Popular Posts

Wednesday, September 30, 2015

BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa)


Tugas Sistem Pemerintahan Desa
MKBC-606
Dosen Pengajar : Dra Hj.Sandra Bhakti M., M.Si.
Drs. Apriansyah, M.Si.


Description: U N L A M
 







Disusun Oleh
Vicka Rayiagie June (D1B112012)
Muhammad Ridhoni (D1B112026)
Abid Harsono (D1B112057)
Rabiatul Adawiah (D1B112203)
Lia Masliah (D1B112201) tidak hadir saat diskusi


PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa)

            Desa memiliki hak membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes atau BUM Desa). Sesunguhnya sinyal itu mulai muncul pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Namun, BUM Desa mulai menjamur setelah secara eksplisit tertera dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dukungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten cukup besar. Kementerian/Lembaga juga sudah mulai meresponnya dengan melibatkan BUM Desa dalam program/kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat desa. Kendati demikian upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah ini dinilai belum optimal. Lahirnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa diharapkan dapat menjadi sumber spirit baru BUM Desa.
1.     Pengertian BUMDesa
      Pada pasal 1 ayat 6 UU nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
      Menurut Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (2007), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
      Sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi dipedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa.
      Disamping itu, supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat
Terdapat 7 (tujuh) ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga ekonomi komersial pada umumnya yaitu[1]:
a.      Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama;
b.     Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%) melalui penyertaan modal (saham atau andil);
c.      Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom);
d.     Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar;
e.      Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (villagepolicy);
f.      Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes;
g.     Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD,anggota).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpukan bahwa yang dimaksud dengan BUMDes adalah suatu badan usaha yang didirikan atau dibentuk secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat dalam rangka memperoleh keuntungan bersama sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Desa.

2.     Tujuan Pendirian BUMDes 
Empat tujuan utama pendirian BUMDes adalah: 
a.      Meningkatkan perekonomian desa; 
b.     Meningkatkan pendapatan asli desa; 
c.      Meningkatkan  pengolahan  potensi  desa  sesuai  dengan  kebutuhan masyarakat; 
d.     Menjadi  tulang  punggung  pertumbuhan  dan  pemerataan  ekonomi pedesaan. 
      Pendirian  dan  pengelolaan  Badan  Usaha  Milik  Desa  (BUMDes)  adalah merupakan  perwujudan  dari  pengelolaan  ekonomi  produktif  desa  yang dilakukan  secara kooperatif,  partisipatif,  emansipatif,  transparansi,  akuntabel, dan  sustainable.  Oleh  karena  itu,  perlu  upaya  serius  untuk  menjadikan pengelolaan  badan  usaha  tersebut  dapat  berjalan  secara  efektif,  efisien, profesional dan mandiri.
      Untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa  yang  dikelola  masyarakat  dan  Pemdes.  Pemenuhan  kebutuhan  ini diupayakan  tidak  memberatkan  masyarakat,  mengingat  BUMDes  akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan ekonomi desa.
Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga dan pelayanan yang berlaku standar pasar.  Artinya  terdapat  mekanisme  kelembagaan/tata aturan  yang  disepakati bersama,  sehingga  tidak  menimbulkan  distorsi  ekonomi  di  pedesaan disebabkan  usaha  yang  dijalankan  oleh  BUMDes.  Dinyatakan  di  dalam undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Maksud kebutuhan dan potensi desa adalah: 
a.      Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;
b.     Tersedia  sumberdaya  desa  yang  belum  dimanfaatkan  secara  optimal terutama kekayaan desa dan terdapat permintaan di pasar;
c.      Tersedia  sumberdaya  manusia  yang  mampu  mengelola  badan  usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat; 
d.     Adanya  unit-unit  usaha  yang  merupakan  kegiatan  ekonomi  warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; 
      BUMDes  merupakan  wahana  untuk  menjalankan  usaha  di  desa.  Apa  yang dimaksud  dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi desa seperti antara lain: 
a.      Usaha  jasa  keuangan,  jasa  angkutan  darat  dan  air,  listrik  desa,  dan  usaha
b.     sejenis lainnya; 
c.      Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa; 
d.     Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, 
e.      perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis; 
f.      Industri dan kerajinan rakyat. 
      Keterlibatan  pemerintah  desa  sebagai  penyerta  modal  terbesar  BUMDes  atau
sebagai  pendiri  bersama  masyarakat  diharapkan  mampu  memenuhi  Standar Pelayanan  Minimal  (SPM),  yang  diwujudkan  dalam  bentuk  perlindungan (proteksi)  atas  intervensi  yang  merugikan  dari  pihak  ketiga  (baik  dari  dalam maupun  luar  desa).  Demikian  pula,  pemerintah  desa  ikut  berperan  dalam pembentukan  BUMDes  sebagai  badan  hukum  yang berpijak  pada  tata  aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. 
      Pengaturan lebih  lanjut  mengenai  BUMDes  diatur  melalui  Peraturan  Daerah (Perda)  setelah  memperhatikan  peraturan  di  atasnya.  Melalui  mekanisme self help  dan  member-base,  maka  BUMDes  juga  merupakan  perwujudan partisipasi  masyarakat  desa  secara  keseluruhan,  sehingga  tidak  menciptakan model usaha yang dihegemoni oleh kelompok tertentu ditingkat desa. Artinya, tata aturan ini terwujud dalam mekanisme kelembagaan yang solid. Penguatan kapasitas  kelembagaan  akan  terarah  pada  adanya  tata  aturan  yang  mengikat seluruh anggota. 
      Berdasarkan  uraian  di  atas  dapat disimpulkan  bahwa  tujuan pendirian  BUMDes  adalah  sebagai  suatu  badan  usaha  yang  dapat memberdayakan  berbagai  potensi  usaha  masyarakat  di  desa,  mendukung pelaksanaan pembangunan di desa dan menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan.
 
