Popular Posts

Thursday, January 22, 2015

Pendaftaran Tanah



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
      Belakangan ini permasalahan pertanahan di negeri kita indonesia muncul dengan berbagai variasinya serta memiliki kecenderungan menimbulkan semakin maraknya konflik dan sengketa tanah. Tanah yang merupakan suatu benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi tiap-tiap individu karena setiap manusia membutuhkan tempat untuk menetap.
      Dan kebutuhan akan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan usaha, dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dapat dipakai sebagai jaminan mendapatkan pinjaman bank, untuk keperluan jual beli dan sewa menyewa. Tidak mengherankan jika kita sering mendengar konflik terjadi karena masyarakat mempermasalahkan tanah yang ada. Konflik tersebut dapat karena terjadi perebutan hak kepemilikan, penyerobotan, perusakan, hingga kecurangan dalam proses jual beli. Munculnya konflik tersebut antara lain dipicu karena jumlah penduduk makin besar, tetapi tidak diimbangi dengan luas tanah yang tersedia. Begitu pentingnya kegunaan tanah bagi orang atau badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. Dan jaminan kepastian hukum, baik kepastian status yang terdaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak dapat diwujudkan dengan melakukan pendaftaran tanah dan ketentuan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat 1 UUPA diatur dalam peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997. Kemudian proses akhir dari pendaftaran tanah tersebut akan menghasilkan alat bukti berupa Buku Tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur.
      Dan jika membicarakan tentang pendaftaran tanah di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah tingkat pendaftarannya masih rendah khususnya daerah pedesaan dan total keseluruhan tanah yang sudah bersertifikat di Kabupaten tersebut hanya mencapai 35 persen dari sekitar 550 ribu bidang tanah di daerah itu. Padahal menurut Pasal 19 UUPA bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum dan didalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 juga menyebutkan tentang  Pendaftaran Tanah adalah untuk  memberikan  kepastian  hukum  dan  perlindungan  hukum  kepada  pemegang  hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah  dapat  membuktikan  dirinya  sebagai  pemegang  hak  yang  bersangkutan. Kemudian pada Pasal  19  ayat  (2)  huruf  c  UUPA  menyebutkan diakhir kegiatan pendaftaran tanah yang diadakan adalah pemberian surat tanda bukti, yang berlaku sebagai  alat pembuktian  yang  kuat. Serta pada Pasal 13 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dinyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan sertifikat. Dengan begini dengan melakukan pendaftaran tanah maka akan mendapatkan kepastian hukum dan akan memperkecil resiko dikemudian hari.
 Dan ini lah yang menjadi latar belakang dalam pembuatan makalah ini, yakni memahami tentang penyebab mengapa masih rendahnya tingkat pendaftaran tanah didesa sehingga mengakibatkan hanya sedikit dan total keseluruhan di wilayah Kabupaten Temanggung, Jawa tengah ini tanah yang memiliki sertifikat hanya 35 persen dari 550 ribu bidang tanah.


1.2  RUMUSAN MASALAH
a.       Mengapa masih rendahnya tingkat pendaftaran tanah didesa dan hanya sebesar 35 persen saja tanah yang bersertifikat di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah?
b.      Apakah kendala-kendala yang dihadapi Badan Pertanahan Kabupaten dalam mengatasi permasalahan pendaftaran tanah di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah?



1.3  TUJUAN
1.      Mengetahui permasalahan mengapa masih rendahnya tingkat pendaftaran tanah di desa dan hanya sebesar 35 persen saja tanah yang memiliki sertifikat di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah
  1. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Kabupaten terkait dengan pendaftaran tanah di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  PENGERTIAN TANAH
      Tanah yang merupakan suatu benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi tiap-tiap individu karena setiap manusia membutuhkan tempat untuk menetap.

