu, seperti NU, MUHAMADIYAH. Dengan adanya dominasi dari beberapa kelompok tertentu hal ini mengakibatkan proses rekrutmen politik yang tidak semestinya, sehingga menyebabkan kelompok- kelompok kepentingan seperti Ormas, LSM, banyak diisi oleh kaum- kaum reformis gadungan yang sebenarnya masih dikuasai elit- elit  politik orde baru. Akibatnya dengan leluasa mereka menyuarakan kepentingannya melalui lembaga-lembaga yang dianggap reformis.
Tahap dari perkembangan dari fungsi kelompok kepentingan dapat kita lihat lagi melalui beberapa hal yang sudah terjadi di negara kita yaitu pada tanggal 10 Agustus 2002, MPR berhasil mengamandemen UUD 1945 tahap keempat. Hasil amandemen itu berdampak pada eksistensi partai dan bahkan mampu menghadirkan “supremasi partai”, yaitu dominasi orang-orang partai hampir seluruh aspek bernegara dan bermasyarakat. Di sisi lain, peranan kelompok kepentingan dan kelompok penekan juga akan semakin kuat di era reformasi ini. Kelompok yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, pers, mahasiswa, buruh, petani, mendapatkan ruang yang leluasa untuk mengekspresikan pendapat serta memperjuangkan aspirasinya.
Keberhasilan dari amandemen uud 1945 tersebut sudah mulai bisa kita lihat dari fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang, mulai dari aksi buruh yang akhir-akhir ini melakukan demonstrasi demi menuntut kesejahtraan kelompok buruh, aksi mogok kerja yang dilakukan tentu sangat berpengaruh dalam sistem ekonomi Indonesia, sehingga pemerintah dengan cepat harus menanggapi dan merealisasikan tuntutan kaum buruh tersebut. Selain itu akhir- akhir ini fenomena dari kaum organisasi profesi yaitu ikatan dokter Indonesia(IDI) melakukan protes terhadap perlakuan hukum kepada rekan sekerja mereka, dengan aksi mogok kerja dan demonstrasi yang mereka lakukan maka pemerintah  harus segera betindak cepat dalam menanggapi tuntutan mereka agar tidak mengganggu proses pelayanan masyarakat khususnya di bidang kesehatan.
Dapat kita simpulkan bahwa fungsi dari kelompok kepentingan itu mengalami proses bertahap. Berawal dari hancurnya orde baru adalah peran dari kelompok kepentingan. selanjutnya pasca orde baru atau reformasi, kelompok kepentingan menunjukkan peran melalui keterlibatan dalam rekrutmen. Tahun- tahun berikutnya semakin jelas terlihat peran dan fungsi kelompok kepentingan itu sendiri dimana melalui amandemen uud 1945 kelompok kepentingan akan lebih leluasa dalam mengeluarkan aspirasi nya. Wujud nyatanya terlihat dari aksi-aksi kelompok kepentingan yang belakangan ini terjadi di Indonesia.
Akan tetapi disatu sisi setelah 14 tahun reformasi, kepentingan kelompok dan golongan dinilai lebih dominan menguasai panggung politik dan kehidupan bernegara di Indonesia. Kini berbagai kelompok dan kepentingan lebih mementingkan dirinya sendiri, bahkan terjadi persaingan kelompok yang sangat sengit. Kelompok-kelompok itu telah menghilangkan semangat kebebasan sehingga telah menghilangkan kepercayaan masyarakat . kelompok kepentingan yang seharusnya tidak melakukan kekuatannya untuk mempengaruhi pejabat pemerintahan namun nyatanya Kaum elit yang mempunyai kekuatan secara materil contohnya pengusaha sudah mulai mengusik sistem politik Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat dari banyaknya oknum birokrasi yang tersandung kasus korupsi dan semuanya tidak lepas dari adanya pengaruh dari kelompok- kelompok tertentu dari luar.
Meskipun beberapa kelompok kepentingan sudah mempengaruhi pemerintah dalam pengambilan keputusan namun  masih ada kelompok- kelompok kepentingan yang masih menjalankan fungsinya dengan benar sebagai kelompok kepentingan. Dan harapan kita kedepan supaya kelompok- kelompok kepentingan benar- benar berdiri dengan prisipnya salah satunya yaitu bersifat Independen. Kelompok kepentingan berdiri demi kesejahtraan kelompoknya. Kelompok kepentingan memberikan pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan tanpa mempengaruhi pemerintah dalam mengambil keputusan yang menguntungkan kelompok kepentingan tertentu dan mengabaikan kesejahtraan rakyat.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil analisa terhadap peran unsur unsur sistem politik dalam era reformasi dapat di katakan bahwa sistem politik di era reformasi lebih teratur dan lebih baik dari periode periode sebelumnya. Unsur unsur sistem politik seperti eksekutif yang dominan di era sebelumnya mulai berubah dan menjadi sejajar dengan legislatif dan yudikatif, masalah birokrasi dengan hadirnya lembaga lembaga baru menjadi lebih baik dalam birokrasi tetapi dalam hal pelayanan birokrasi masih lemah khusus partai politik proses kaderisasi internal partai politik sangat mempengaruhi bagaimana kader tersebut maju dalam pemilu dan menjadi calon anggota legislatif karena kaderisasi yang instan banyak angota badan legislatif yang tidak memperjuangkan aspirasi rakyat dan kepentingan rakyat dan mereka lebih mendahulukan kepentingan individu, partainya dan kelompok kelompok tertentu yang menyokongnya.


Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Rahman A, H ,I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta; Graha Ilmu
Marijan, Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia : Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru. Jakarta. Kencana

No comments:

Post a Comment