Aktivitas yang harus dilakukan dalam persiapan pendirian BUMDes, meliputi: 
1.     Mendisain struktur organisasi 
BUMDes merupakan sebuah organisasi, maka diperlukan  adanya struktur organisasi  yang  menggambarkan  bidang  pekerjaan  apa  saja  yang  harus tercakup  di  dalam  organisasi  tersebut.  Bentuk  hubungan  kerja  (instruksi, konsultatif,  dan  pertanggunganjawab)  antar  personil  atau  pengelola BUMDes. 
2.     Menyusun job deskripsi (gambaran pekerjaan)
Penyusunan job deskripsi bagi setiap pengelola BUMDes diperlukan agar dapat  memperjelas  peran  dari  masing-masing  orang.  Dengan  demikian, tugas,  tanggungjawab,  dan  wewenang  pemegang  jabatan  tidak  terjadi duplikasi  yang  memungkinkan  setiap  jabatan/pekerjaan  yang  terdapat  di dalam BUMDes diisi oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya.  
3.     Menetapkan sistem koordinasi 
Koordinasi  adalah  aktivitas  untuk  menyatukan  berbagai  tujuan  yang bersifat  parsial  ke  dalam  satu  tujuan  yang  umum.  Melalui  penetapan sistem koordinasi yang baik memungkinkan terbentuknya kerja sama antar unit usaha dan lintas desa berjalan efektif.  
4.     Menyusun bentuk aturan kerjasama dengan pihak ketiga 
Kerja  sama  dengan  pihak  ketiga  apakah  menyangkut  transaksi  jual  beli atau  simpan  pinjam  penting  diatur  ke  dalam  suatu  aturan  yang  jelas  dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga diatur secara bersama dengan Dewan Komisaris BUMDes.  
5.     Menyusun pedoman kerja organisasi BUMDes 
Agar  semua  anggota  BUMDes  dan  pihak-pihak  yang  berkepentingan memahami  aturan  kerja  organisasi.  Maka  diperlukan  untuk  menyusun AD/ART  BUMDes  yang  dijadikan  rujukan  pengelola  dan  sesuai  dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes.  
6.     Menyusun desain sistem informasi 
BUMDes merupakan lembaga ekonomi desa yang bersifat terbuka. Untuk itu,  diperlukan  penyusunan  desain  sistem  pemberian  informasi  kinerja BUMDes dan aktivitas lain  yang memiliki hubungan dengan kepentingan masyarakat  umum.  Sehingga  keberadaannya  sebagai  lembaga  ekonomi desa memperoleh dukungan dari banyak pihak.  
7.     Menyusun rencana usaha (business plan) 
Penyusunan  rencana  usaha  penting  untuk  dibuat  dalam  periode  1  sampai dengan  3  tahun.  Sehingga  para  pengelola  BUMDes  memiliki  pedoman yang  jelas  apa  yang  harus  dikerjakan  dan  dihasilkan  dalam  upaya mencapai  tujuan  yang  ditetapkan  dan  kinerjanya  menjadi  terukur. Penyusunan  rencana  usaha  dibuat  bersama  dengan  Dewan  Komisaris BUMDes.   
8.     Menyusun sistem administrasi dan pembukuan
Bentuk administrasi dan pembukuan keuangan harus dibuat dalam format yang  mudah,  tetapi  mampu  menggambarkan  aktivitas  yang  dijalankan BUMDes.  Hakekat  dari  sistem  administrasi  dan  pembukuan  adalah pendokumentasian informasi tertulis berkenaan dengan aktivitas BUMDes yang  dapat  dipertanggungjawabkan.  Dan  secara  mudah  dapat  ditemukan, disediakan ketika diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.  
9.     Melakukan proses rekruitmen
Untuk  menetapkan  orang-orang  yang  bakal  menjadi pengelola  BUMDes dapat  dilakukan  secara  musyawarah.  Namun  pemilihannya  harus didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria itu dimaksudkan agar pemegang jabatan  di  BUMDes  mampu  menjalankan  tugas-tugasnya  dengan  baik. Untuk itu, persyaratan bagi pemegang jabatan di dalam BUMDes penting dibuat  oleh  Dewan  Komisaris.  Selanjutnya  dibawa  ke  dalam  forum rembug  desa  untuk  disosialisasikan  dan  ditawarkan  kepada  masyarakat. Proses  selanjutnya  adalah  melakukan  seleksi  terhadap  pelamar  dan memilih serta menetapkan orang-orang yang paling sesuai dengan kriteria yang dibuat.   
10.  Menetapkan sistem penggajian dan pengupahan 
Agar pengelola BUMDes termotivasi dalam menjalankan tugas- tugasnya, maka  diperlukan  adanya  sistem  imbalan  yang  dirasakan  bernilai. Pemberian  imbalan  bagi  pengelola  BUMDes  dapat  dilakukan  dengan berbagai  macam  cara  seperti,  pemberian  gaji  yang  berarti  pengelola BUMDes  menerima  sejumlah  uang  dalam  jumlah  yang  tetap  setiap bulannya. Pemberian upah yang didasarkan pada kerja borongan. Sehingga jumlah  yang  diterima  dapat  bervariasi  tergantung  dari  banyak  sedikitnya beban  pekerjaan  yang  harus  diselesaikan  melalui  cara  penawaran. Pemberian insentif jika pengelola mampu mencapai target yang ditetapkan selama  periode  tertentu.  Besar  kecilnya  jumlah  uang  yang  dapat dibayarkan kepada pengelola BUMDes juga harus didasarkan pada tingkat keuntungan  yang  kemungkinan  dapat  dicapai.  Pemberian  imbalan  kepada pengelola  BUMDes  harus  semenjak  awal  disampaikan  agar  mereka memiliki  tanggungjawab  dalam  melaksanakan  tugas-tugasnya.  Sebab pemberian  imbalan  merupakan  ikatan  bagi  setiap  orang  untuk  memenuhi kinerja yang diminta. 
     
