BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Belakangan
ini permasalahan pertanahan di negeri kita indonesia muncul dengan berbagai
variasinya serta memiliki kecenderungan menimbulkan semakin maraknya konflik
dan sengketa tanah. Tanah yang merupakan suatu benda yang memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia dan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia (kebutuhan papan) yang mempengaruhi eksistensi tiap-tiap individu
karena setiap manusia membutuhkan tempat untuk menetap.
Dan kebutuhan akan tanah dewasa ini
semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan
usaha, dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak
saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dapat dipakai
sebagai jaminan mendapatkan pinjaman bank, untuk keperluan jual beli dan sewa
menyewa. Tidak mengherankan jika kita sering mendengar konflik terjadi karena
masyarakat mempermasalahkan tanah yang ada. Konflik tersebut dapat karena
terjadi perebutan hak kepemilikan, penyerobotan, perusakan, hingga kecurangan
dalam proses jual beli. Munculnya konflik tersebut antara lain dipicu karena
jumlah penduduk makin besar, tetapi tidak diimbangi dengan luas tanah yang
tersedia. Begitu pentingnya kegunaan tanah bagi orang atau badan hukum menuntut
adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut. Dan jaminan kepastian
hukum, baik kepastian status yang terdaftar, kepastian subjek hak, dan
kepastian objek hak dapat diwujudkan dengan melakukan pendaftaran tanah dan
ketentuan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 ayat 1 UUPA diatur dalam peraturan
pemerintah No. 24 Tahun 1997. Kemudian
proses akhir dari pendaftaran tanah tersebut akan menghasilkan alat bukti
berupa Buku Tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan
Surat Ukur.
Dan jika membicarakan tentang pendaftaran
tanah di Kabupaten
Temanggung, Jawa Tengah tingkat pendaftarannya masih rendah khususnya daerah
pedesaan dan total keseluruhan tanah yang sudah bersertifikat di Kabupaten
tersebut hanya mencapai 35 persen dari sekitar 550 ribu bidang tanah di daerah
itu. Padahal menurut Pasal 19 UUPA bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah
untuk menjamin kepastian hukum dan didalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 juga menyebutkan tentang Pendaftaran
Tanah adalah untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan
hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang
hak yang bersangkutan. Kemudian pada Pasal 19
ayat (2) huruf
c UUPA menyebutkan diakhir kegiatan pendaftaran
tanah yang diadakan adalah pemberian surat tanda bukti, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang
kuat. Serta pada Pasal 13 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
dinyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan
sertifikat. Dengan begini dengan melakukan pendaftaran tanah maka akan
mendapatkan kepastian hukum dan akan memperkecil resiko dikemudian hari.
Dan ini lah yang menjadi latar belakang dalam
pembuatan makalah ini, yakni memahami tentang penyebab mengapa masih rendahnya
tingkat pendaftaran tanah didesa sehingga mengakibatkan hanya sedikit dan total
keseluruhan di wilayah Kabupaten Temanggung, Jawa tengah ini tanah yang
memiliki sertifikat hanya 35 persen dari 550 ribu bidang tanah.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
a.
Mengapa
masih rendahnya tingkat pendaftaran tanah didesa dan hanya sebesar 35 persen
saja tanah yang bersertifikat di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah?
b.
Apakah
kendala-kendala yang dihadapi Badan Pertanahan Kabupaten dalam mengatasi
permasalahan pendaftaran tanah di Kabupaten
Temanggung Jawa Tengah?
1.3 TUJUAN
1.
Mengetahui
permasalahan mengapa masih rendahnya
tingkat pendaftaran tanah di desa dan hanya sebesar 35 persen saja tanah yang memiliki sertifikat di
Kabupaten Temanggung Jawa Tengah
- Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Kabupaten terkait dengan pendaftaran tanah di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN
TANAH
Tanah
yang merupakan suatu benda yang memegang peranan penting dalam kehidupan
manusia dan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (kebutuhan papan)
yang mempengaruhi eksistensi tiap-tiap individu karena setiap manusia
membutuhkan tempat untuk menetap.