2.2  PENDAFTARAN TANAH
      Pada tanggal 24 September 1960 disahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau yang dikenal sebagai UUPA. Dan salah tujuan diundangkan UUPA ini adalah pemberian jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat indonesia. Dan terkait dengan pemberian jaminan kepastian hukum dapat dilakukan dengan pendaftaran tanah.
      Dan pendaftaran tanah ini menjadi kewajiban pemerintah maupun pemegang hak atas tanah. dan ketentuan tentang kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah diatur pada pasal 19 UUPA. Sedangkan yang mengatur kewajiban bagi pemegang Hak Milik untuk mendaftarkan hak atas tanahnya diatur dalam Pasal 23 UUPA. , dan pemegang HGU diatur dalam Pasal 32 UUPA, serta untuk pemegang HGB diatur dalam Pasal 38 UUPA.
      Kemudian ketentuan lebih lanjut menurut Pasal 19 ayat 1 UUPA diatur dalam Peraturan Pemerintah. Yakni pendaftaran tanah dalam bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka rechtcadaster (pendaftaran tanah) diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan pendaftaran tanah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah tersebut berupa Buku Tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat Ukur.
      Dan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997 ini dilaksanakan dengan peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen Agraria/Kepala BPN) No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah yang termuat dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ini memiliki pengertian yakni serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah, dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian Surat Tanda Bukti bagi tanah-tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. [1]
      Pendaftaran berasal dari Kata Cadaster (Bahasa Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang luas, nilai dan kepemilikan atau lain-lain atas hak terhadap suatu bidang tanah. Selain itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin “Capilastrum” yang berarti suatu register atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan hukum lainnya) (Purba, 2006) .
      UUPA memberi pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi : Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah, pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak serta pemberian tanda tanda bukti hak sebagai alat pembuktiaan yang kuat.
      Dan dalam penyelenggaraannya pendaftaran tanah ini dilakukan oleh instansi pemerintah, yakni menurut Pasal 5 dalam peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dan Badan Petanahan Nasional dibagi berdasarkan Wilayah :
a.       Ditingkat Pusat dibentuk Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
b.      Di Tingkat Provinsi di bentuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
c.       Di tingkat Kabupaten/kota di bentuk Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
    
     Pasal 19 ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negera dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut perimbangan Menteri Agraria. Dan dalam pasal 19 ayat (4) UUPA menetapkan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari ketentuan membayar biaya pendaftaran tanah.

Kemudian kegiatan pendaftaran tanah dalam Psal 19 Ayat (2) UUPA dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yakni berupa
a.       Kegiatan pendaftaran Tanah untuk pertama kali (Opzet atau Initial Registration)
            Pendekatan yang digunakan Badan Pertanahan untuk mengatasi permasalahan  dapat berupa Pendekatan sporadik bersifat pasif dengan menunggu masyarakat yang datang ke kantor pertanahan untuk mendaftarkan tanahnya dan biaya sepenuhnya ditanggung oleh pemilik bidang tanah. Sedangkan pendekatan sistematik bersifat aktif, pemerintah dalam hal ini petugas kantor pertanahan mendatangi masyarakat di suatu desa dengan memetakan secara lengkap desa tersebut dan mensertipikatkan semua bidang tanah yang ada yang sedang tidak dalam masalah, dan dengan biaya yang relatif murah karena sebagian besar subsidi oleh pemerintah. Melalui PRONA (program Proyek Operasi Nasional Agraria) ataupun PRODA (program Proyek Nasional Operasi Agraria Daerah).
            Menurut Soemardjono 1989 dalam Suharno (2001:28) mengatakan bahwa bagi seseorang yang tidak mempunyai kepentingan mendesak yang mengharuskan untuk mendaftarkan tanahnya, dan tahu bahwa walaupun tanahnya tidak didaftarkan tidak ada sanksinya, ditambah lagi dengan adanya biaya yang dianggap relatif mahal dan penyelesaiannya dianggap dalam waktu cukup lama dan tidak jelas, akan membuat seseorang cenderung untuk tidak melakukan pendaftaran tanah.
b.      Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah (Bijhouding atau Maintenance)

2.3  SERTIFIKAT
      Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang  Pendaftaran Tanah adalah untuk  memberikan  kepastian  hukum  dan  perlindungan  hukum  kepada  pemegang  hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah  dapat  membuktikan  dirinya  sebagai  pemegang  hak  yang  bersangkutan.Untuk memberikan  kepastian  hukum  dan  perlindungan  hukum,  kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
      Dan pada Pasal  19  ayat  (2)  huruf  c  UUPA  , disebutkan bahwa proses diakhir dari kegiatan pendaftaran tanah yang diadakan adalah pemberian surat tanda bukti, yang berlaku sebagai  alat pembuktian  yang  kuat.
      Dan pada Pasal 13 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dinyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan sertifikat, yaitu salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.
     