      Berdasarkan  uraian  di  atas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  upaya pengembangan  dan  pengelolaan  BUMDes  harus  dilaksanakan  dengan langkah-langkah yang terencana serta terpadu antara satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. 
 
3.     Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) 
      Menurut  Pusat  Kajian  Dinamika  Sistem  Pembangunan  (2007),  pengelolaan BUMDes  harus  diljalankan  dengan  menggunakan  prinsip  kooperatif, partisipatif,  emansipatif,  transparansi,  akuntable,  dan  sustainable,  dengan mekanisme  member-base  dan self  help  yang  dijalankan  secara  profesional, dan  mandiri.  Berkenaan  dengan  hal  itu,  untuk  membangun  BUMDes diperlukan  informasi  yang  akurat  dan  tepat  tentang  karakteristik  ke-lokal-an, termasuk  ciri  sosial-budaya  masyarakatnya  dan  peluang  pasar  dari  produk (barang dan jasa) yang dihasilkan. 

BUMDes  sebagai  badan  usaha yang  dibangun  atas  inisiatif  masyarakat  dan menganut asas mandiri, harus mengutamakan perolehan modalnya berasal dari masyarakat  dan  Pemdes.  Meskipun  demikian,  tidak  menutup  kemungkinan BUMDes  dapat  memperoleh  modal  dari  pihak  luar,  seperti  dari  Pemerintah Kabupaten  atau  pihak  lain,  bahkan  dapat  pula  melakukan  pinjaman  kepada pihak  ke  tiga,  sesuai  peraturan  perundang-undangan.  Pengaturan  lebih  lanjut mengenai BUMDes tentunya akan diatur melalui Peraturan Daerah (Perda). 

BUMDes  didirikan  dengan  tujuan  yang  jelas.  Tujuan  tersebut,  akan  direalisir diantaranya  dengan  cara  memberikan  pelayanan  kebutuhan  untuk  usaha produktif terutama  bagi  kelompok  miskin  di  pedesaan,  mengurangi  praktek ijon  (rente)  dan  pelepasan  uang,  menciptakan  pemerataan  kesempatan berusaha, dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa. 
      Hal  penting  lainnya  adalah  BUMDes  harus  mampu  mendidik  masyarakat membiasakan  menabung,  dengan  cara  demikian  akan  dapat  mendorong pembangunan  ekonomi  masyarakat  desa  secara  mandiri.  Pengelolaan BUMDes,  diprediksi  akan  tetap  melibatkan  pihak  ketiga  yang  tidak  saja berdampak  pada  masyarakat  desa  itu sendiri,  tetapi  juga  masyarakat  dalam cakupan yang lebih luas (kabupaten). Oleh sebab itu, pendirian BUMDes yang diinisiasi oleh masyarakat harus tetap mempertimbangkan keberadaan potensi ekonomi  desa  yang  mendukung,  pembayaran  pajak  di  desa,  dan  kepatuhan masyarakat  desa  terhadap  kewajibannya.  Kesemua  ini  menuntut  keterlibatan pemerintah kabupaten. 