2.2 PENDAFTARAN
TANAH
Pada tanggal 24 September 1960 disahkan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
atau yang dikenal sebagai UUPA. Dan salah tujuan diundangkan UUPA ini adalah
pemberian jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh
rakyat indonesia. Dan terkait dengan pemberian jaminan kepastian hukum dapat
dilakukan dengan pendaftaran tanah.
Dan pendaftaran tanah ini menjadi
kewajiban pemerintah maupun pemegang hak atas tanah. dan ketentuan tentang
kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah diatur pada pasal
19 UUPA. Sedangkan yang mengatur kewajiban bagi pemegang Hak Milik untuk
mendaftarkan hak atas tanahnya diatur dalam Pasal 23 UUPA. , dan pemegang HGU
diatur dalam Pasal 32 UUPA, serta untuk pemegang HGB diatur dalam Pasal 38
UUPA.
Kemudian ketentuan lebih lanjut menurut
Pasal 19 ayat 1 UUPA diatur dalam Peraturan Pemerintah. Yakni pendaftaran tanah
dalam bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka rechtcadaster
(pendaftaran tanah) diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan
pendaftaran tanah ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang
dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tanah tersebut berupa Buku Tanah dan
sertifikat tanah yang terdiri dari salinan Buku Tanah dan Surat Ukur.
Dan peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997
ini dilaksanakan dengan peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional (Permen Agraria/Kepala BPN) No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran tanah yang termuat dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ini memiliki pengertian yakni serangkaian
kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan
daftar mengenai bidang-bidang tanah, dan satuan-satuan rumah susun termasuk
pemberian Surat Tanda Bukti bagi tanah-tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. [1]
Pendaftaran berasal dari Kata Cadaster (Bahasa
Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang
luas, nilai dan kepemilikan atau lain-lain atas hak terhadap suatu bidang
tanah. Selain itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin “Capilastrum” yang
berarti suatu register atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam
artian yang tegas Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan-lahan, nilai
daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan hukum lainnya) (Purba,
2006) .
UUPA memberi pengertian pendaftaran tanah
diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi : Pengukuran,
pemetaan, dan pembukuan tanah, pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak
serta pemberian tanda tanda bukti hak sebagai alat pembuktiaan yang kuat.
Dan dalam penyelenggaraannya pendaftaran
tanah ini dilakukan oleh instansi pemerintah, yakni menurut Pasal 5 dalam
peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dan
Badan Petanahan Nasional dibagi berdasarkan Wilayah :
a.
Ditingkat
Pusat dibentuk Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
b.
Di
Tingkat Provinsi di bentuk Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
c.
Di
tingkat Kabupaten/kota di bentuk Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
Pasal
19 ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengingat keadaan negera dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial-ekonomi
serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut perimbangan Menteri Agraria. Dan dalam
pasal 19 ayat (4) UUPA menetapkan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari
ketentuan membayar biaya pendaftaran tanah.
Kemudian
kegiatan pendaftaran tanah dalam Psal 19 Ayat (2) UUPA dijabarkan lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, yakni berupa
a.
Kegiatan
pendaftaran Tanah untuk pertama kali (Opzet atau Initial Registration)
Pendekatan
yang digunakan Badan Pertanahan untuk mengatasi permasalahan dapat berupa Pendekatan sporadik bersifat
pasif dengan menunggu masyarakat yang datang ke kantor pertanahan untuk
mendaftarkan tanahnya dan biaya sepenuhnya ditanggung oleh pemilik bidang
tanah. Sedangkan pendekatan sistematik bersifat aktif, pemerintah dalam hal ini
petugas kantor pertanahan mendatangi masyarakat di suatu desa dengan memetakan
secara lengkap desa tersebut dan mensertipikatkan semua bidang tanah yang ada
yang sedang tidak dalam masalah, dan dengan biaya yang relatif murah karena
sebagian besar subsidi oleh pemerintah. Melalui PRONA (program Proyek Operasi
Nasional Agraria) ataupun PRODA (program Proyek Nasional Operasi Agraria
Daerah).