BAB III
ANALISA MASALAH

Di Temanggung, Tanah Bersertifikat 35 Persen[2]
Rabu , 24 Sep 2014 14:05 WIB
  
Sertifikat tanahjpnn.com
Skalanews - Tanah bersertifikat di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, baru mencapai 35 persen dari sekitar 550 ribu bidang tanah di daerah itu. "Kami masih butuh waktu sekitar 30 hingga 35 tahun untuk menyelesaikan penyertifikatan tanah di Kabupaten Temanggung," kata Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Temanggung Hartoyo di Temanggung, Rabu (24/9).
Ia mengatakan hal tersebut usai upacara peringatan Hari Agraria Nasional di halaman Kantor Setda Temanggung. Menurut dia, untuk mempercepat pendaftaran tanah pihaknya meminta pada Pemkab Temanggung melakukan terobosan dengan mengalokasikan anggaran untuk program proda.
"Program ini masih kami komunikasikan dengan pemda untuk mengalokasikan anggaran melalui proda, tetapi sampai sekarang belum ada alokasi dari pemda," katanya.
Ia mengatakan untuk 2015 yang sudah mendaftar melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) 1.000 lebih dari target sebanyak 3.400 bidang tanah.
Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat, Kantor Pertanahan Kabupaten Temanggung, Imam Budi Santoso, mengatakan, pada periode Januari hingga pertengahan September 2014 jumlah penyelesaian sertifikat di Kantor Pertanahan Temanggung mencapai 16.638 bidang tanah.
            Ia menyebutkan, sejumlah penyelesaian sertifikat tersebut terdiri atas kegiatan legalisasi aset dan rutin. Kegiatan legalisasi aset meliputi Prona 3.500 bidang tanah, konsolidasi tanah 200 bidang, redistribusi tanah 100 bidang. Kemudian kegiatan rutin 12.791 bidang tanah dan wakaf 47 bidang tanah. "Kami melakukan sosialisasi kepada masyarakat supaya lebih memahami pentingnya sertifikat, khususnya pada desa-desa yang jumlah bidang terdaftarnya masih cukup rendah," katanya. [mad/ant]
KOMENTAR :
            Dari permasalahan di atas dapat dilihat bahwa permasalahan yang dihadapi dalam pendaftaran tanah adalah dimana hanya 35 persen saja tanah yang bersertifikat dari 550ribu bidang tanah dan ini dikarenakan juga pendaftarnya masih rendah. Dan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang dimana pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kemudian pasal 19 ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negera dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut perimbangan Menteri Agraria. Maka dengan begini pendaftaran tanah diprioritaskan di daerah perkotaan disebabkan di daerah ini lalu lintas perekonomian lebih tinggi daripada di daerah pedesaan. Dan pendaftaran tanah ini juga bergantung pada anggaran negara, petugas pendaftaran tanah, peralatan yang tersedia dan kesadaran masyarakat pemegang hak atas tanah.
            Kemudian UUPA menetapkan dalam pasal 19 ayat (4) UUPA menetapkan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari ketentuan membayar biaya pendaftaran tanah. Namun Ketentuan ini tidak dilaksanakan dilapangan. Mayoritas pemilik tanah di pedesaan dengan pendapatan yang relatif rendah tidak mampu mensertipikatkan tanahnya. Biaya pensertipikatan tanah oleh masyarakat dianggap mahal. Sikap penduduk terhadap biaya pensertipikatan tanah, oleh penduduk dipahami sebagai kesadaran subyektif (Ritzer, 1985 : 55).
            Melihat hal tersebut sama seperti menurut Soemardjono 1989 dalam Suharno (2001:28). Beliau mengatakan bahwa bagi seseorang yang tidak mempunyai kepentingan mendesak yang mengharuskan untuk mendaftarkan tanahnya, dan tahu bahwa walaupun tanahnya tidak didaftarkan tidak ada sanksinya, ditambah lagi dengan adanya biaya yang dianggap relatif mahal dan penyelesaiannya dianggap dalam waktu cukup lama dan tidak jelas, akan membuat seseorang cenderung untuk tidak melakukan pendaftaran tanah.
Dengan begini dapat terlihat bahwa seseorang tidak mempunyai motif untuk mensertipikatkan tanahnya atau dengan kata lain masyarakat kurang berkeinginan untuk mensertipikatkan tanah yang dimiliki.  Oleh karena itulah maka Badan Pertanahan Kabupaten seharusnya mendaftarkan tanah dengan cara pendekatan sistematik yakni bersifat aktif, pemerintah dalam hal ini petugas kantor pertanahan mendatangi masyarakat di suatu desa dengan memetakan secara lengkap desa tersebut dan mensertipikatkan semua bidang tanah yang ada yang sedang tidak dalam masalah, dan dengan biaya yang relatif murah karena sebagian besar subsidi oleh pemerintah. Dan sepertinya Badan pertahanan kabupaten di daerah Kabupaten Temanggung ini ingin menerapkan model pendekatan bersifat aktif namun terkendala berada pada pengalokasian Program anggaran melalui proda yang belum ada tanggapan dari pemda. Jika saja pengalokasian anggaran untuk proda telah ada maka masyarakat akan terbantu karena dengan adanya proda maka masyarakat membayar murah untuk pendaftaran tanah, dan tentunya ini akan meningkatkan pendaftaran tanah. Dan tidak hanya itu jika sudah mendaftarkan tanahnya maka akan mendapatkan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah yang dimilikinya, sehingga manfaatnya sebagai pemegang hak akan mendapatkan rasa aman, tidak lagi diresahkan akan mendapatkan permasalahan dikemudian hari, dan tidak hanya itu tetapi juga dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridis tanah tersebut, memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak, harga tanaj menjadi lebih tinggi dan kalau perlu uang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan, dan juga dalam penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak muah keliru. Kemudian keuntungan yang didapatkan oleh Badan Pertanahan Kabupaten adalah akan memperlancar kegiatan pendaftaran tanah dan dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan di daerah tersebut dan akhirnya akan terwujud tertib administrasi pertanahan yang sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan.
            Namun Proda ini tidak dapat dilaksanakan akibat adanya kendala pada pengalokasian Program anggaran melalui proda yang belum ada tanggapan dari pemda.















