Popular Posts

Thursday, October 8, 2015

Film Terbaik Sepanjang Masa

1. Memento


Memento adalah sebuah film arahan Christopher Nolan yang dirilis pada tahun 2000. Film ini bercerita tentang seorang pria yang menderita anterograde amnesia sehingga kesulitan membuat ingatan jangka pendek. Ia berusaha menemukan pembunuh istrinya dengan tato serta catatan-catatan yang dibuatnya untuk membantu mengingat. Artis yang bermain dalam film ini antara lain adalah Guy Pearce (Leonard Shelby), Carrie Anne Moss (Natalie), Joe Pantoliano (Teddy Gammel). Film ini mendapatkan 78 nominasi di festival-festival film dunia maupun dari organisasi kritikus film, 45 diantaranya dimenangkan oleh film ini. Sayangnya, walaupun di nominasikan di 2 kategori di Academy Award, yakni, Best Film Editing, Best Writing, dan Screenplay Written Directly for the Screen, namun film ini tidak memenangkan penghargaan tersebut.
 
 2. Inception


Ketika kita sudah tidak tau apa yang kita jalani ini adalah mimpi atau kenyataan.
Ketika keputusan yang diambil menjadi sebuah kesalahan terbesar dalam hidup.
Film ini membutuhkan konsentrasi dalam menyaksikannya, karena jangan sampai jalan cerita yang ada di film ini membuat kita ikut terbawa menjadi sebuah ide yang menyeramkan.
Cubb (Leonardo DiCaprio) adalah seorang ekstraktor (penjelajah mimpi), ia bekerja dengan cara masuk kedalam mimpi seseorang untuk menggali informasi yang diinginkan.
Ketika ia sedang menjalani sebuah misi dari perusahaan untuk mendapatkan rahasia dari Saito, ia bertemu dengan masa lalunya yang membuatnya hampir gagal melakukan misinya.
Dikarenakan kemampunya dalam memanipulasi mimpi, saito pun tertarik untuk bekerja sama dengan Cubb untuk memberikan sebuah ide kepada lawan bisnisnya. Karena hadiah yang ditawarkan Saito sangatlah menarik, dan hampir tidak mungkin bisa didapatkan oleh Cubb, akhirnya ia pun menyetujuinya.
Dimulailah pencarian seorang yang memiliki bakat seperti dirinya untuk membangun sebuah proyeksi mimpi. Sampai dengan saat yang ditentukan, dimulailah misi untuk menanamkan ide pada lawan bisnis saito. Namun sesuatu yang tak terduga pun terjadi, ternyata lawan bisnis saito memiliki pertahanan alam bawah sadar yang membuat misi menanamkan ide ini menjadi sangat berbahaya.
Ditengah kebingungan yang dihadapi, tidak ada jalan lain selain meneruskan misi, karena jika sampai gagal melakukannya, maka dia dan semua anggotanya akan jatuh ke dalam limbo. Limbo adalah sebuah ruang mimpi yang tidak bertuan, merupakan sisa-sisa mimpi dari setiap orang, dan jika masuk kedalam situ, maka semua pikirannya pun akan menghilang.
Bagaimanakah cara Cubb dan timnya melaksanakan misi?
Akankah Cubb mendapatkan hadiah yang dijanjikan.?


 

Thursday, October 1, 2015

Hari Terakhir Indonesia Bersama Soeharto dari Ben Anderson


Nama              : Muhammad Ridhoni
Nim                 : D1B112026
Jurusan           : Ilmu Pemerintahan
Studi               : Sejarah Politik dan Pemerintahan Indonesia


Menelaah Kepemimpinan Pada Masa Soeharto : Hari Terakhir Indonesia Bersama Soeharto dari Ben Anderson

Pengantar
            Dalam tulisan Ben Anderson , ia mengemukakan pandangannya terhadap Indonesia pada pada tahun 1966-1978 era orde baru yang dipimpin oleh soeharto yaitu pada awal soeharto memimpin dan program yang dilakukan soeharto untuk menguatkan kekuasaannya dan memikat hati rakyat. Serta Anti- PKI oleh Soeharto, soeharto beranggapan Komunisme adalah orang yang tidak memiliki agama yang taat dan cenderung menentang pemerintahan. Dan Hal ini bermula pada tahun 1965 yaitu ketika terjadinya pembunuhan terhadap 6 jendral yang peristiwanya dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan. Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno.[1]
Konsolidasi Orde Baru
Pada awal Orde Baru Soeharto melakukan penghapusan semua pengaruh PKI dengan cara menempatkan militer sebagai posisi utama penghapusan PKI. Keberhasilan Soeharto dalam pengurangan Inflasi yang terjadi akibat kepemimpinan soekarno menimbulkan kepercayaan dari kalangan masyarakat pada awal itu. hal yang dilakukan soeharto adalah
a) Stabilitas dan Rehabilitasi Ekonomi
            Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi terpimpin, menempuh dengan cara:
-Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembangunan
-MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penylematan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langakah yang diambil pada saat itu yang mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sbb :
1.   mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
-Rendahnya penerimaan Negara
-Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
-Banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank.
-Banyaknya tunggakan hutang luar negeri
-Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.

2. Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

            Untuk melaksanakan langkah-langkah
penyelamatan tersebut maka ditempuh cara :
- mengadakan operasi pajak.
- cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
- penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
-membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.

            Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.

Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun 1967- awal 1968). Sesudah kabinet pembangunan dibentuk pada bulan juli 1968 berdasarkan Tap MPRS NO.XLI/MPRS/1968, kebijakn ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valas dapat diatasi.
            Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.

b.  Kerja Sama Luar Negeri

            Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan Negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut:
-Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979
-Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
c. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
- Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.
-  Jangka pendek mencakup periode 5 tahun.[2]




Golkar dan Soeharto
Golkar ini mulai muncul masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno dengan nama Seketariat bersama golongan karya (Sekber GOLKAR), tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.
Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi. Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran strategis.Golkar ini awal kemunculannya mengikuti pemilu pertamanya begitu kuat hal ini terjadi pada pemilihan umum pertama pada jaman orde baru yaitu tahun 1971 golkar berhasil memenangkan pemilu. Hal ini disebabkan keberhasilan ali murtopo melakukan pengunduran pemilu dan penguatan partai golkar yang dilakukan ali murtopo dengan cara penyederhanaan jumlah partai pemilu dengan tidak menghapus partai tertentu, tetapi melakukan penggabungan (fusi). Dalam penggabungan tersebut, sistem kepartaian tidak lagi didasarkan ideologi, tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial politik a)    PPP, merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan PI. Perti. b)    PDI, merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo. c)     Golkar.
Pada masa ini Golkar sudah diperkirakan bakal menang secara merata meski baru kali pertama ikut pemilu. Sekretariat Bersama Golkar dijadikan kendaraan politik Soeharto. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan seluruh jaringannya, pegawai negeri sipil (PNS), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), serta birokrasi di semua tingkat menjadi alat untuk memobilisasi rakyat dari pusat sampai ke desa-desa agar memilih Golkar.
Soeharto dengan berbagai cara berusaha melemahkan kekuatan parpol besar lain sambil membesarkan Golkar. Soal nama, misalnya, tidak digunakan istilah ”partai”, tetapi ”golongan”. Padahal, dalam praktiknya, Golkar jelas-jelas partai politik. Mulai tumbuh gagasan Dwifungsi ABRI sebagai kekuatan militer sekaligus politik praktis penyokong Orde Baru.
Struktur panitia pemilu diduduki para pejabat pemerintahan, terutama dari Departemen Dalam Negeri. Saat hari pencoblosan, tempat pemungutan suara (TPS) dijaga
ketat polisi dan tentara. Saat itulah, mulai dikenal istilah ”seranga
n fajar”, yaitu pemberian uang kepada warga pada pagi hari sebelum datang ke TPS agar mencoblos partai pemerintah. Dengan semua manuver itu, walhasil Golkar pun menang telak.
Tujuan Pemilu 1971 sebenarnya baik, yaitu menciptakan kehidupan politik bangsa Indonesia yang demokratis setelah tragedi politik 30 September 1965. ”Sayangnya, pemilu direkayasa dengan cara-cara yang justru antidemokrasi. Berbagai aturan dan tata cara dimanipulasi untuk memenangkan Golkar sebagai mesin politik rezim Orde Baru. Inilah pseudo democracy atau demokrasi semu yang mengelabui rakyat.
Dalam Pemilu 1971, beberapa partai masih memperoleh suara cukup lumayan karena mampu mempertahankan pendukung tradisionalnya. NU masih punya basis kuat di pedesaan, seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan. Parmusi, yang seakan merupakan penjelmaan dari politik eksponen Masyumi, masih berakar di masyarakat Islam perkotaan. Menang pada Pemilu 1955, NI justru anjlok suaranya pada 1971. Partai ini menerima tuduhan terkait PKI—yang dikambinghitamkan dalam Peristiwa 30 September 1965. Basis pendukung nasionalisnya, terutama di Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara, digerogoti oleh Golkar. Kemenangan Golkar dijadikan alat untuk melegitimasi rezim Orde Baru. Manuver politik demokrasi semu ala Pemilu 1971 lantas dikembangkan oleh Orde Baru untuk pemilu-pemilu berikutnya.[3]
