Popular Posts

Thursday, October 1, 2015

TEORI DEMOKRASI KLASIK MENURUT PANDANGAN PLATO


TEORI DEMOKRASI KLASIK MENURUT PANDANGAN PLATO

Plato yang memiliki nama asli Aristokles ini merupakan keturunan keluarga aristokrat, lahir di Athena pada tahun 428 Masehi dari seorang Ayah bernama Ariston (bangsawan keturunan raja Kodrus) dan Ibu yang bernama Periktione (keturunan Solon). Plato memiliki Ayah tiri bernama Pyrilampes setelah Ibunya menikah lagi sepeninggal ayahnya saat Plato masih dalam usia dini. Pyrilampes adalah Paman Plato, seorang politikus yang sangat disegani di Athena karena kepemilikan hubungan yang dekat dengan pemimpin dan negarawan besar Athena yang baru saja meninggal (427 M), yakni Pericles (Rapar 2001, 38).
Plato lahir ketika puncak kejayaan pemerintahan demokratis Athena yang berada di bawah pimpinan Pericles baru saja berlalu. Ia tumbuh dewasa ketika sedang berkobar perang Peloponesos yang disebabkan oleh perebutan kempemimpinan di Yunani Kuno antara Athena dan Sparta. Bagi Plato, kekalahan Athena itu merupakan akibat dari ketidakmampuan sistem demokratis untuk memenuhi kebutuhan rakyat di bidang politik, moral, dan spiritual (Rapar 2001, 38). Itulah yang menyebabkan Plato begitu krtis terhadap demokrasi. Kekalahan Athena telah merangsang semangat Plato untuk menempuh karir politik, terlebih ketika itu terbentuk pemerintahan oligarkis aristokratis yang dikenal dengan nama “kelompok tiga puluh Tyrannoi”. Beberapa saudaranya yang berada dalam kelompok ini mengajak dan mendesak Plato untuk bergabung. Namun Plato menolak setelah ia segera menyaksikan bagaimana kelompok ini berubah menjadi pemerintah yang diktator, kejam, dan bengis yang sama sekali tidak sesuai dengan ajaran gurunya, Socrates.
Pada zaman Plato, doktrin teokratis tentang asal mula negara yang mempercayai bahwa negara dicipta oleh para dewa-dewi dan yang ditetapkan menjadi raja atau kaisar adalah juga dewa-dewi dan keturunannya mulai memudar popularitasnya dan digantikan oleh kemunculan ajaran kaum sofis. Protagoras, seorang tokoh Sofis terkemuka mengungkapkan bahwa negara dicipta oleh manusia itu sendiri. Pada mulanya manusia hidup sendiri-sendiri, namun ternyata hidup sendiri mengundang banyak gangguan dan kesulitan, terutama yang berasal dari luar dirinya sendiri, seperti gangguan binatang buas, bencana alam dan lain-lain (Rapar 2001, 56). Ajaran Protagoras tentang asal mula negara ini sangat memengaruhi pemikiran Plato. Plato membenarkan ajaran tersebut, namun dia melihat bahwa gangguan yang dihadapi manusia tidak semata dari luar dirinya, namun justru terutama berasal dari dalam dirinya sendiri.
Bagi Plato negara dibentuk oleh keterbatasan dan ketidakmampuan manusia untuk memenuhi banyak keinginan dan kebutuhan. Sebagaimana Plato mengatakan dalam Rapar (2001) bahwa suatu negara terbentuk karena tidak ada seorangpun di antara kita yang sanggup hidup mandiri, kita membutuhkan banyak hal. Sehingga hal tersebut hanya dapat dipenuhi apabila manusia bekerja sama untuk dapat saling menutupi keterbatasan dan memenuhi kekurangan sekaligus kebutuhan masing-masing. Kerja sama manusia demi kepentingan bersama, melahirkan kecakapan, keterampilan, dan spesialiasi serta pembagian tugas yang semakin lama semakin teorganisasi dengan baik. Persekutuan hidup dan kerja yang semakin lama semakin terorganisasi dengan baik itu, kemudian membentuk apa yang disebut dengan negara (Rapar 2001, 57). Sehingga negara seharusnya dilihat sebagai sarana yang mengharuskan adanya tanggung jawab dari warganya untuk saling membantu, mengisi, bekerja sama, menukar jasa, dan saling membangun.