BAB IV
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
      Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat pendaftaran tanah didesa dan hanya sebesar 35 persen saja tanah yang bersertifikat di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah diakibatkan oleh rendahnya pemahaman masyarakat tentangnya pentingnya sertifikat dan juga dikarenakan biaya pendaftaran tanah yang relatif mahal untuk masyarakat di pedesaan dan tidak hanya itu seperti yang diungkapkan oleh Soemardjono 1989 dalam Suharno (2001:28) mengatakan bahwa bagi seseorang yang tidak mempunyai kepentingan mendesak yang mengharuskan untuk mendaftarkan tanahnya, dan tahu bahwa walaupun tanahnya tidak didaftarkan tidak ada sanksinya, ditambah lagi dengan adanya biaya yang dianggap relatif mahal dan penyelesaiannya dianggap dalam waktu cukup lama dan tidak jelas, akan membuat seseorang cenderung untuk tidak melakukan pendaftaran tanah.
      Dan ini menjadi kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Kabupaten terkait pendaftaran tanah berdasarkan uraian diatas dapat terlihat bahwa masalahnya ada pada masyarakat yang tidak mampu bayar biaya pendaftaran tanah yang terbilang cukup mahal serta malesnya masyarakat berurusan. Untuk itu hendaknya Badan Pertanahan Kabupaten melakukan pendaftaran tanah dengan cara pendekatan sistematik bersifat aktif, yakni pemerintah dalam hal ini petugas kantor Pertanahan Kabupaten mendatangi masyarakat di suatu desa dengan memetakan secara lengkap desa tersebut dan mensertipikatkan semua bidang tanah yang ada yang sedang tidak dalam masalah, dan dengan biaya yang relatif murah karena sebagian besar subsidi oleh pemerintah.
      Dan seperti yang ditetapkan oleh UUPA dalam pasal 19 ayat (4) UUPA menetapkan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari ketentuan membayar biaya pendaftaran tanah. Dan ini dapat dilakukan Proda (program Proyek Nasional Operasi Agraria Daerah). Dan sepertinya Badan Pertanahan Kabupaten di daerah Kabupaten Temanggung ini ingin menerapkan model pendekatan bersifat aktif namun terkendala berada pada pengalokasian Program anggaran melalui proda yang belum ada tanggapan dari pemda. Terkait dengan biaya pendaftaran tanah itu pihak Badan Pertanahan Kabupaten Temanggung ingin melakukan terobosan melalui pengalokasikan anggaran untuk program Proda (program Proyek Nasional Operasi Agraria Daerah ) dan jika diterapkannya Proda ini maka masyarakat akan dapat membayar murah untuk pendaftaran tanah, dan tentunya ini akan meningkatkan pendaftaran tanah. Dan juga kerja Badan Pertanahan Kabupaten tidak terhambat lagi untuk menyelesaikan pendaftaran tanah. Namun Proda ini tidak dapat dilaksanakan akibat adanya kendala pada pengalokasian Program anggaran melalui proda yang belum ada tanggapan dari pemda.