Menurut
Soemardjono 1989 dalam Suharno (2001:28) mengatakan bahwa bagi seseorang yang
tidak mempunyai kepentingan mendesak yang mengharuskan untuk mendaftarkan
tanahnya, dan tahu bahwa walaupun tanahnya tidak didaftarkan tidak ada
sanksinya, ditambah lagi dengan adanya biaya yang dianggap relatif mahal dan
penyelesaiannya dianggap dalam waktu cukup lama dan tidak jelas, akan membuat
seseorang cenderung untuk tidak melakukan pendaftaran tanah.
b.
Kegiatan
pemeliharaan data pendaftaran tanah (Bijhouding atau Maintenance)
2.3 SERTIFIKAT
Salah satu tujuan pendaftaran tanah
sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah
untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan
hukum kepada pemegang
hak atas suatu bidang tanah,satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang
hak yang bersangkutan.Untuk memberikan kepastian
hukum dan perlindungan
hukum, kepada pemegang hak yang
bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
Dan pada Pasal 19
ayat (2) huruf
c UUPA , disebutkan bahwa proses diakhir dari kegiatan
pendaftaran tanah yang diadakan adalah pemberian surat tanda bukti, yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
Dan pada Pasal 13 ayat 3 Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dinyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah
yang didaftar dinamakan sertifikat, yaitu salinan buku tanah dan surat ukur
setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang
bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.
BAB III
ANALISA MASALAH
Di Temanggung, Tanah Bersertifikat 35
Persen[2]
Rabu , 24 Sep 2014 14:05 WIB
Sertifikat tanahjpnn.com
Skalanews - Tanah bersertifikat di Kabupaten Temanggung, Jawa
Tengah, baru mencapai 35 persen dari sekitar 550 ribu bidang tanah di daerah
itu. "Kami masih butuh waktu sekitar 30 hingga 35 tahun untuk
menyelesaikan penyertifikatan tanah di Kabupaten Temanggung," kata Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Temanggung Hartoyo di Temanggung, Rabu (24/9).
Ia mengatakan hal
tersebut usai upacara peringatan Hari Agraria Nasional di halaman Kantor Setda
Temanggung. Menurut dia, untuk mempercepat pendaftaran tanah pihaknya meminta
pada Pemkab Temanggung melakukan terobosan dengan mengalokasikan anggaran untuk
program proda.
"Program ini
masih kami komunikasikan dengan pemda untuk mengalokasikan anggaran melalui
proda, tetapi sampai sekarang belum ada alokasi dari pemda," katanya.
Ia mengatakan
untuk 2015 yang sudah mendaftar melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona)
1.000 lebih dari target sebanyak 3.400 bidang tanah.
Kepala Seksi
Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat, Kantor Pertanahan Kabupaten
Temanggung, Imam Budi Santoso, mengatakan, pada periode Januari hingga
pertengahan September 2014 jumlah penyelesaian sertifikat di Kantor Pertanahan
Temanggung mencapai 16.638 bidang tanah.
Ia menyebutkan, sejumlah
penyelesaian sertifikat tersebut terdiri atas kegiatan legalisasi aset dan
rutin. Kegiatan legalisasi aset meliputi Prona 3.500 bidang tanah, konsolidasi
tanah 200 bidang, redistribusi tanah 100 bidang. Kemudian kegiatan rutin 12.791
bidang tanah dan wakaf 47 bidang tanah. "Kami melakukan sosialisasi kepada
masyarakat supaya lebih memahami pentingnya sertifikat, khususnya pada
desa-desa yang jumlah bidang terdaftarnya masih cukup rendah," katanya. [mad/ant]
KOMENTAR :
Dari
permasalahan di atas dapat dilihat bahwa permasalahan yang dihadapi dalam
pendaftaran tanah adalah dimana hanya 35 persen saja tanah yang bersertifikat
dari 550ribu bidang tanah dan ini dikarenakan juga pendaftarnya masih rendah. Dan
berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang dimana pemerintah berkewajiban untuk
menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kemudian
pasal 19 ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan
dengan mengingat keadaan negera dan masyarakat, keperluan lalu lintas
sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut perimbangan
Menteri Agraria. Maka dengan begini pendaftaran tanah diprioritaskan di daerah
perkotaan disebabkan di daerah ini lalu lintas perekonomian lebih tinggi
daripada di daerah pedesaan. Dan pendaftaran tanah ini juga bergantung pada
anggaran negara, petugas pendaftaran tanah, peralatan yang tersedia dan
kesadaran masyarakat pemegang hak atas tanah.