Karakteristik  masyarakat  desa  yang  perlu  mendapat  pelayanan  utama
BUMDes adalah: 
1)     Masyarakat  desa  yang  dalam  mencukupi  kebutuhan  hidupnya  berupa pangan, sandang  dan  papan,  sebagian  besar  memiliki  matapencaharian  di sektor  pertanian dan  melakukan  kegiatan  usaha  ekonomi  yang  bersifat usaha informal; 
2)     Masyarakat  desa  yang  penghasilannya  tergolong  sangat  rendah,  dan  sulit menyisihkan  sebagian  penghasilannya  untuk  modal  pengembangan  usaha selanjutnya; 
3)     Masyarakat  desa  yang  dalam  hal  tidak  dapat  mencukupi  kebutuhan hidupnya  sendiri,  sehingga  banyak  jatuh  ke  tangan  pengusaha  yang memiliki modal lebih kuat; 
4)     Masyarakat  desa  yang  dalam  kegiatan  usahanya  cenderung  diperburuk oleh  sistem  pemasaran  yang  memberikan  kesempatan  kepada  pemilik modal  untuk  dapat  menekan  harga,  sehingga  mereka  cenderung  memeras dan menikmati sebagian besar dari hasil kerja masyarakat desa. 
      Berdasarkan  penjelasan  di  atas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  BUMDes sangat  bermanfaat  bagi  masyarakat  desa,  baik  memiliki  usaha  produktif maupun  yang  belum  memiliki  untuk  sama-sama  mengembangkan  ekonomi masyarakat desa secara bersama-sama. 
      Karakter  BUMDes  sesuai  dengan  ciri-ciri  utamanya,  prinsip  yang  mendasari,
mekanisme  dan  sistem  pengelolaanya.  Secara  umum  pendirian  BUMDes
dimaksudkan untuk: 
a.      Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (standar pelayanan minimal), agar berkembang usaha masyarakat di desa. 
b.     Memberdayakan  desa  sebagai  wilayah  yang  otonom  berkenaan  dengan usaha-usaha produktif bagi upaya pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan PADesa. 
c.      Meningkatkan  kemandirian  dan  kapasitas  desa  serta masyarakat  dalam melakukan penguatan ekonomi di desa. 
      Berdasarkan  penjelasan  di  atas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  BUMDes memiliki  peran  yang  penting  dalam  memberikan  pelayanan  kepada masyarakat desa dan sebagai kontribusi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa sehingga menunjang program pembangunan di desa. 
      Prinsip-prinsip pengelolaan BUMDes penting untuk dielaborasi atau diuraikan
agar difahami dan dipersepsikan dengan cara yang sama oleh pemerintah desa,
anggota (penyerta modal), BPD, Pemkab, dan masyarakat. Terdapat 6 (enam)
prinsip dalam mengelola BUMDes yaitu: 
1.     Kooperatif
Semua  komponen  yang  terlibat  di  dalam  BUMDes harus  mampu melakukan  kerjasama  yang  baik  demi  pengembangan  dan  kelangsungan hidup usahanya.  BUMDes  merupakan  pilar  kegiatan  ekonomi  di  desa  yang  berfungsi sebagai  lembaga  sosial  (social  institution)  dan  komersial  (commercial institution)  sehingga  membutuhkan  kerjasama  yang  sinergis  antara pengurus,  pemerintah  desa,  masyarakat  serta  instansi  terkait.  BUMDes sebagai  lembaga  sosial  berpihak  kepada  kepentinganmasyarakat  melalui kontribusinya  dalam  penyediaan  pelayanan  sosial.  Sedangkan  sebagai lembaga  komersial  bertujuan  mencari  keuntungan  melalui  penawaran sumberdaya  lokal  (barang  dan  jasa)    ke  pasar.  Dalam  menjalankan usahanya  prinsip kooperatif harus  selalu ditekankan.  BUMDes  sebagai badan  hukum,  dibentuk  berdasarkan  perundang-undangan  yang  berlaku, dan sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa.  

2.     Partisipatif
Semua komponen  yang  terlibat  di  dalam  BUMDes  harus  bersedia  secara sukarela  atau  diminta  memberikan  dukungan  dan  kontribusi  yang  dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes. 
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan BUMDes sangat diharapkan dan peran pemerintah dalam melakukan  sosialisasi  dan  penyadaran  kepada masyarakat  desa  melalui  pemerintah  provinsi  dan/atau  pemerintah kabupaten  tentang  arti  penting  berpartisipasi  dalam  BUMDes  bagi peningkatan  kesejahteraan  masyarakat.  Melalui  pemerintah  desa masyarakat dimotivasi,  disadarkan  dan  dipersiapkan  untuk  membangun kehidupannya sendiri. 
            BUMDes  sebagai  suatu  lembaga  ekonomi  modal  usahanya  dibangun  atas inisiatif  masyarakat  dan  menganut  prinsip  partisipasi.  Ini  berarti pemenuhan  modal  usaha  BUMDes  harus  bersumber  dari  masyarakat.
            Meskipun  demikian,  tidak  menutup  kemungkinan  BUMDes  dapat mengajukan  pinjaman  modal  kepada  pihak  luar,  seperti  dari  Pemerintah Desa  atau  pihak  lain,  bahkan  melalui  pihak  ketiga.  Ini  sesuai  dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah  Pasal  213  ayat  3).  Penjelasan  ini  sangat  penting  untuk  mempersiapkan  pendirian  BUMDes,  karena  implikasinya  akan bersentuhan  dengan  pengaturannya  dalam  Peraturan  Daerah  (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes).  