Oleh karenanya bagi Plato, ide tertinggi adalah kebaikan dan kebajikan, sehingga negara ideal merupakan suatu komunitas etikal untuk mencapai kebajikan dan kebaikan, yaitu negara yang bersendikan keadilan, selain kearifan, keberanian atau semangat dan pengendalian diri dalam menjaga keselarasan dan keserasian hidup bernegara. Pemikiran Plato tersebut juga dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya yang hidup di masa 27 tahun perang Peloponesos. Sparta berhasil mengalahkan Athena yang kala itu berdasarkan pemerintahan yang demokratis, diyakini secara kuat oleh ningrat Athena pemerintahan Athena yang sedemikian rupa telah gagal dalam mememunhi kebutuhan rakyat baik di bidang moral, politik, ataupun spiritual. Tidak hanya itu, kekuasaan dan hukum menjadi sumber penyelewengan seiring dengan penguasa yang korup sehingga dalam hal ini moralitas menjadi esensial sebagaimana menurut Plato manusia dan negara memiliki kesamaan. Dalam hal ini, selanjutnya Plato mengungkapkan bahwa negara ideal pada hakikatnya adalah suatu keluarga karena dalam keluarga semua saudara. Oleh karena itu pula, menurut Plato negara tidaklah boleh terlalu besar ataupun terlalu kecil. Ukuran suatu negara hendaknya disesuaikan dengan kemampuan untuk menjaga dan memelihara kesatuan dalam negara itu sendiri (Rapar 2001, 54-55).
Plato dinilai sangat kritis terhadap pemerintahan demokratis karena dia tumbuh ketika Yunani perang dengan Sparta dalam peperangan Peloponesos yang memakan waktu selama dua puluh tujuh tahun dan Yunani menerima kekalahan telak kala itu. Plato beranggapan bahwasannya bentuk pemerintahan demokratis dianggap membuat tidak efektif sebuah kebijakan dijalankan karena mengurangi kekuasaan kaum Aristokrat dalam penguasaan politik, yang itu dianggapnya justru tidak dapat memenuhi bidang politik, moral, dan spritual. Akan tetapi ketika pemerintahan di Athena dikuasai oleh kelompok yang bernama “Tiga Puluh Tyarannoi” yang isinya adalah para tentara veteran perang Peloponesos, justu pemerintahan itu berlangsung secara kejam dan tidak manusiawi yang membuat gagasan untuk membuat pemerintahan Demokratis itu semakin kembali muncul yang akhirnya dapat menurunkan kelompok “Tiga Puluh Tyarannoi”.
Namun yang disesalkan oleh Plato pemerintahan demokrasi justru membuat dia kehilangan sosok yang paling berpengaruh dalam hidupnya yaitu gurunya sendiri Socrates karena dianggap menyebarkan gagasan yang sesat terhadap generasi muda saat itu. Hal itu yang membuat Plato selalu berpikir mengenai bentuk pemerintahan dan negara yang seperti apa yang dapat menciptakan kebahagian duniawi yang para penguasa dan warga negara itu baik dan bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Selama 8 tahun menjadi murid Socrates tidak bisa kita pungkiri segala pemikiran Plato juga sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Socrates. Plato mengatakan bahwa sebuah negara juga diibaratkan sebagai seorang manusia, maka masalah yang paling disorot mengenai negara tersebut adalah masalah moralitas yang harus diperhatikan dalam kehidupan bernegara. Untuk membuat kehidupan bernegara Plato menekankan pada Kebajikan dan Kebaikan sebagai ide yang tertinggi, baginya sebuah negara harus dilihat sebagai sistem pelayanan yang mengharuskan setiap warga negara secara bertanggung jawab saling mengisi, saling memberi dan menerima, saling menukar jasa, saling memperhatikan kebutuhan sesama warga negara, dan saling membantu. Negara kata Plato dibentuk karena manusia tidak mampu memenuhi kebetuhannya tersebut secara sendirian dan oleh sebab itu mereka membentuk persekutuan yang bernama negara tersebut.
Karena negara didirikan oleh manusia agar mereka dapat memenuhi kebutuhannya secara bersama yang menurut Plato tujuannya haruslah mempunyai kesamaan yang diingankan masyarakat tersebut yaitu kesenangan dan kebahagiaan warga negaranya. Dengan itu tugas negara adalah berusaha untuk mengupayakan kebahagian dan kesenangan dan fungsi yang paling menononjol adalah bagaimana sebuah negara menjalankan fungsi kesejahteraan. Namun yang perlu digaris bawahi disini kebahagian dan kesenangan bukanlah sebuah sikap Hedonisme, hal tersebut bisa menimbulkan sebuah kerakusan karena hanya memuaskan hawa nafsu saja. Maka kesenangan dan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya terletak di dalam keberhasilannya untuk menghidupi suatu kehidupan yang penuh dengan kebaikan dan  kebajikan.