Kemudian
UUPA menetapkan dalam pasal 19 ayat (4) UUPA menetapkan bahwa rakyat yang tidak
mampu dibebaskan dari ketentuan membayar biaya pendaftaran tanah. Namun
Ketentuan ini tidak dilaksanakan dilapangan. Mayoritas pemilik tanah di
pedesaan dengan pendapatan yang relatif rendah tidak mampu mensertipikatkan
tanahnya. Biaya pensertipikatan tanah oleh masyarakat dianggap mahal. Sikap
penduduk terhadap biaya pensertipikatan tanah, oleh penduduk dipahami sebagai
kesadaran subyektif (Ritzer, 1985 : 55).
Melihat
hal tersebut sama seperti menurut Soemardjono 1989 dalam Suharno (2001:28).
Beliau mengatakan bahwa bagi seseorang yang tidak mempunyai kepentingan
mendesak yang mengharuskan untuk mendaftarkan tanahnya, dan tahu bahwa walaupun
tanahnya tidak didaftarkan tidak ada sanksinya, ditambah lagi dengan adanya
biaya yang dianggap relatif mahal dan penyelesaiannya dianggap dalam waktu
cukup lama dan tidak jelas, akan membuat seseorang cenderung untuk tidak
melakukan pendaftaran tanah.
Dengan begini dapat terlihat
bahwa seseorang tidak mempunyai motif untuk mensertipikatkan tanahnya atau dengan
kata lain masyarakat kurang berkeinginan untuk mensertipikatkan tanah yang
dimiliki. Oleh karena itulah maka Badan
Pertanahan Kabupaten seharusnya mendaftarkan tanah dengan cara pendekatan
sistematik yakni bersifat aktif, pemerintah dalam hal ini petugas kantor
pertanahan mendatangi masyarakat di suatu desa dengan memetakan secara lengkap
desa tersebut dan mensertipikatkan semua bidang tanah yang ada yang sedang
tidak dalam masalah, dan dengan biaya yang relatif murah karena sebagian besar
subsidi oleh pemerintah. Dan sepertinya Badan pertahanan kabupaten di daerah
Kabupaten Temanggung ini ingin menerapkan model pendekatan bersifat aktif namun
terkendala berada pada pengalokasian Program anggaran melalui proda yang belum
ada tanggapan dari pemda. Jika saja pengalokasian anggaran untuk proda telah
ada maka masyarakat akan terbantu karena dengan adanya proda maka masyarakat membayar
murah untuk pendaftaran tanah, dan tentunya ini akan meningkatkan pendaftaran
tanah. Dan tidak hanya itu jika sudah mendaftarkan tanahnya maka akan
mendapatkan sertifikat sebagai bukti hak atas tanah yang dimilikinya, sehingga
manfaatnya sebagai pemegang hak akan mendapatkan rasa aman, tidak lagi
diresahkan akan mendapatkan permasalahan dikemudian hari, dan tidak hanya itu
tetapi juga dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridis tanah
tersebut, memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak, harga tanaj menjadi lebih
tinggi dan kalau perlu uang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan, dan juga dalam penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak muah
keliru. Kemudian keuntungan yang didapatkan oleh Badan Pertanahan Kabupaten
adalah akan memperlancar kegiatan pendaftaran tanah dan dapat mengurangi
sengketa di bidang pertanahan di daerah tersebut dan akhirnya akan terwujud
tertib administrasi pertanahan yang sebagai salah satu program Catur Tertib
Pertanahan.