3.     Emansipatif
Semua  komponen  yang  terlibat  di  dalam  BUMDes harus  diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama. 
Mekanisme  operasionalisasi  BUMDes diserahkan  sepenuhnya  kepada masyarakat  desa  tanpa  memandang  latar  belakang  perbedaan  apapun. Untuk  itu,  masyarakat  desa  perlu  dipersiapkan  terlebih  dahulu  agar  dapat menerima  gagasan  baru  tentang  lembaga  ekonomi  yang  memiliki  dua fungsi yakni   bersifat sosial dan  komersial. Dengan tetap berpegang teguh pada  karakteristik  desa  dan  nilai-nilai  yang  hidup  dan  dihormati.  Maka persiapan  yang  dipandang  paling  tepat  adalah  berpusat  pada  sosialisasi, pendidikan,  dan  pelatihan  kepada  pihak-pihak  yang  berkepentingan terhadap peningkatan standar hidup masyarakat desa.

4.     Transparan
Aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat  diketahui  oleh  segenap  lapisan  masyarakat  dengan  mudah  dan terbuka.  Transparansi  dalam  pengelolaan  BUMS  sangat  diperlukan  mengingat BUMDes  merupakan lembaga  ekonomi  yang  beroperasi  di pedesaan di mana  nilai-nilai  yang  harus  dikembangkan  adalah  kejujuran  dan keterbukaan.  Kinerja  BUMDes  mampu  memberikan  kontribusi  yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Disamping itu, supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.
Keberadaan  BUMDes  diharapkan  mampu  mendorong  dinamisasi kehidupan  ekonomi  di  pedesaan.  Peran  pemerintah  desa  adalah membangun  relasi  dengan  masyarakat  untuk  mewujudkan  pemenuhan standar  pelayanan  minimal    sebagai  bagian  dari  upaya  pengembangan komunitas    (development  based  community)  desa  yang  lebih  berdaya dan memenuhi prinsip transparansi dalam pengelolaannya.  
5.     Akuntabel
Seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun administratif.  Pendirian  dan  pengelolaan  Badan  Usaha  Milik  Desa  (BUMDes) adalah merupakan  perwujudan  dari  pengelolaan  ekonomi  produktif  desa  yang dilakukan  secara    akuntabel.  Oleh  karena  itu,  perlu  upaya  serius untuk menjadikan pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan secara efektif,  efisien,  professional,  mandiri dan  bertanggungjawab.  Untuk mencapai  tujuan  BUMDes  dilakukan  dengan  cara  memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes.    Pemenuhan  kebutuhan  ini  diupayakan  tidak  memberatkan  masyarakat, mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam menggerakkan  ekonomi  desa.  Lembaga  ini  juga  dituntut  mampu memberikan  pelayanan  kepada  non  anggota  (di  luar  desa)  dengan menempatkan  harga  dan  pelayanan  yang  berlaku  standar  pasar.  Artinya terdapat  mekanisme  kelembagaan/tata    aturan  yang  disepakati  bersama, sehingga  tidak  menimbulkan  distorsi  ekonomi  di  pedesaan  disebabkan usaha yang dijalankan oleh BUMDes.  

6.     Sustainabel
Kegiatan  usaha  harus  dapat  dikembangkan  dan  dilestarikan  oleh masyarakat  dalam  wadah  BUMDes.  BUMDes  didirikan  dengan  tujuan yang jelas yaitu pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. 
Tujuan  tersebut,  akan   dicapai diantaranya  dengan  cara  memberikan pelayanan  kebutuhan  untuk  usaha  produktif  terutama  bagi  kelompok miskin di pedesaan, mengurangi praktek ijon  (rente) dan pelepasan uang, menciptakan  pemerataan  kesempatan  berusaha,  dan  meningkatkan pendapatan  masyarakat  desa.  Hal  penting  lainnya  adalah  BUMDes  harus mampu  mendidik  masyarakat  membiasakan  menabung,  dengan  cara demikian akan dapat mendorong pembangunan  ekonomi masyarakat desa secara mandiri dan berkelanjutan.  
Terkait  dengan  implementasi  Alokasi  Dana  Desa  (ADD),  maka  proses penguatan  ekonomi  desa  melalui  BUMDes  diharapkan  akan  lebih  berdaya. Hal ini disebabkan adanya penopang yakni dana anggaran desa yang semakin besar.  Sehingga  memungkinkan  ketersediaan  permodalan  yang  cukup  untuk pendirian  BUMDes.  Jika  ini  berlaku  sejalan,  maka  akan  terjadi  peningkatan PADesa yang selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan desa. 
            Berdasarkan  uraian  di  atas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  hal  yang  penting dalam  upaya  penguatan  ekonomi  desa  adalah  memperkuat  kerjasama,  membangun  kebersamaan/menjalin  kerekatan  disemua  lapisan  masyarakat desa,  sehingga  itu  menjadi  daya  dorong  (steam  engine)  dalam  upaya
pengentasan kemiskinan, pengangguran, dan membuk akses pasar. 