3.2  SARAN
      Berdasarkan masalah pendaftaran tanah yang terjadi di pedesaan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dapat dilihat kalau yang menjadi masalah sehingga rendahnya tingkat pendaftaran adalah dikarenakan rendahnya partisipasi masyarakat untuk mendaftarkan tanah mereka, oleh karena itu hendaknya Badan Pertanahan Kabupaten hendaknya melakukan pendekatan sistematik bersifat aktif dalam mengatasi pendaftaran tanah dan juga kepada PEMDA agar lekas mengalokasikan anggaran untuk Proda.


[1] Dr. Urip Santoso,SH.,MH, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2013, hal. 287
[2] http://skalanews.com. Diakses pada 17 Desember 2014 Pukul 21.31 WITA

Makalah Alih Fungsi Lahan Pertanian Untuk Pembangunan



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Memasuki era globalisasi diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya pembangunan, salah satunya adalah tanah. Tanah memegang peranan yang penting sebagai lahan untuk merealisasikan pembangunan dalam hal ini adalah pembangunan fisik. Seperti diketahui, tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia, bahkan sesudah matipun masih memerlukan tanah.
Di kota Banjarmasin kebutuhan tanah cukup tinggi hal ini, di pengaruhi oleh sempitnya lahan dan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dikota Banjarmasin. Selain itu, banyak faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat konversi lahan pertanian. Tingginya alih fungli lahan pertanian di kota Banjarmasin ini, memerlukan kecermatan dalam mengatur tata ruang kota agar lahan-lahan produktif tidak beralih fungsi menjadi area perumahan atau pergudangan. Contohnya di Kecamatan Banjarmasin Selatan banyak lahan pertanian yang produktif dialih fungsikan menjadi area perumahan dan pergudangan.
1.2  Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yang akan di bahas adalah “Faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan di kota Banjarmasin?”.
1.3  Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk sebagai bahan kajian dan memberdayakan lahan pertanian di kota Banjarmasin secara baik.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah adalah kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi, yang mampumenumbuhkan tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah lahan bararti tanah terbuka, tanah garapan. Lahan diartikan sebagai suatu tempat terbuka di permukaan bumi yang dimanfaatkan oleh manusia, misalnya untuk lahan pertanian, untuk membangun rumah, dan lain-lain.
Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanamanpertanian maupun hewan ternak. Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Lahan pertanian di bedakan menjadi dua yaitu; 1) Pertanian Lahan basah adalah Pertanian yg di kembangkan pada dataran rendah yg mmpunyai ketinggian ukuran 300 m diatas permukaan laut yg di sekitarnya terdapat banyak air dari sungai sungai atau saluran irigasi. Tanaman yang dapat dibudidayakan di lahan basah adalah tanaman padi; 2) Pertanian Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan atau menunggu hujan. Pada umumnya lahan kering berada pada ketinggin 500 - 1500 m diatas permukaan laut. Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan, yaitu lahan kering berbasis palawija (tegalan), lahan kering berbasis sayuran (dataran tinggi) dan pekarangan.
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.