Namun
Proda ini tidak dapat dilaksanakan akibat adanya kendala pada pengalokasian
Program anggaran melalui proda yang belum ada tanggapan dari pemda.
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa rendahnya tingkat pendaftaran tanah didesa dan hanya sebesar
35 persen saja tanah yang bersertifikat di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah
diakibatkan oleh rendahnya pemahaman masyarakat tentangnya pentingnya
sertifikat dan juga dikarenakan biaya pendaftaran tanah yang relatif mahal
untuk masyarakat di pedesaan dan tidak hanya itu seperti yang diungkapkan oleh
Soemardjono 1989 dalam Suharno (2001:28) mengatakan bahwa bagi seseorang yang
tidak mempunyai kepentingan mendesak yang mengharuskan untuk mendaftarkan
tanahnya, dan tahu bahwa walaupun tanahnya tidak didaftarkan tidak ada
sanksinya, ditambah lagi dengan adanya biaya yang dianggap relatif mahal dan
penyelesaiannya dianggap dalam waktu cukup lama dan tidak jelas, akan membuat
seseorang cenderung untuk tidak melakukan pendaftaran tanah.
Dan ini menjadi kendala yang dihadapi oleh
Badan Pertanahan Kabupaten terkait pendaftaran tanah berdasarkan uraian diatas
dapat terlihat bahwa masalahnya ada pada masyarakat yang tidak mampu bayar
biaya pendaftaran tanah yang terbilang cukup mahal serta malesnya masyarakat
berurusan. Untuk itu hendaknya Badan Pertanahan Kabupaten melakukan pendaftaran
tanah dengan cara pendekatan sistematik bersifat aktif, yakni pemerintah dalam
hal ini petugas kantor Pertanahan Kabupaten mendatangi masyarakat di suatu desa
dengan memetakan secara lengkap desa tersebut dan mensertipikatkan semua bidang
tanah yang ada yang sedang tidak dalam masalah, dan dengan biaya yang relatif
murah karena sebagian besar subsidi oleh pemerintah.
Dan seperti yang ditetapkan oleh UUPA
dalam pasal 19 ayat (4) UUPA menetapkan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari ketentuan membayar biaya pendaftaran tanah. Dan ini dapat
dilakukan Proda (program Proyek Nasional Operasi Agraria Daerah). Dan
sepertinya Badan Pertanahan Kabupaten di daerah Kabupaten Temanggung ini ingin
menerapkan model pendekatan bersifat aktif namun terkendala berada pada
pengalokasian Program anggaran melalui proda yang belum ada tanggapan dari
pemda. Terkait dengan biaya pendaftaran tanah itu pihak Badan Pertanahan Kabupaten
Temanggung ingin melakukan terobosan melalui pengalokasikan anggaran untuk program Proda (program Proyek
Nasional Operasi Agraria Daerah ) dan jika diterapkannya Proda ini maka
masyarakat akan dapat membayar murah untuk pendaftaran tanah, dan tentunya ini
akan meningkatkan pendaftaran tanah. Dan juga kerja Badan Pertanahan Kabupaten tidak
terhambat lagi untuk menyelesaikan pendaftaran tanah. Namun Proda ini tidak
dapat dilaksanakan akibat adanya kendala pada pengalokasian Program anggaran
melalui proda yang belum ada tanggapan dari pemda.
3.2 SARAN
Berdasarkan masalah pendaftaran tanah yang
terjadi di pedesaan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dapat dilihat kalau
yang menjadi masalah sehingga rendahnya tingkat pendaftaran adalah dikarenakan
rendahnya partisipasi masyarakat untuk mendaftarkan tanah mereka, oleh karena
itu hendaknya Badan Pertanahan Kabupaten hendaknya melakukan pendekatan sistematik
bersifat aktif dalam mengatasi pendaftaran tanah dan juga kepada PEMDA agar
lekas mengalokasikan anggaran untuk Proda.
[1] Dr. Urip
Santoso,SH.,MH, Hukum Agraria Kajian
Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2013, hal. 287
[2] http://skalanews.com. Diakses pada 17 Desember
2014 Pukul 21.31 WITA
No comments:
Post a Comment