4.     Prinsip-Prinsip Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
      Prinsip-prinsip  pengelolaan  Badan  Usaha  Milik  Desa  (BUMDes)  yang dimaksud  dalam  penelitian  ini  adalah mengacu  pada  Pedoman  Umum Good Corporate Governance (GCG) Indonesia Tahun 2006 sebagai berikut:
1.     Transparansi (Transparency)
Untuk  menjaga  obyektivitasnya  dalam  menjalankan  bisnis,  perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah  diakses  dan  dipahami  oleh  pemangku  kepentingan.  Perusahaan harus  mengambil  inisiatif  untuk  mengungkapkan  tidak  hanya masalah yang  diisyaratkan oleh  peraturan  perundang-undangan,  tetapi  juga  hal yang  penting  untuk  pengambilan  keputusan  oleh  pemegang  saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
Prinsip  transparansi dilaksanakan pengurus  BUMDes  Wirakarya dengan menyediakan  informasi  yang  material  dan  relevan  dengan  cara  yang mudah diakses dan dipahami oleh anggota dan masyarakat 

2.     Akuntabilitas (accountability) Perusahaan  harus  dapat  mempertanggungjawabkan  kinerjanya  secara transparan  dan  wajar.  Untuk  itu  perusahaan  harus  dikelola  secara  benar, terukur  dan  sesuai  dengan  kepentingan  perusahaan  dengan  tetap memperhitungkan  kepentingan  pemegang  saham  dan  pemangku kepentingan  lain.  Akuntabilitas  merupakan  prasyarat  yang  diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Prinsip  akuntabilitas dilaksanakan  pengurus  BUMDes  Wirakarya  mampu mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.

3.     Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan  harus  mematuhi  peraturan  perundang-undangan  serta melaksanakan  tanggung  jawab  terhadap  masyarakat  dan  lingkungan sehingga  dapat  terpelihara  kesinambungan  usaha  dalam  jangka  panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Prinsip  responsibilitas  dilaksanakan  pengurus  BUMDes  Wirakarya melaksanakan usaha  sesuai  dengan  peraturan  undang-undang  serta melaksanakan usaha untuk memelihara kesinambungan usaha

4.     Independensi (Independency)
Untuk  melancarkan  pelaksanaan  asas  GCG,  perusahaan  harus  dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip  independensi  dilaksanakan  pengurus  BUMDes  Wirakarya mengelola  usaha  secara  independen  dan  tidak  ada  dominasi  usaha  dan diintervensi oleh pihak lain.

5.     Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam  melaksanakan  kegiatannya,  perusahaan  harus  senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Prinsip kewajaran  dan  kesetaraan  dilaksanakan  pengurus  BUMDes Wirakarya dengan  operasionalisasi  kegiatan  yang  berdasarkan  asas kewajaran dan kesetaraan.