Dalam buku monumentalnya yang berjudul Republic dikatakan oleh Plato bahwa negara yang dipenuhi oleh kebajikan dan kebaikan adalah negara yang bersendikan keadilan, kearifan, keberanian atau semangat dan pengendalian diri dalam menjaga keselarasan dan keserasian hidup bernegara. Hal itu akan mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan hidup bagi setiap warga negaranya. Untuk menciptakan keadaan yang seperti itu seorang warga negara juga ikut berpartisipasi, jika dilihat mengenai pemamaparan diatas bahwa hakikatnya negara tersebut dibentuk oleh ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya maka setiap warga negara harus berkewajiban dalam menjalankan tugasnya untuk membantu sesamanya  dengan bakat dan keterampilan masing-masing dengan penuh tanggung jawab.
Untuk itu perlu ada sebuah pembagian kerja dan spesialisasi untuk mewujudkan kesatuan dalam berkerja sama di kehidupan negara tersebut. Disisi lain negara selain dapat memanggil warga negara untuk melakukan kewajibannya juga harus memenuhi hak warga negara tersebut karena adanya sebuah kewajiban pasti ada proses timbal balik dari apa yang sudah mereka kerjakan sebagai kewajiban. Sebuah negara ideal harus dapat menjaga hak dan kewajiban warga negara secara seimbang dengan begitu negara dapat dikatakan sudah dapat menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan yang diimpikan dan diidamkan oleh warga negara dan pembentuk negara itu sendiri. Plato juga mengumumkan mengenai bentuk pemerintahan yang paling ideal hingga bentuk pemerintahan yang paling buruk. Dia mengatakan ada lima bentuk bentuk pemerintahan yang dapat memberikan gambaran tentang hal tersebut. Yang pertama Aristokrasi, pemerintahan negara ini dipegang oleh para Aristokrat atau para cendikiawan. Dikatakan oleh Plato disini bahwasannya Aristokrat adalah orang-orang yang mempunyai kebajikan dan kebaikan serta keadilan yang dapat memerintah dengan bijaksana. Para aristokrat ini selalu berorientasi kepada kepentingan bersama agar dengan demikian keadilan, kebajikan, dan kebaikan dapat dinikmati seluruh warga negara.
Yang kedua adalah pemerintahan Timokrasi, pemerintahan ini adalah sebuah bentuk kemerosotan dari pemerintahan AristokrasiI, hal ini terjadi karena anak-anak para Aristokrat yang mengambil alih kekuasaan secara mudah tersebut tidak memiliki kebijaksanaan seperti pendahulu mereka. Para generasi baru ini tidak berorientasi pada kepentingan bersama melainkan telah menjadi orientasi untuk menyenangkan diri sendiri. Kekuasaan yang mereka miliki digunakan untuk kesenangan, kemuliaan, kepentingan diri mereka sendiri.
Dalam kemerosotan di bentuk pemerintahan terjadi ketika penguasaan yang awalnya digunakan untuk kesenangan lama-kelamaan berubah menjadi keinginan untuk memperkaya diri sendiri. Akibatnya untuk menguasai tampuk kepemimpinan haruslah mempunyai harta sedemikan banyaknya agar dapat mempunyai kekuasaan, hal ini kata plato semakin membuat orang ”gila harta” karena mereka memilih pemimpin bukan karena kebijaksanaan melainkan karena berapa banyak harta yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. Bentuk pemerintahan seperti ini dinamakan Oligarkhi.
Bentuk pemerintahan yang menekankan pada kekayaan material tentunya akan membuat sebuah kecemburuan antara si miskin dengan si kaya, karena kekayaan negara tersebut sudah banyak dimiliki oleh penguasa menyebabkan jumlah masyarakat yang miskin tambah semakin banyak. Hal ini menyebabkan adanya keinginan untuk menurunkan pemerintahan yang berisikan oleh orang-orang kaya tersebut dan menggantikan sebuah pemerintahan yang penguasa dan rakyatnya sederajat karena pemerintah dipilih oleh rakyat dan berasal dari rakyat. Inilah yang dinamakan Demokrasi, kata plato dalam bentuk pemerintahan ini masyarakatnya mempunyai sebuah kemerdekaan dan kebebasan dalam melakukan sebuah tindakan.
Akan tetapi karena semakin bebasnya seseorang melakukan sebuah tindakan menyebabkan sebuah kekacaun di masyarakat itu sendiri. Hal itu membuat masyarakat merindukan sosok pemimpin yang tegas, keras, lugas dan juga dapat mempunyai kekuatan dalam mengatur kekacaun tersebut. Pemimpin tersebut diberi kewenangan dan kekuasaan sebagai pelindung masyarakat, akan tetapi karena besarnya kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki pemimpin tersebut menjadi berlaku sewenang-wenangnya. Ini dinamakan Plato sebagi pemerintahan Tirani.

No comments:

Post a Comment