            Pada masa ini Soeharto memunculkan dwi fungsi ABRI bukan hanya sebagai penjaga keamanan tetapi juga sebagai aktif dalam bidang Politik. ABRI aktif dalam politik bidang eksekutif dan legislatif. Dalam bidang eksekutif sangat nyata terutama melalui Golkar. Hubungan ABRI dan Golkar disebut sebagai hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. ABRI mampu menempatkan perwira aktif ke dalam Dewan Pengurus Pusat. Selain itu, hampir di seluruh daerah tingkat I dan daerah tingkat II jabatan ketua Golkar dipegang oleh ABRI aktif. Selain dalam sektor eksekutif, ABRI dalam bidang politik juga terlibat dalam sektor Legislatif. Meskipun militer bukan kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilihan umum, mereka tetap memiliki wakil dalam jumlah besar (dalam DPR dan MPR) melalui Fraksi Karya ABRI. Namun keberadaan ABRI dalam DPR dipandang efektif oleh beberapa pihak dalam rangka mengamankan kebijaksanaan eksekutif dan meminimalisir kekuatan kontrol DPR terhadap eksekutif. Efektivitas ini diperoleh dari adanya sinergi antara Fraksi ABRI dan Fraksi Karya Pembangunan dalam proses kerja DPR; serta adanya perangkat aturan kerja DPR yang dalam batas tertentu membatasi peran satu fraksi secara otonom. Dalam MPR sendiri, ABRI (wakil militer) mengamankan nilai dan kepentingan pemerintah dalam formulasi kebijakan oleh MPR.[4]
            Dengan demikian militer dijadikan alat memerintah dalam sebuah partai sendiri. Jika tidak, ada kemungkinan nyata bahwa partai-partai tradisional, dengan akar yang dalam di masyarakat Indonesia, akan memenangkan suara untuk menempatkan mereka dalam posisi relatif merdeka dari Suharto
Hilangya Kebebasan Pers
            Pada awal kekuasaan orde baru, Indonesia dijanjikan akan keterbukaan serta kebebasan dalam berpendapat. Masyarakat saat itu bersuka-cita menyambut pemerintahan Soeharto yang diharapkan akan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pemerintah pada saat itu harus melakukan pemulihan di segala aspek, antara lain aspek ekonomi, politik, social, budaya, dan psikologis rakyat. Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit, bahkan perkembangan ekonomi pun semakin pesat. Namun sangat tragis, bagi pers di Indonesia. Pers mendapat berbagai tekanan dari pemerintah. Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam penerbitannya.
Pada masa orde baru, segala penerbitan di media massa berada dalam pengawasan pemerintah yaitu melalui departemen penerangan. Bila ingin tetap hidup, maka media massa tersebut harus memberitakan hal-hal yang baik tentang pemerintahan orde baru. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak menjalankan fungsi yang sesungguhnya yaitu sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
“Pada masa orde baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab”.
Namun pada kenyataanya pers tidak memiliki kebebasan.[5]
Gerakan  Mahasiswa
Pergerakkan ini bermula sekitar pertengahan Januari 1974. Terjadi kerusuhan pecah di Jakarta selama kunjungan Perdana Menteri Jepang yaitu Kakuei Tanaka, kerusuhan terjadi beberapa bulan dan kritik yang semakin tajam terhadap pemerintah oleh para pemimpin mahasiswa dan intelektual muda, hati-hati didukung oleh setidaknya satu faksi militer. Jepang pada saat itu dianggap sebagai pemeras ekonomi Indonesia karena mengambil lebih dari 53% ekspor (71% diantara nya berupa minyak) dan memasok 29% impor Indonesia. Berawal dengan damai, protes tertib, seolah-olah melawan kapitalisme korporasi kejam Jepang, selain itu investasi jepang yang semakin bertambah dari waktu ke waktu di Jawa dianggap membunuh pengusaha-pengusaha kecil pribumi. Hal ini mendapat perhatian dari masyarakat khususnya kalangan mahasiswa. Tepat pada hari kedatangan PM Jepang Tanaka, mahasiswa se-Indonesia melakukan aksi bersama di pusat ibukota. Aksi apel besar yang dipusatkan dihalaman Universitas Trisakti ini tadinya merupakan aksi damai, namun tanpa disangka yang terjadi adalah perbuatan anarki diberbagai tempat di wilayah ibukota. Mobil, motor dan produk elektronik Jepang semuanya dibakar, bahkan gedung-gedung dan pusat perbelanjaan di Senen, Harmoni, pun ikut dibakar.
Pemerintah mengambil ledakan ini sebagai dalih, tidak hanya untuk menangkap jumlah yang cukup besar dari para kritikus, tetapi untuk bersikeras bahwa mahasiswa tidak boleh terlibat dalam politik. Mereka harus membatasi diri ke kampus-kampus mereka. Kebebasan akademik akan dihormati, tetapi hanya selama itu terkurung dalam ratapan universitas. Bahkan di sana, mahasiswa dan guru telah memperingatkan bahwa kritik harus konstruktif. Kebijakan ini bagaimanapun, memiliki efek yang tidak diinginkan dari membuat universitas tampil lebih sebagai kebebasan relatif dalam sistem politik memperdalam otoritarianisme.

Ancaman dari Soeharto untuk Soeharto

Tak satu pun dari perpecahan internal dalam angkatan bersenjata yang fatal, tetapi mereka tidak dilepas. Soeharto sangat menyadari, dengan disintegrasi sisa koalisi satu waktunya, mungkin tergoda untuk beberapa perwira militer mencoba untuk mengumpulkan koalisi baru, dengan kudeta, pembunuhan, atau cara lain. ketakutan itu, lebih dari apa pun, yang berada di balik tindakan 20 Januari 1978. Bahwa ketakutan itu tetap ditunjukkan oleh peristiwa setelah sukses  Suharto terpilih kembali sendiri sebagai presiden pada bulan Maret. Dengan melirik peristiwa ini menurut Ben Anderson bahwa kita mungkin pantas menyimpulkan untuk setiap peristiwa menunjukkan Soeharto bertekad untuk melanjutkan, kekuasaannya untuk beberapa tahun kedepan.
Rezim menerima sentakan tidak menyenangkan ketika Sultan Hamengku Buwono dari Jogjakarta, lama Wakil Presiden di bawah Soeharto, mengumumkan pada bulan Maret bahwa ia tidak akan berdiri untuk pemilihan kembali. Pengumuman, sementara dengan alasan kesehatan dan tidak lagi bersedia untuk memikul tanggung jawab atas kebijakan . Dalam memilih wakil presiden baru, Soeharto memiliki kurang lebih pilihan berikut : tokoh terkenal dari salah satu partai politik, idealnya dari Muslim UDP; seorang jenderal yang sangat senior dengan reputasi yang relatif baik atau independen tanpa dukungan politik yang kuat dari sendiri. Pilihan pertama akan mewakili upaya untuk merayu pengkritiknya, kedua akan berarti bahwa ia dengan hati-hati merapikan jalan bagi penggantinya. Ketiga yang merupakan pilihan yang benar-benar dibuat dalam pribadi,mantan Menteri Luar Negeri Adam Malik - mengungkapkan bahwa Suharto dipercaya seorang pun dengan berat badan politik yang nyata dalam posisi begitu strategis, dan bertekad untuk memerintah untuk masa depan yang tak terbatas.
Selain itu mulainya keinginan untuk menentang Pemikian Soeharto yang dianggap terlalu bersifat otokratik, Menempatkan Jendral di Bagian-bagian menteri ketika Jenderal Ali Murtopo itu sebagai Menteri Informasi ha; ini sangat berparuh signifikan bagi pers. Kemudian Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia kementerian agama (sebuah lingkungan pengetahuan Muslim tua) diberikan kepada seorang jenderal (Jenderal Alamsjah), yang paling mungkin”konsensus”calon suksesi presiden, Wakil Atmed Pasukan Komandan -in-ChiefSurono telah dibawa dari hirarki militer ke dalam posting bergengsi dan berdaya mengawasi kebijakan kesejahteraan sosial. Paling mengkhawatirkan dari semua posisi Kepala Badan Intelijen Negara dan Kepala Staf (yaitu, sebenarnya controller) dari Kopkamtih telah dimasukkan di tangan satu orang, takut Yoga Umum Sugumo.(Sebuah analogi Amerika akan membuat orang yang sama secara bersamaan kepala FBI dan CIA.) Penetangan ini mulai terbukti pergerakannya dengan ditangkapnya seorang mahasiswa perakit bom yang diduga ingin membunuh Presiden dan Istrinya di Istana. Hal ini memunculkan kekhawatiran bagi soeharto.
Kesimpulan dan telaah kritik
            Jika kita telaah lebih lanjut, tulisan Ben Anderson ini merupakan kritik terhadap sistem pemerintahan Orde baru yang dipimpin oleh Soeharto yang lebih mengedepankan kekuasaan dan cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan dengan kepentingan masyarakat dapat dikatakan Soeharto banyak menguasai aset Negara dan digunakan untuk kepentingan masyarat tetapi juga dipersalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Salah satunya memunculkan dwifungsi ABRI yang bukan hanya sebagai penjaga keamanan tetapi juga ikut dalam politik. Soeharto berasal dari militet yang menyebabkan mengutamakan ABRI sebagai penggerak roda pemerintahan. Dalam tulisannya kali ini Ben Anderson mengedepankan Anti-Komunisme soeharto. membenci PKI karena tiga alasan mendasar.
·     Pertama, ada semata-mata persaingan institusional :
·     Kedua, tentara telah menjadi sangat tergantung pada Amerika Serikat dalam hampir setiap aspek keberadaannya ; Pada tahun itu militer tidak bisa memproduksi senapan sendiri. Karena kerjasama dengan Amerika ini salah satu satu faktornya karena Amerika Anti-Komunisme sehingga mengancam mencabut kerja samanya.
·     Ketiga, ketika PKI menyerang” para jenderal telah menjadi penerima manfaat utama dari 1957-1958 nasionalisasi pemeran yang luas dari kepemilikan perusahaan Belanda di Indonesia, sebagai perusahaan negara, perusahaan-perusahaan telah ditempatkan di bawah kendali perwira senior angkatan darat, membuat petugas secara individu sangat kaya dan menyediakan porsi yang cukup besar dari anggaran kelembagaan tentara sebenarnya.
            Hal ini seolah-olah memunculkan bahwa rekayasa pembunuhan 6 Jendral itu merupakan rekayasa yang dibuat oleh soeharto untuk menjatuhkan PKI yang pada saat itu dibawah perlindungan Soekarno dan dengan kekacauan itu membuat angkatan senjata yang pada saat itu berada dibawah komandonya dan fosi tidak percaya terhadap kepemimpinan soekarno mengakibatkan penuruan jabatan soekarno dan di angkatknya soeharto sebagai penggantinya.
 Cara Suharto menghindari potensi perpecahan dalam militer karena persaingan pemilu dengan cara memberikan penghargaan kepada pendukungnya di militer dengan menunjuk mereka untuk menempati jabatan-jabatan tertentu dalam kekuasaan Soeharto.
Pada kepemilihan Soeharto yang untuk kedua kalinya dimulai pertentangan dua arah yang berlawanan dengan soeharto yang menjadikan banyaknya pergerkan untuk mengganti Soeharto sebagai pemimpin Negara hal ini dapat dikatakan tanda-tanda keinginan soeharto berakhir untuk Indonesia.



[1] Inu Kencana Syafiie,SIstem Pemerintahan Indonesia.PT Rineka Cipta:Jakarta. 1994.
[2] Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

[3] Sigit Pamungkas.2009.Perihal Pemilu.Yogyakarta:Laboratorium Jurusan Ilmu      Pemerintahan UGM
[4] Sigit pamungkas.2011.partai politik. Yogyakarta : institute for democracy and welfarism

[5] Abar, Ahmad Zaini. 1994. “Kekecewaan Masyarakat dan Kebebasan Pers”. Prisma. Jakarta: LP3ES

Perbedaan Kebijakan Publik dan Kebijakan Pemerintahan


Nama           : Muhammad Ridhoni
Nim             : D1B112026        
Jurursan        : Ilmu Pemerintahan


Anderson (1975)
Kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Chief J.O. Udoji (1981)
Mendefinisikan kebijaksanaan publik sebagai “ An sanctioned course of action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at large.” Maksudnya ialah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.
Chandler dan Plano (1988)
Kebijakan publik ialah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
Kebijakan Pemerintahan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat,. Kebijakan akan menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku. Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan Pemerintahan lebih bersifat adaptif dan intepratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan pemerintahan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada.
              Kebijakan pemerintah adalah keputusan yang diambil oleh pemerintah untuk memecahkan permasalahan di negara tersebut baik dalam hal politik, ekonomi, sosial, ataupun budaya.

              Kebijakan pemerintah menurut Werf adalah suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.

Analisis :
              Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah dan publik itu memiliki pengertian hal yang hampir sama karena membuat keputusan yang tidak dapat diganggu gugat dan juga keputusan tersebut cenderung tanpa merundingkan kemasyarakat hanya dibuat oleh orang-orangnya tanpa memikirkan masyakarat menyetujui kebijakan tersebut atau tidak. Tetapi kebijakan ini dilakukan untuk menstabilkan Negara dan juga untuk kemakmuran masayarakat.