5.     Uraian UU Nomor 6 Tahun 2014
Undang-undang No. 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. BUM Desa yang merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.  Ketentuan tentang Badan Usaha Milik Desa dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 diatur dalam Bab X, dengan 4 buah pasal, yaitu Pasal 87 sampai dengan Pasal 90. Dalam Bab X UU Desa ini disebutkan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Usaha yang dapat dijalankan BUM Desa yaitu usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendirian BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
BUM Desa dirancang dengan mengedepankan peran Pemerintah Desa dan masyarakatnya secara lebih proporsional. Bila bercermin kepada peran Pemerintah Desa dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat selama ini, maka melalui model BUM Desa ini diharapkan terjadi revitalisasi peran Pemerintah Desa dalam pengembangan ekonomi lokal/pemberdayaan masyarakat.
Secara teknis BUM Desa yang ada sekarang masih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, maka kedepan Desa mendapat peluang yang lebih besar untuk meningkatkan perannya dalam pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan. Dalam hal ini BUM Desa dapat menjadi instrumen dan dioptimalkan perannya sebagai lembaga ekonomi lokal yang legal yang berada ditingkat desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan desa.
Saat ini BUM Desa diberi peluang untuk mengembangkan berbagai jenis usaha sesusai dengan kebutuhan dan potensi desa. Adapun jenis-jenis usaha tersebut meliputi: 1) jasa 2) penyaluran sembilan bahan pokok, 3) perdagangan hasil pertanian; dan/atau 4) industri kecil dan rumah tangga.
Contoh dari usaha jasa adalah jasa keuangan mikro, jasa transportasi, jasa komunikasi, jasa konstruksi, dan jasa energi. Usaha penyaluran sembilan bahan pokok, antara lain beras, gula, garam, minyak goreng, kacang kedelai, dan bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Usaha perdagangan hasil pertanian meliputi jagung, buah-buahan, dan sayuran. Terakhir usaha industri kecil dan rumah tangga, seperti makanan, minuman, kerajinan rakyat, bahan bakar alternatif, dan bahan bangunan.
Jenis usaha yang banyak diusahakan oleh BUM Desa yang sudah ada sekarang baru jenis usaha jasa, itupun baru sebatas jasa keuangan mikro. Dari ketentuan yang ada, BUM Desa dapat mengembangkan berbagai jenis usaha sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Sebagai rintisan, unit usaha keuangan mikro sangat potensial dijadikan cikal bakal pembentukan BUM Desa. Strategi inilah yang tampaknya dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Dalam hal ini, keberadaan UED-SP (Usaha Ekonomi Desa–Simpan Pinjam) yang sehat menjadi syarat pembentukan BUM Desa di Kabupaten Rokan Hulu.
Di Pusat salah satunya Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang memiliki komitmen untuk mengembangkan lembaga perekonomian desa, termasuk BUM Desa. Sejak tahun 2009 KPDT telah memberikan kepercayaan kepada BUM Desa untuk mengelola Moda Transportasi yang diadakan melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT). Hal ini ditegaskan dalam Petunjuk Teknis DAK SPDT yang dikeluarkan oleh KPDT.
Salah satu target yang ingin dicapai dari keberadaan sarana dan prasarana perdesaan yang didanai oleh DAK SPDT adalah meningkatnya pergerakan barang/penumpang dari pusat-pusat produksi menuju pusat-pusat pemasaran, dan meningkatnya akses masyarakat di perdesaan daerah tertinggal terhadap pelayanan publik.
Inisiatif KPDT untuk memberikan kepercayaan kepada BUM Desa dalam pengelolaan Moda Transportasi bantuan DAK SPDT tampaknya tidak serta merta disambut oleh Pemerintah Kabupaten Tertinggal. Salah satu kendalanya karena sebagian besar dari kabupaten tertinggal tersebut belum memiliki BUM Desa.
Beberapa kabupaten tertinggal yang memberanikan diri memberikan mandat kepada BUM Desa ternyata juga belum mendapatkan hasil yang menggembirakan. Faktor kesiapan BUM Desa dalam mengelola usaha masih menjadi kendala.
Kondisi ini menjadi pertanda bahwa masih dibutuhkan upaya panjang untuk menjadikan BUM Desa sebagai pelaksana pembangunan perekomian perdesaan. Dibutuhkan sinergi dan dukungan yang sepadan dari pemerintah dan pemerintah daerah.

Ada 4 (empat) agenda pokok yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peran BUM Desa, yaitu :
1.       Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan. Tahapan ini meliputi: perumusan regulasi/pengaturan, dan penataan organisasi. Pemerintah harus merivisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 dalam hal ini perlu menyesuaikan dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014. Jika mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010, maka Daerah diharapkan untuk:
a)     Menyusun Peraturan Daerah tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUM Desa yang minimal memuat tentang: bentuk organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan, bagi hasil, keuntungan dan kepailitan, kerja sama dengan pihak ketiga, mekanisme pertanggungjawaban, pembinaan, dan pengawasan masyarakat;
b)     Mengoptimalkan peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa) dalam pembinaan terhadap BUM Desa;
2.       Penguatan kapasitas (capacity building). Mencakup pemberdayaan, pelatihan, dan fasilitasi secara berjenjang. Pemerintah melakukannya kepada Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah melakukannya kepada Pemerintah Desa dan BUM Desa;
3.       Penguatan Pasar. Setelah BUM Desa berdiri diharapkan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, perluasan pasar, dan mendapatkan fasilitasi akses terhadap berbagai sumber daya;
4.       Keberlanjutan. Mencakup pengorganisasian, forum advokasi, dan promosi sehingga mendapatkan wujud BUM Desa yang ideal serta semakin mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan terutama masyarakat dan dunia usaha.
Masalah terbesar yang dihadapi Pemerintah Desa dalam mendukung kehadiran dan mengoptimalkan peran BUM Desa adalah cengkraman Kementerian/Lembaga yang sudah kecanduaan mengelola kegiatan yang langsung ke tingkat desa.
Kehadiran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa diharapkan mampu memaksa seluruh pihak terkait untuk konsisten memberikan peran yang lebih besar kepada Pemerintah Desa didalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Termasuk dalam memberikan peran yang maksimal kepada BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan.
“Kesemrawutan” kelembagaan ekonomi masyarakat desa yang muncul akibat ego sektoral dan tidak berdayanya Pemerintah Desa dalam memutus mata rantai ini diharapkan dapat terjawab dengan hadirnya BUM Desa dan paradigma baru pengelolan desa sesuai spirit UU Desa.

6.     Pelaksanaan BUM-des Menurut PP no 43 Tahun 2014
a.      Pendirian dan Organisasi Pengelola
Menurut pasal 132. 133, dan 134 Desa dapat mendirikan BUM Desa. Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.