BAB III
ANALISIS MASALAH
Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi lahan sebelumnya menjadi fungsi baru yang menimbulkan dampak negative bagi lingkungan sekitar dan kehidupan masyarakat. Di kota Banjarmasin sendiri, alih fungsi lahan semakin intens terjadi. Oleh sebab itulah, dijelaskan dibawah ini beberapa faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di kota Banjarmasin.
1.      Faktor Kependudukan dan Kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. Untuk kota Banjarmasin sendiri kepadatan penduduknya mencapai  6582 jiwa km2 dengan kepadaatan penduduk terbesar di Banjarmasin Tengah sebanyak 13701 jiwa per km2. Dengan tingginya jumlah kepadataan penduduk diKecamatan  Banjarmasin Tengah menyebabkan penduduk di Banjarmasin Tengah melakukan perpindahaan tempat tinggal ke daerah Kecamatan Banjarmasin Selatan yang memiliki lahan pertaniaan yang banyak sehingga menimbulkan permintaan perumahan yang tinggi serta menyebabkan pergantian fungsi lahan pertaniaan menjadi non pertaniaan.Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan di kibat peningkatan intensitas kegiatan masyarakat, seperti lapangan golf, pusat perbelanjaan, jalan tol, tempat rekreasi, dan sarana lainnya.
2.      Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh dari aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Khususnya di kota Banjarmasin dengan rendahnya insentif untuk berusaha tani yang disebabkan oleh tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu,factor lain yang mempengaruhi petani di Banjarmasin menjual lahanya untuk kebutuhan keluarga yang terdesak, kebutuhan akan modal usaha seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagian lahan pertaniannya dan pindah ke lahan pertaniaan di daerah yang lebih rendah harga lahan dan biaya produksi di bidang pertaniaan.
3.      Faktor sosial budaya, juga mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertaniaan, seperti di Banjarmasin banyak penduduk kota Banjarmasin beranggapan bahwa mata pencariaan di bidang pertaniaan tidak dapat meningkatkan taraf hidup di masa sekarang tidak seperti pada masa lalu yang di sebabkannya rendahnya harga jual hasil produksi pertaniaan di banding usaha di sector non pertaniaan.
4.      Degradasi lingkungan turut mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertaniaan menjadi nonpertaniaan, seperti yang terjadi di kota Banjarmasin akibat dari kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian terutama sawah membuat petani di Banjarmasin mengalami kesulitan mendapatkan air untuk irigasi dan mengakibatkan gagalnya panen sehingga menambah kerugiaan petani, selain itu penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan berdampak pada rusaknya kualitas tanah dan air yang mengakibatkan turunnya hasil dan kualitas produksi pertaniaan, sehingga petani harus menjual lahannya untuk menutupi modal yang hilang karena kegagalan panen dan penurunan hasil dan kualitas produksi pertaniaan.
5.      Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya di Banjarmasin sumbangan terbesar untuk Pendapatan Asli Daerah berasal dari pajak bangunan dan  ijin untuk mendirikan bangunan seperti pembangunan Hotel dan Perumahan, sehingga pemerintah lebih mengutamakan pembangunaan guna meningkatkan PAD yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan ketahanaan pangan di kota Banjarmasin dan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat.
6.      Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (Law Enforcement) dari peraturan-peraturan yang ada. Dalam kontek ini peraturan perundang undangan yang mendukung perda mengenai alih fungsi lahan Khusunya Kota banjarmasin dalam pelaksanaan teknis nya masih sangat lemah di karenakan dalam pelaksanaannya di bagi ke dalam urusan pemerintahan pusat, daerah dan provinsi atas pembagian inilah alih fungsi lahan menjadi terkendala selain itu dalam realisasi penegakannya alih fungsi lahan di kota banjarmasin cenderung mengarah kepada suatu ke untungan strategis semata maka peran peraturan daerah menjadi sangat lemah





Bab IV
Kesimpulan
Dari analisa masalah di atas faktor faktor alih fungsi lahan kota banjarmasin tersebut lebih di dominasi oleh faktor kependudukan dan ekonomi karena ke dua faktor inilah yang menjadi masalah utama yang harus di selesaikan dan di tanggapi untuk mengatur alih fungsi lahan khusunya di kota banjarmasin ini karena kota banjarmasin memiliki jumlah penduduk yang tinggi dan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal maupun untuk pembangunan sedikit sedangkan dalam tata kota kurang dapat mengatur urusan alih fungsi lahan karena masalah dalam diri individu yang lebih berfokus kepada kehidupan ekonominya