Organisasi pengelola BUM Desa paling sedikit terdiri atas:
·     penasihat Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala Desa.
·     pelaksana operasional. Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa atau Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa.
·     Penasihat mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
·     Penasihat tugas mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
·     Pelaksana operasional mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

b.     Modal dan Kekayaan Desa
Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
Modal BUM Desa terdiri atas:
1.     penyertaan modal Desa berasal dari APB Desa dan sumber lainnya. 
·          dana segar;
·          bantuan Pemerintah;
·          bantuan pemerintah daerah; dan
·          aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa.
2.     Penyertaan modal masyarakat Desa.

c.      Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
1.       Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa.
2.       Anggaran dasar memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan.
3.       Anggaran rumah tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal.
4.       Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud dilakukan melalui musyawarah Desa. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ditetapkan oleh kepala Desa.

d.     Pengembangan Kegiatan Usaha
1.  Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa.
2.  BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah
Desa.
3.     Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan.
5. Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM    Desa kepada kepala Desa secara berkala.
7.   Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa.
8.   Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.
9.   Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

d.     Pendirian BUM Desa Bersama
1.     Dalam rangka kerja sama antar-Desa, 2 (dua) Desa atau lebih dapat membentuk BUM Desa bersama.
2.     Pembentukan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa.
3.     Pendirian, penggabungan, atau peleburan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta pengelolaan BUM Desa tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.     Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa diatur dengan Peraturan Menteri.

Kemudian pada Pasal 142 masih di PP Nomor 43 Tahun 2014 disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pengurusan dan pengelolaan, serta pembubaran BUM Desa diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah juga harus melakukan beberapa strategi agar BUM Desa ini dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan salah satu strategi tersebut adalah melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat desa tentang pentingnya BUM Des ini, karena tanpa adanya sosialisasi dapat diaktakan pemerintah hanyadapat membuat kebijakan tanpa memperdulikan masyarakat selain sosialisasi pemerintah juga harus melakukan pelatihan dan pendampingan agar BUM Des ini bisa mensejahterakan masyarakat pedesaan, seperti yang kita ketahui selama ini bahwa anggapan terhadap masyarakat desa itu selalu mengarah kepada ketidakmampuan masyarakat atau ketidakberdayaan masyarkat dengan alasan pendidikan mereka yang rendah, oleh karena itu pemerintah dalam hal ini juga harus turun tangan untuk melakukan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat desa.
BUM Des sendiri sebenarnya juga dapat kita samakan dengan koperasi, hal ini dikarenakan masyarakat secara bergotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, banyak koperasi di indonesia yang saat ini tidak berjalan sebagai mana mestinya, hal ini juga dikarenakan kurangnya sumber daya yang mumpuni dari masyarakat desa dan kurangnya pendampingan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat.
Pemerintah juga harus memikirkan kendala-kendala lain untuk mendirikan sebuah BUM Des di desa, selain sumber daya ada beberapa hal yang patut diperhatikan seperti kesiapan masyarakat untuk mengelola BUM Des. Seperti yang sudah dikatakan di atas tadi bahwa sosialisasi itu penting guna mempersiapkan masyarakt desa untuk mengelola BUM Des ini. Selain itu kendala lahan juga harus menjadi perhatian pemerintah karena tidak sedikit desa yang hganya mempunyai lahan sedikait bahkan sudah dipenuhi oleh masyarakat desa itu sendir, tentunya ini juga akan menjadi rawan konflik atau perseliihan antara pemerintah desa dengan masyarakatnya sendiri, karena pemerintah desa juga harus membebaskan lahan yang ditempati warga tersebut untuk dijadikan BUM Des.
Namun, disisi lain BUM Des ini juga sangat diperluakan dalam pembangunan dan kesejahteraan desa, hal ini dikarekan BUM Des dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendapatan desa yang tentunya juga akan berpengaruh terhadap pembangunan desa. Selain itu, BUM Des juga dapat meningkatkan daya saing desa yang akan mengarah kepada kemajuan desa itu sendiri sehingga dapat mewujudkan desa yang mandiri dan otonom. Kesejahteraan masyarakat tentunya juga akan meningkat, hal dikarenakan BUM Des itu sendiri akan dikelola langsung oleh masyarakat desa yang artinya masyarakat desa juga dituntut untuk berperan aktif dalam pengembangan usaha BUM Des ini. Selain itu, kreatifitas masyarakat desa juga akan tersalurkan untuk memajuakan BUM Des di desa mereka.







7. Kendala yang dihadapi saat mendirikan   BUMDes
}  Apakah Desa tersebut memilih bentuk koperasi atau perusahaan (PT) ?
}  Bagaimana masalah pemodalan didesa tersebut, apakah bisa mengalihkan aset-aset PNPM?
}  Bagaimana tata cara kerjasama dengan pihak ketiga?
}  Bagaimana memancing warga desa yang tidak punya inisiatif untuk membuat badan usaha?
}  Bagaimana melakukan studi kelayakan usaha sederhana ?




[1] Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, 2007

2 comments: